Kesedihan anak-anak

4.3K 451 28
                                    

Dipa hanya bisa melongo saat melihat kamar kosan Leta sudah kosong. Ia menjambak rambutnya kesal karena seminggu sudah sejak kejadian itu tak bisa menemui Leta. Bahkan, saat mencoba menemu di sekolah pun hasilnya nihil.

Leta tetap mengajar, hanya saja ia tak mau bertemu Dipa. Zena yang masih marah ke papanya juga tak mau membahas dengan Leta, ia hanya bisa terus memeluk Leta dengan perasaan sedih saat pulang sekolah. Leta menjelaskan ke Zano dan Zena jika ia dan Dipa tak bisa lagi bersama karena Celin mau kembali dengan papa kedua anak itu.

Langkah Dipa lunglai, tak gagah seperti biasanya, sikapnya juga lebih banyak diam. Tak hanya kembali bekerja di rumah karena ia malu dengan stafnya di kantor akibat kejadian itu, tetapi ia juga menghindar dari Juan, Rino dan Byran yang marah besar kepadanya hingga terjadi adu mulut dengan Rino yang kesal bukan kepalang dengan kebodohan Dipa.

"Kamu di mana anak badung!" tegur papa saat Dipa menjawab telepon dari papanya.

"Di luar." Dipa naik ke atas sepeda motor yang terparkir di depan pagar kosan.

"Ke rumah Papa. Kamu tetap harus urus kerjaan, Dipa." Suara tegas papa hanya bisa dijawab Dipa dengan satu kata, iya.

Rumah bergaya klaksik amerika bernuansa navy dan putih sudah membuat Dipa jengah, ia tau mama papanya pasti akan menceramahinya lagi.

Pagar kecil ia buka, malas masuk lewat pintu utama atau garasi, ada sopir dan asisten pribadi mama papanya yang menatap ke dirinya juga dengan sorot tak percaya dengan apa yang ia lakukan terhadap Leta.

Semua orang yang tau masalah Dipa dan Celin, begitu prihatin dengan kehancuran Dipa kala itu bahkan membenci Celin sampai keubun-ubun, tetapi kejadian kemarin malah membuat Dipa lupa diri. Marah lah semua orang.

"Pa," sapa Dipa setelah membuka pintu ruang tamu. Papa duduk di sofa sambil memangku Macbook, ia melirik dari balik kacamata yang dikenakan. Sepi. Tak ada suara omelan mama. Dipa mengedarkan pandangan mencari mamanya, tapi bahkan, wangi parfume mama saja tak ia cium.

"Jangan cari Mama. Mamamu di sekolah anak-anak, ada rapat untuk bahas study tour." Papa menepuk sofa di sebelahnya yang kosong. Dipa duduk. Wajahnya kusust bahkan tak ada senyuman.

"Tau kesalahan kami fatal, Dip?" lirik papa. Dipa menyandarkan tubuh, memejamkan mata seraya mendongakkan kepala. "Leta pergi dan Celin, batal nikah sama tunangannya di sana. Hebat kamu." Kalimat papa membuat Dipa sesak, tapi mau gimana lagi.

"Kantor heboh dan semua staf, kecewa sama sikap kamu yang berbuat asusila di sana. Kewibawaan kamu hancur karena ulahmu sendiri. Belum lagi anak-anak marah sama kamu. Mantap, kan, Dip. Hanya karena kamu tergoda hasutan setan dan lama nggak tuntaskan nafsu seksual kamu yang biasa main sendiri, jadi begitu?" sindir papa. Ia meletakkan macbook ke atas pangkuan Dipa.

"Saham merosot. Apa yang harus kamu lakukan?"

Dipa membuka mata, menatap gambar diagram lingkaran juga catatan yang dilaporkan para manajer ke papanya tanpa lapor ke Dipa dulu.

"Satu minggu kamu nggak ke kantor, nggak ngecek ke bursa saham secara langsung, lalai di rapat penting dengan klien. Semua merosot, Dip." Papa menatap Dipa, ia duduk menghadap putranya yang terus membaca laporan saham.

"Kamu udah bagus bisa selesaikan masalah intern, memenjarakan para otak korupsi dan merumahkan banyak karyawan yang nggak kompeten, tapi sekarang ... Papa harus bilang apa ke para pemilik saham lainnya. Tambang baru bara kita prospeknya bagus. Kalau kayak gini, Papa bisa alihkan modal cadangan dan bilang ke investor untuk masuk ke bisnis minyak mentah aja. Papa yang kembali turun tangan di kantor dan ubah perusahaan kita jadi bisnis tambang minyak. Pengeboran lepas pantai di Balikpapan juga butuh dana dari luar. Tapi apa kamu nggak bisa mikir dampaknya apa ke tenaga kerja di pabrik kita di Balikpapan? Berapa yang harus kenapa PHK? Anak istri mereka gimana?"

Single Father (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang