18.

7.8K 832 90
                                    

..

Zuya hanya menunduk saat George berdiri di depannya. Entah apa yang membuatnya merasa bersalah.

Zuya bukanlah Orang naif yang tak pernah mengenal arti cinta. Dia tentu secara sadar bahwa perhatiannya pada George bukanlah sebatas teman yang selalu Ia tegaskan pada batinnya sendiri.

Untuk jangka waktu sebentar, Zuya mendapati dirinya terlalu mudah jatuh. Tapi memang hati bisa memilih?

Lagi pula? Zuya tak paham. Apa yang bisa membuatnya menyukai George. Apakah karna kasihan?

Atau sekedar perduli?

Nyatanya, Zuya yang mengklaim dirinya pintar memilah rasa, sekarang Dia hanya bisa berdiri di sini tanpa tahu pilihan.

Seolah merasa serakah, pun. Zuya menyalahkan dirinya sendiri karna dengan mudah menyukai Orang lain.

ataukah, karna memang, Dia melakukannya sebagai pelarian? Atau sekedar pembuktian untuk memvalidasi otaknya bahwa Dia tengah berusaha menyingkirkan perasaannya pada Declan.

"Azura."

Baru kali ini, George memanggil namanya. Terdengar asing, meski itu adalah namanya sendiri.

Zuya mendongak dengan kaku. Tatapan keduanya bertemu. George seolah lebur di sana.

"Kamu ... ngapain deket-deket Callian?"

Zuya menipiskan bibirnya. Matanya menghindari tatapan George yang seolah menuntutnya.

"Ki-kita ngga ngapa-ngapain?"

Zuya menjawabnya. Namun dengan suara yang bergetar, yakinlah bahwa kamu terlalu serakah untuk berharap bahwa George akan percaya.

Di dalam kelasnya yang sepi murid ini. George tak pernah mengalihkan pandangannya.

Sedangkan Zuya mati-matian menghindarinya.

"Ah!"

Dagunya di tarik. Dengan gerakan kasar, Zuya terdongak. George menatapnya dengan tajam.

"Aku tanya."

Mata Zuya berkaca-kaca. Mengapa George memperlakukannya dengan kasar?

Ketika airnya menetes, Zuya memejam karna sulit untuk sekedar menghadapi wajah George.

Sentuhan hangat mengejutkannya. Ketika kelopak matanya terbuka. Zuya malah di hadapkan dengan George yang menghapus air mata Zuya, dengan lidahnya.

Apel adam Zuya naik turun. Merasa gugup sekaligus pening. Jantungnya berdebar tak karuan.

"Aku ... mau, Kamu. Cuma. Natap Aku. Azura."

"Berani banget Lo ngomong gitu."

Kepalanya segera tertoleh. Di sana berdiri Fred yang membawa kotak bekal yang entah milik siapa.

Remaja itu mendekat ke arahnya. "Lepasin pacar gue."

George melemparkan wajah sinis padanya. "Azura?" Memanggil namanya untuk memastikan.

Azura (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang