Perjanjian

4.4K 426 14
                                    

Markijut
_________

Leta masih menatap Dipa, ia tak percaya dengan ucapan lelaki itu jika ibu kandungnya masih ada dan menetap di Hongkong. Dipa terus tersenyum, ia kini bisa memegang wajah Leta lagi. Ah, rindu sekali setelah empat bulan berjarak.

"Let-- heh! Ngapain kamu pegang-pegang!" teriak mama lalu mendekat, ia menjewer telinga Dipa yang segera mundur teratur. "Awas kamu, ya!" Mama berkacak pinggang. Dipa mengusap telinga kanannya yang terasa panas, mama duduk di samping Leta. "Saya mau lihat luka di perut kamu, boleh?"

Leta ragu, ia melihat bergantian ke mama lalu Dipa. Setelah mempertimbangkan, Leta mengangguk.

Ia membuka kaosnya hingga bawah dada, mama terkejut karena luka sayatan pecahan botol kaca tampak dalam dan ada tiga baris acak.

"Ya ampun, Leta. Kita ke rumah sakit, ya, ini menyeyeh gini, aduhhh ...," miris mama lantas meminta Leta menurunkan kaosnya lagi.

"Nggak perlu, Bu, nanti juga sembuh." Leta masih sungkan. Namun bukan mama jika tidak memaksakan kehendak. Dengan satu kali perintah mama, segera Dipa dan Leta ke IGD rumah sakit untuk memeriksa luka. Takut infeksi, bisa bahaya.

Mereka kini berada di dalam mobil, tak ada obrolan karena Leta masih enggan bersikap biasa kepada Dipa. Sedangkan lelaki itu sesekali melirik Leta sambil mengusap dagunya.

Tiba di IGD, Leta segera diperiksa. Ia duduk di ranjang rumah sakit, selanjutnya merebahkan diri. "Ini nggak perlu di jahit, walau cukup dalam lukanya. Kena air terus ya, jadinya nggak kering-kering lukanya?" tukas dokter.

"Iya, dok," jawab Leta yang memejamkan mata karena merasa perih saat dokter membersihkan lukanya.

"Sshh!" ringis Leta. Dipa mendekat, ia meraih jemari tangan Leta yang langsung menggenggam erat.

"Apa lukanya nanti membekas, Dok?" Dipa penasaran.

"Kalau sedalam ini, bisa, Pak. Nanti saya kasih salep untuk dipakai setelah sembuh benar, ya. Mudah-mudahan bisa menyamarkan. Ini luka terkena apa? Kok acak begini, ya?" Mulai penasaran dokter muda pria berkaca mata. Leta tak mungkin jujur melukai dirinya.

"Jatuh di atas meja kaca, dok, nggak sengaja waktu lagi pasang hiasan di ruang guru pakai tangga," tutur Leta.

"Ya ampun, pijakannya kurang pas ya. Bagus nggak ketusuk di dalam. Suster, tolong ambil kasa baru dan siapkan suntikan obat bius lalu jarum dan benang."

"Lho, kenapa, dok?!" Leta kaget.

"Ternyata cukup dalam sayatan yang bagian tengah. Suami Ibu coba lihat, sini," panggil dokter.

Suami? Ngarang aja nih dokter. Dipa ya ke GRan lah.

Dipa mendekat, saat dilihat, benar saja ada luka yang cukup dalam. Pantas terasa perih dan darah masih merembes keluar.

"Bius yang benar, dok, jangan sampai istri saya kesakitan," pinta Dipa.

Dokter tersenyum, "tenang aja. Wah, Bapak khawatir sekali sama istrinya, ya," ledek dokter itu.

"Sangat, dok. Istri saya suka diem aja kalau kenapa-kenapa, tau-tau luka. Seharusnya langsung bilang ke saya. Saya bertanggung jawab atas nyawa dia--"

"Dan hati ya, Pak," sela dokter yang siap menjahit luka. Dipa mengangguk pelan sedangkan Leta memalingkan wajah ke arah lain.

Tindakan jahit dan tebus obat selesai, mereka kembali ke parkiran mobil. Dipa membukakan pintu untuk Leta yang ditanggapi hela napas panjang gadis itu.

"Saya masih bisa sendiri, Mas, kenapa kamu berlebihan gini," tatap Leta datar.

"Suka-suka saya, lah!" sahut Dipa setengah sewot.

Single Father (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang