Life goes on

16.8K 692 17
                                    

⚠️ Kisah ini fiksi belaka, jika ada kesamaan dalam bentuk apapun hanya kebetulan semata dan karena riset saya tentang beberapa hal. Ambil positifnya, buang negatifnya.

Selamat membaca 🌿

***

Dipa membuka kedua matanya, ia terkejut sendiri saat melihat Zena berdiri sambil menyodorkan sisir ke arah dirinya.

"Pa, setengah jam lagi bel masuk sekolah. Kita belum sarapan, baru minum susu."

Seketika Dipa duduk. Kepalanya pusing karena sisa kegiatan semalam.

"Okeh," lirihnya seraya berdiri. Zena masih menyodorkan sisir warna pink ke tangan papanya. Dipa tersenyum tipis lalu berdiri sambil memegang sisir. Ia berjalan keluar kamarnya yang bernuansa monokrom. Abu-abu tua dan putih menjadi pilihannya, sama seperti hatinya yang abu-abu.

"Pa, masak apa?" Zena mengekor tapi sambil bertanya. Dipa bingung, masih dengan muka bantal ia menggendong putri cantiknya duduk di meja ruang TV. Di kursi meja makan terlihat Zano asik meliriknya menahan kesal.

"Sorry, Mas, Papa kesiangan." Permintaan maaf Dipa hanya dibalas anggukan kepala.

Zano mendekat, ia membawa cangkir berisi coffee latte untuk papanya. Dipa menerima seraya mengusak kepala bocah sebelas tahun itu. Zena sendiri berusia sembilan tahun.

Zano kelas enam SD sementara Zena kelas empat. Keduanya masuk sekolah swasta umum sejak tiga tahun lalu Dipa pindahkan dari sekolah sebelumnya yang membuat ia kesal karena bullying didapat anaknya.

Dipa meletakkan cangkir, ia menyisir rambut sebahu Zena kemudian menguncir tinggi seperti buntut kuda.

"Pa, makan siangnya apa? Papa antar lagi?" Zano sudah rapi bahkan sudah meletakkan tas sekolah di bahu kanannya.

"Papa kirim nanti. Siang ini Papa ada kerjaan." Dipa memeriksa lebih rinci kunciran Zena tidak jelek, bisa-bisa ia diprotes gadis kecil itu karena tidak cantik.

"Kerja? Papa sekarang kerja? Yakin, Pa? Nongkrong kali, sama temen-temen Papa yang isinya ngeledekin Zano sama Zena terus." Zano sudah bisa protes. Dipa hanya mengulum senyum tapi itu kenyataannya. Teman-temannya memang jail, seringnya bikin Zano dan Zena kesal hingga ngomel-ngomel sendiri.

"Motor Papa rusak, mau dibenerin. Papa ke bengkel Om Juan. Papa kirim makanan dulu ke sekolah, ya, baru ke sana." Dipa selesai menguncir rambut Zena lalu berdiri untuk urusan kamar mandi.

"Pa, jangan lama-lama! Nanti kita telat!" teriak Zano saat Dipa sudah masuk ke dalam kamar mandi. Tak ada jawaban karena Dipa langsung cuci muka dan gosok gigi. Diraihkannya handuk yang menggantung di tempat khusus tepi wastafel. Ia mematut diri di depan cermin.

Enam tahun kamu sudah pergi, anak-anak semakin besar dan aku bisa buktikan aku urus mereka dengan tanganku sendiri tanpa kamu, ucap Dipa dalam hati. Tatapannya tajam menusuk ke dirinya sendiri. Setiap hari ia lakukan hal itu, menyemangati dirinya yang sudah enam tahun ditinggal pergi sang istri.

"Papa!" teriak Zena.

"Hadirrr! Sebentar cantikkk!" jawab Dipa setelah keluar dari kamar mandi karena kedua anaknya sudah berada di garasi mobil.

Single Father (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang