Markijut!
__________Aula sekolah dipenuhi tamu undangan orang tua murid sekolah dasar tempat Zena dan Zano sekolah. Leta sejak subuh sudah stand by di sana karena mempersiapkan murid-murid yang akan menari saman.
Zena tampak panik, ia berdebar karena kali pertama tampil menari di atas panggung.
"Zena tadi diantar siapa?" Leta merapikan mekap Zena dengan meratakan blush on di kedua pipi.
"Om Bryan, Papa nggak sempet anterin kita, Miss."
Leta tersenyum, "jangan gugup. Zena udah hafal semua gerakannya, kok, kompak juga. Papa Zena pasti bangga lihat anaknya nanti tampil."
Zena hanya membalas dengan menganggukkan kepala. Sedangkan Zano ia bergabung dengan teman sekelasnya karena sudah selesai lomba sehari sebelumnya.
Acara puncak yang diadakan sekolah begitu riuh ramai. Anak-anak unjuk gigi dengan kreatifitas masing-masing kelas maupun dari kelompok esktrakurikuler, seperti Zena yang memang ikut ekskul tari daerah.
Di luar, Dipa selesai mengisi buku tamu dan mendapatkan bingkisan satu tas kecil berisi kue dan minuman. Dipa berjalan mengantri, duduk di tempat yang sudah diatur sesuai kelas.
Dipa tak mau, ia justru duduk di barisan paling belakang podium. Aula berbentuk seperti teater pertunjukan dengan ruangan AC, sangan nyaman, bahkan kursinya seperti teater di bioskop.
Desain panggung bertema kesenian Indonesia semakin menambah rasa bangga di dalam hati Dipa. Kedua anaknya mampu menjunjung tinggi budaya negara sendiri.
Lampu padam perlahan, suara musik terdengar seiring dengan pemandu acara yang mulai bicara.
Dipa memindai ke berbagai arah, mencari keberadaan Leta. Ia belum bertemu setelah pamit ke Macau beberapa hari lalu. Telepon juga tidak, chattingan pun hanya bertanya singkat alias basa basi.
Acara diawali pembukaan dari ekskul musik angklung, ada Zano diantara pemain alat musik daerah tersebut. Dipa dengan ponselnya mengabadikan Zano yang begitu senang juga semangat.
Bahkan Zano sempat melambaikan tangan sedetik ke arah Dipa yang memang melambaikan tangan lebih dulu, sekedar absen jika ia datang.
Kata sambutan dari kepala sekolah dan ketua panitia menjeda acara pertunjukkan. Dipa senang akhirnya menangkap sosok Leta yang berjalan di pinggir panggung, bagian bawah, untuk memberi kode ke pembawa acara.
Leta memakai kaos panitia warna biru langit, celana jeans pensil dan sepatu kets putih. Rambutnya di gerai indah. Senyum terukir di bibir Dipa saat ia melihat Leta mulai mengatur anak-anak yang akan menari sama.
Terlihat Leta berdoa bersama, lalu mencium kening satu persatu anak muridnya yang semuanya perempuan sebelum naik ke pentas.
Leta bertepuk tangan dengan semangat saat para penari saman mulai duduk bersimpuh merapatkan barisan. Terlihat juga ia ketar ketir takut ada yang salah. Zena langsung bisa melihat Dipa yang duduk di tempatnya, ia lambaikan tangan sejenak sebelum kembali diam menunggu aba-aba pemimpin memulai tarian.
Leta mengikuti arah Zena melambaikan tangan, langsung saja tatapan Dipa ia temukan dan menguncinya. Dipa bertopang dagu dengan siku diletakkan pada lengan kursi. Ia tersenyum penuh rindu menatap Leta yang sangat cantik dengan sifat penyayang keibuan.
Leta memutuskan pandangan, kembali menatap murid-muridnya.
Tarian dimulai, Leta merapalkan doa dalam hati supaya penampilan anak muridnya sempurnya, bahkan guru tari yang berdiri di sisinya juga ikut panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Single Father (✔)
RomanceMenjadi duda diusia muda siapa laki-laki yang mau. Tak hanya itu, ia bersama dua anaknya yang masih butuh figur orang tua lengkap tetapi tak bisa ia wujudkan. Pradipa Hirawan harus memerankan dua sosok demi anak-anaknya. Sayang, kelakuan absurd yan...