The best part

4.3K 402 13
                                    

Markijut!

Ah, udah mau tamat ajah. Terima kasih pokoknya udah baca sampai sekarang!

______

"Ibu," suara Zena membuat Leta membuka kedua matanya. Ia masih bergelung selimut. Zena dan Leta tidur satu kamar, Dipa bersama Zano.

"Bangun, Bu. Papa mau ajak sarapan di luar, yuk!" Zena sudah mandi dan rapi, rambutnya dikepang lalu kuncir cepol dengan jepit kelinci.

"Ibu kesiangan, ya, Zena?" Leta beranjak pelan.

"Nggak papa, Bu. Bu, cantik nggak Zena? Papa nih yang kepangin," cengirnya lalu bergaya centil bak model. Leta tertawa, ia mengangguk.

Segera Leta mandi dan bersiap, tak tau Dipa mau mengajaknya ke mana, ia ikuti saja.

"Sleeping beauty udah bangun," goda Dipa yang memakai kaos polos warna putih sedikit longgar dipadu celana pendek selutut warna hitam lalu sneakers.

"Ngeledek," gumam Leta lalu duduk minum teh hangat yang sudah disiapkan Dipa.

"Bu," sapa Zano yang mengecup pipi Leta.

"Hilih, cium Ibu. Papa aja belum," sirik Dipa. Zano masa bodoh. Ia begitu sayang dengan Leta. Ia mau Leta merasakan benar-benar dikelilingi orang yang menyayangi juga mencintainya.

"Papa nanti aja, kalau udah sah!" seru Zano sambil duduk memakai sepatu.

"Tau. Papa sirik aja. Zena tidur sama Ibu, tadi pagi Papa kepo tanya macem-macem. Ibu ngiler nggak, Ibu ngorok, nggak? Rempong Papa, ya," sambung Zena yang berakhir mendapat pelototan Dipa. Zena menjulurkan lidah, ia senang sendiri karena papanya tak bisa tidur bersama Leta, untuk sementara waktu.

Leta tertawa pelan, ia lantas membawa gelas ke dapur kecil. Dipa menyusulnya.

"Hari ini pokoknya nggak ada sedih, nangis sama kesel. Kita senang-senang, ya." Dipa mengusap pelan kepala Leta yang mengangguk.

Mereka berangkat, sengaja tidak sewa mobil karena mau lebih berpetualang menyusuri kota dengan transportasi umum.

Mulai dari sarapan, jajan-jajan, hingga belanja. Apalagi sih, pasti ujung-ujungnya itu. Akan tetapi Dipa heran, karena Leta sama sekali tidak mau beli apapun. Ia justru senang menemani anak-anak beli baju dan kebutuhan lainnya.

Pun Dipa, tadinya mau beli ini itu jadi ia urungkan. Alhasil semua untuk anak-anak.

Seharian jalan-jalan, lelah terasa. Mereka kembali ke hotel. Leta merapikan belanjaan anak-anak ke dalam koper karena besok akan pulan.

Dipa duduk melantai, menemani Leta yang sibuk mengatur isi koper supaya muat.

"Kenapa kamu, Mas?" Leta melipat kaos yang baru dibeli Zano, cukup banyak karena memang bagus-bagus. Anak sulungnya akan beranjak remaja, tak mau memakai kaos gambar kartun atau yang tidak menunjukkan proses dewasa.

"Aku udah minta pengacaraku ke penjara, Ayah kamu udah tanda tangan untuk kasih hak perwalian kamu saat kita nikah nanti. Karena alasan Ayahmu narapidana, jadi bisa pakai wali hakim. Ayah kamu ikhlas."

Leta menghentikan melipat pakaian, ia tatap Dipa. "Yakin ikhlas, kalau suatu hari dia keluar dan tuntut gimana? Kamu tau Ayah kayak apa orangnya, kan, Mas?"

Dipa tersenyum, "berani begitu bukan aku yang hadapi. Tapi Mama Papa, mereka nggak akan tinggal diam. Tau sendiri Mama, kan? Aman, sayang."

Leta ingat, mama Dipa memang begitu melindunginya. Ia mengangguk lantas duduk bersila menghadap Dipa setelah meletakkan pakaian ke dalam koper.

Single Father (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang