Guru les dadakan

5.6K 498 13
                                    

Double up! Biar kalian puas!

________

PR besar didapat Dipa dari mamanya. Sambil menghisap sebatang rokok di kamarnya dengan jendela ia buka lebar-lebar, Dipa duduk menatap awan gelap. "Mama ngerjain gue, nih." Ia bersandar, menghisap dalam-dalam rokok lalu menghembuskan asapnya ke udara. Asap putih membumbung tinggi dari bibirnya yang tebal bagian bawah dan sedikit tipis pada bagian atas.

Suara notifikasi email baru masuk terdengar, Dipa beranjak cepat pindah duduk ke balik meja kerjanya dengan dua layar komputer besar dan satu laptop di sisi kanannya.

Jemarinya bergerak lincah memegang mouse lantas membuka email baru. Tatapannya serius, segera dengan kesepuluh jari setelah menyelipkan sebatang rokok pada sudut bibir kanannya, ia mengetik sesuatu. Pindah ke layar komputer lainnya, Dipa membaca satu neraca laporan keuangan bulanan, ia bandingkan dengan laporan yang baru diterima.

Senyum liciknya tersunggih, ia menemukan dimana kekacauan terjadi dan kebocoran data perusahaan yang dimainkan beberapa orang.

"Nggak akan bisa lo mainin bokap gue, brengsek. Kena, lo sama gue," lirih Dipa lantas menghubungi Rino.

"Gimana, Dip. Udah lo compare? Faldo tadi kasih tau gue di kantor."

"Udah, lah. Gampang. Orangnya pada di mana sekarang?" Dipa masih menatap angka-angka yang aneh dilaporan yang diterima.

"Mencar. Lo yakin mereka yang main?"

"Menurut lo. Apa analisa gue pernah meleset."

"Nggak, sih. Yaudah, kapan lo muncul?"

"Secepatnya. Lo bisa atur rapat pemegang saham tapi rahasia?"

"kenapa?"

"Salah satu nama yang gue incar, menantu tuh orang. Gue mau habisin, gue yakin dia otaknya." Dipa mematikan puntung rokok ke asbak. Ia menatap foto beberapa orang yang menjadi targetnya.

"Yang mana, anaknya siapa?"

"Gue kirim chat ke elo. Lo tau banget siapa dia dan bininya gue yakin Bryan tau."

"Bryan?"

"Hem. Gue tidur dulu. Dua hari nggak molor bentar lagi gue transfuse darah. Lusa siapin semuanya."

"Semua, Dip? Yakin?" Rino terdengar begitu terkejut dengan permintaan Dipa.

"Its time to come back, real come back." Dipa tersenyum dingin.

"Yes! Gitu, dong!" sorak girang Rino. Keduanya selesai berbicara di telepon, Dipa menutup jendela, kembali menyalakan AC kamar setelah menyapu lantai juga menyeprotkan pewangi ruangan yang memang tak ia pasang otomatis. Jam satu malam, sudah saatnya ia istirahat sejenak sebelum menyambut esok hari dengan PR besar dari mamanya. Dipa menghempaskan tubuh di atas ranjang king sizenya, ia meregangkan otot tangan dan kaki dengan melebarnya tapi tatapannya lurus ke langit-langit kamar.

Ia menoleh menatap foto kedua anaknya yang saling menatap lalu tersenyum. Dipa memeluk guling menatap lekat ke foto terpajang, "Nak, kalian anak-anak hebat. Maafin Papa masih belum bisa mulai lagi dengan siapapun. Sabar ya, Nak." Dipa sedih, karena anak-anaknya semakin besar tapi ia belum bisa menghadirkan sosok wanita baru setelah kepergian istrinya. Perlahan Dipa terlelap membawa harapan kelak akan ada seseorang yang mampu mengetuk pintu hatinya yang lama tertutup rapat.

***

Dipa membuka mata, hening, sepi, hingga kemudian ia sadar jika matahari sudah meninggi. "Jam berapa!" Ia berteriak sambil duduk cepat di atas ranjang. Napasnya memburu cepat. Kedua mata menatap lekat ke jam dinding. Jam satu siang. Ia tidur sangat lama, hampir dua belas jam sejak jam malam sebelumnya. "Gue hibernasi!" Ia lompat cepat lalu menyambar handuk menuju ke dalam kamar mandi.

Single Father (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang