Empat Belas

1K 67 1
                                    

Rahila

"Ra, kamu yakin nggak mau makan?" Fuad masih menanyakan hal yang sama.

"Nggak, sepiring berdua aja mau nggak?" Ajakku

Fuad tersenyum, "ya udah boleh."

Sebenarnya aku nggak laper, tapi lagi males banget di rumah dan sekarang baru jam 6 malam. Masih ada empat jam lagi sebelum jam tidurku.

Udah dari lama Fuad ingin mengajakku makan di Nasi Ayam Chee Meng. Restoran yang selalu ramai karena terkenal enak. Aku pribadi, bukan tipe yang suka makan di tempat terkenal karena malas antri dan duduknya berdempetan.

Biasanya aku dan Fuad duduk berhadapan, sekarang dia di sebelah kiriku. Gimana ya? Mungkin aku kedengarannya aneh, tapi aku duduk sebelahan sama laki-laki kalau dia spesial di hidupku: ayah, adikku dan Zidan

Shiz. Nama itu lagi. Udah berapa kali aku menyebut nama Mr. B hari ini?

"Kamu suka Nasi Ayam nggak, Ra?" Fuad bertanya sambil membagi dua nasi dan ayam ke piring kosong.

Aku mengangguk, "yang di Food Court KLCC udah enak menurutku."

"Nah cobain yang ini, menurutku lebih enak ini sih."

Aku menyuap nasi ayam dan kuah yang berwarna kecoklatan, "hmm iya enak." Kataku.

Fuad menoleh dan tersenyum, "kalau kakaku sukanya yang di Four Seasons. Ya karena adem aja sih."

"Hahaha, makan nasi ayam ke Four Seasons?"

"Dia gampang kegerahan, kayak kamu." Fuad mengambil tisu di depan kami dan memberikannya kepadaku.

Aku mengelap keringatku. Selama beberapa kali makan sama Fuad, dia memang ngajaknya ke restaurant di mall.

"Nih, Ra foto-foto baby shower." Fuad menunjukan acara baby shower hari Minggu kemarin. Aku mengamati foto-foto tersebut dan ngebatin, untung nggak dateng. Keliatan banget itu acara keluarga. Terus kalau aku ada di sana yang ada malah, "siapa lo?"

"Wah seru ya, dessert bar dan decornya cantik. Kayak piknik gitu?" Tanyaku

"Iya, adikku penginnya di halaman rumah dan santai. Padahal nggak bisa berdiri dia karena duduknya di bawah."

"Hahaha oh iya ya, hamilnya udah besar pasti susah. Kamu berapa bersaudara?

"Tiga, aku anak tengah. Kakak dan adikku perempuan."

"Oh, kamu doang yang belum nikah?"

Fuad tersenyum, "iya. Kalau kamu?"

"Adikku satu, usianya tujuh tahun lebih muda dariku."

"Di Jakarta sekarang?"

Aku mengangguk, "akuntan. Kasian Papa, padahal pengen dia jadi PNS."

"Sama, papa juga punya harapan ke aku sebagai anak laki-laki untuk meneruskan bisnis keluarga. Aku mau, cuma nggak sekarang."

"Kenapa? Mau cari pengalaman dulu?"

"Iya. Bisnis nanti aja kalau udah umur 40."

Umur 40 selalu menjadi patokan orang berubah, entah jadi baik atau ingin mencoba hal baru.

"Orang tuamu bisnis apa?" Tanyaku yang sudah selesai melahap nasi ayam.

"Mereka punya toko buku sama supermarket di daerah Wangsa Maju."

"Boleh dong aku belanja bulanan di sana?"

"Mau besok, Ra habis balik kantor?"

"Yuk. Kalau toko buku di mana?"

Permintaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang