Markijut ....
_________
Debur ombak menghanyutkan Leta saat ia duduk di atas batang pohon kelapa menatap gelapnya lautan di hadapan.
Anak-anak Dipa sudah tidur, lelah bermain dan kenyang makan membuat mereka terlelap padahal masih jam delapan malam.
Belum sempat bertemu Leta, wanita itu juga melarang Dipa membangunkan anak-anak sekedar untuk memberitahu ada Leta di sana.
Fitri dan juga istrinya Juan sudah bisa menebak kenapa Dipa berani mengajak Leta ke sana juga diperkenalkan sebagai seseorang yang spesial di hati. Dengan ramah semua menyambut, inilah saat yang ditunggu semua orang. Dipa bisa mulai membuka hati untuk yang baru.
Tak ayal, hal itu membuat Dipa semakin semangat merajut rasa terhadap Leta.
"Nggak tidur? Udah jam sembilan. Makan malam kamu juga sedikit tadi," tegur Dipa yang langsung duduk disamping Leta. Wanita itu menoleh sekilas sebelum kembali termangu menatap lurus ke depan.
Dipa memakai sweater coklat tua, tak lupa tudungnya karena angin berhembus kencang, rambutnya sudah pasti acak-acakkan, ia kurang suka.
"Tidur duluan aja, saya masih mau duduk di sini." Leta merapatkan jaket Dipa yang ia pakai, sedangkan pakaiannya tadi sempat diajak Dipa mampir ke mal untuk beli. Leta sempat menolak, tapi Dipa memaksa. Seperti biasa.
"Utang saya jadi nambah ke Pak Dipa, tadi beliin baju saya lumayan mahal dan banyak," lirih Leta masih menatap lurus ke depan.
"Kenapa masih manggil 'Pak'?! Nggak bisa diubah?" Dipa menyilangkan kedua tangan di depan dada, angin laut malam itu cukup dingin. Ia melirik ke Leta yang diam saja. Helai rambut Leta beterbangan tertiup angin, membuat Dipa risih. Ingin rasanya ia menguncir rambut panjang dengan wangi shampoo yang menangkan. Merek apa yang Leta pakai, nanti Dipa mau tanya.
"Saya harus panggil apa?" Kini Leta menoleh, menangkap basah Dipa yang sedang menatapnya begitu dalam. Leta mengerjap kedua matanya saat Dipa mengulum senyum malu-malu, bukan seperti Dipa yang biasanya. "Kenapa? Saya lucu?" Leta menilai dirinya sendiri.
"Iya. Kamu lucu." Dipa merapatkan duduknya, bahu Dipa menempel dengan bahu kiri Leta.
Tak jauh di belakang mereka, Juan merekam Dipa yang lagi PDKT ke Leta dengan ponselnya. Ia kirim ke mama Dipa. Heboh sekalian biar Dipa semangat mencari jodoh baru.
Rimo dan Bryan hanya senyam senyum sambil kembali ke arah vila setelah membeli beberapa makanan ringan di mini market atas perintah istri Juan.
"Pak Dipa beneran tadi beli mobil di pameran?" Leta kembali menatap.
"Iya." Kini Dipa yang menatap lurus ke depan. Menyelami gelapnya malam diiringi debur ombak. "Saya bilang kalau tau mobil baru itu dari kamu, saya juga pastikan bonus kamu keluar."
"Kenapa begitu?"
Dipa mendengkus. "Ya tolongin kamu, Leta ... kamu butuh uang, kan? Kamu kerja bukan buat kamu, tapi buat kasih ke Ayah kamu itu! Saya mau ini yang terakhir kali kamu kerja jadi SPG mau apapun produknya. Saya nggak suka kamu dilecehkan walau cuma lewat tatapan atau ucapan! Saya--" Dipa kelu saat Leta justru terlihat menahan linangan air mata dikedua pelupuk.
"Jangan nangis lagi, Leta," lirih Dipa seraya menghapus air mata Leta dengan jemarinya.
"Pak Dipa terlalu baik. Saya malu," cicit Leta. Dipa terkekeh. "Kok ketawa!" Buru-buru Leta menjauhkan wajahnya dari hadapan Dipa, ia beranjak, berjalan ke arah bibir pantai, ia malu sendiri jadinya.
Air laut menyapu kedua kaki Leta, terasa dingin. Setidaknya rasa dingin bisa menyadarkannya dari hawa panas karena malu dengan sikap Dipa.
"Pak Dipa!" pekik Leta saat Dipa memeluknya dari belakang, karena Leta pendek, Dipa mudah meletakkan dagunya di puncak kepala wanita itu. Lengan kekar berototnya juga mampu membuat Leta aman dari hawa dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Single Father (✔)
RomantizmMenjadi duda diusia muda siapa laki-laki yang mau. Tak hanya itu, ia bersama dua anaknya yang masih butuh figur orang tua lengkap tetapi tak bisa ia wujudkan. Pradipa Hirawan harus memerankan dua sosok demi anak-anaknya. Sayang, kelakuan absurd yan...