..
Fredrick tentu dengan bangga menunjukkan ini pada semua Orang. Di mana Zuya tak menolak afeksinya seperti kapan lalu.
Zuya duduk di pangkuannya. Dengan kepala bersandar di bahu dan menghadap lehernya.
Nafas hangat Zuya menyapu lehernya. Fred tentu saja tak bisa fokus.
Tapi demi membuat Zuya nyaman. Dia hanya bisa menahannya untuk kesejahteraan bersama.
Semua Orang satu-persatu masuk ke kamarnya. Dari Raon, sampai Wilona, tidak ada absen kecuali Milona yang belum terlihat bersama Callian dan Andy.
Sejujurnya Dia tak terkejut atas respon dari Kakak sang pujaan hati. Mau Dia setuju atau tidak. Itu tidak berlaku bagi Fred.
Dia tak terlalu peduli jika tidak ada hal yang tak bisa Ia miliki. Tapi terkhusus untuk Zuya. Dia tak akan menyerah.
"Ade ... Frednya mau pulang itu."
Wilona berujar dengan sedikit keras. Zuya tentu tersentak. Mendongak menatap Fred dengan wajah kasihan.
"Fred mau pulang?"
Fred menghindar memejamkan matanya. Raut wajah yang membuatnya tak bisa tak tergoda.
Jantungnya berdebar lebih cepat dan daun telinganya memerah. Zuya memiliki bakat menggoda Orang lain hanya dengan wajahnya saja.
Dia ingin turun dari pangkuan. Sadar ternyata bukan hanya dirinya saja di sini.
Betapa malunya Zuya.
Fred menahannya. Wilona yang melihat Adiknya terus di monopoli oleh Fred, tentu saja geram dan memukul kepala remaja itu dengan gulungan buku majalah.
"Turunin Adek gue buruan."
Melotot garang dengan urat dahi yang menonjol. "Sialan lu, jan mentang-mentang cowo Zuya, lu main monopoli Ade gue sembarangan."
Fred menatapnya tak suka. Mencibir sebal. "Kamu mau turun?"
Zuya mendongak. "Hu-um."
"Kenapa si? Udah di sini aja." Kata Fred. Melirik Wilona yang wajahnya memerah menahan amarah.
"Bajingan." Lirih Wilona akan memukul Fred lagi.
Zuya yang melihatnya menatap gulungan majalah tersebut.
"Kaka~ jangan." Kata Zuya.
"Kenapa?" Wilona mengerutkan dahi.
Zuya mengerjap. "Jangan di gulung majalahnya. Itu mahal."
Wilona mengerjap. Semua Orang mengerjap bingung. Rosa terkikik di acaranya memakan pilus.
Fred kira. Zuya akan lebih menyayangi kepalanya. Namun yang di sebut malah harga majalahnya.
Apa dia pikir kepala tampannya kebih berharga dari majalah itu?
"500 ribu doang De."
Zuya mengangguk. "500 ribu itu, gaji 2 1 minggu jadi barista." Jawabnya.
"Tau banget De, dari siapa coba?"
Leon mendekat dan merebut Zuya dari Fred. Tentu saja Fred tak terima. Wajahnya tertekuk, namun tak ada yang menyadarinya.
Zuya kini berada di pelukan Leon. Tanpa peduli Zuya yang memukul-mukul punggung Leon.
"Sesekh- Ka Leon!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Azura (End)
RandomUntuk menyadari betapa bodoh dirinya. Ia merelakan kehidupan pertamanya dan Kembali hidup di kemudian hari. Tapi anehnya. Dia masih lemah juga. -Tidak di peruntukan bagi yang masih di bawah umur. -Bijak dalam mencari buku yang akan di baca sesuai...