XII

1.6K 106 5
                                    




..

2 pistol berada di antara kepalanya. Wilona menahan nafas dengan gugup. Ada apa dengan keadaannya kali ini.

Padahal dia hendak pergi ke toilet. Hendak membasuh wajah karna sudah merasa keadaannya terlalu kusut.

"Wilo mau ke kamar mandi pa, bentar." Kata Wilona segera berdiri meninggalkan kursi. 

Max ikut saat sang papa membiarkan wilona pergi sendirian. Andy duduk di antara Roan dan Leon. Memakan dengan tanpa selera.

Kapan Azura dapat di temukan? Lelah rasanya berangan-angan. Alasan apa yang membuat Azura lebih memilih kabur dari pada tinggal bersama mereka?

Begitu juga dengan Leon yang wajahnya pun sama kusutnya. Meminum sparkling water di gelas yang sudah di sediakan. Kepalanya di penuhi dengan pertanyaan kemana Azura pergi kali ini? Mengapa Ibu panti yang katanya dekat dengan adiknya tidak mau memberi tahu pada mereka?

Dia jadi penasaran, apa sih hubungan antara keduanya?

Sedangkan Wilona yang sudah hampir selesai, kini tengah membasuh tangannya. Menunduk sembari mencuci tangan.

Click-clack

Bunyi yang membuat otaknya meyadarkan diri. Berdenting dengan jelas di antara kedua telinganya. matanya melirik pada kaca di depannya. Melirik siapa yang tengah mengancam nyawanya.

Dengan gugup Wilona membuka mulutnya. "S-siapa kamu?"

Jawaban tak ia dapatkan, hanyalah sebuah kekehan yang tak terdengar asing. Siapa dia? Mengapa Wilona tidak segera mengingatnya?

Pria itu masih dengan posisi yang sama, lalu berujar dengan nada menjengkelkan. "Saya punya sesuatu yang sedikit menarik."

Wilona masih terpaku di tempatnya. Seberapa cepat peluru yang dapat menembus kepalanya?

"Sayangnya, saya malas. __berfikir kalau kalian bisa segera mendapatkan belahan jiwa saya." Tambahnya dengan suara makin rendah.

"Saya tidak ingin menjemputnya. __saya ingin dia merangkak pada saya, mendekati saya kembali, dengan paras cantiknya."

Menderu, rasanya menyengat tulangnya.

Tubuh Wilona makin bergetar. Menahan takut dari percobaan serangan yang tak terduga.

Si pelaku malah tertawa. "Jadi mau bagaimana? Saya harus jadiin kamu sebagai pancingan."

Pria itu mengurangi jarak antara keduanya. Wilona berdoa dalam hati, semoga Tuhan mau memberinya kesempatan untuk hidup. Kesempatan untuk masih bisa melihat Azura. Melihat keluarganya dengan bahagia telah berkumpul bersama.

Melihat semuanya kembali seperti semula. Semoga dia masih dapat di ampuni doanya, dan dosanya.

Hingga sepertinya. Permintaannya lebih lemah dari pada kekuatan pria di belakangnya. 1 peluru tidak menembus kepalanya. Tapi pahanya. Lengannya, dan juga wajahnya.

Suara pistol itu mungkin harusnya membuat para pegawai sadar.

Tangan pria itu terangkat. Menarik helaian rambut Wilona dan membenturkan kepala perempuan itu pada wastafel di bawahnya.

Azura (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang