..
Semua Orang panik. Zuya datang dengan wajah sembab dan tatapan kosong.
Kedua pipinya biru dan basah. Zuya terjatuh setelah tiba di pelukan Rosa. Semuanya panik dan bergegas pada tempat di mana para pasien berkumpul dan di rawat.
Leon yang sedikit jauh dari mereka berlari. Rosa dengan histeris meminta mereka untuk segera membawa mereka ke Rumah sakit.
Meski begitu. Raon dan yang lain berusaha untuk tetap tenang. Dalam jangka ini, Mereka tak mau panik dan malah membuat semuanya menjadi berantakan.
Rosa terisak dalam duduknya memangku kepala Zuya. Rasa khawatirnya membuncah eperti yang lain.
Andai saja mereka tak membiarkan Anaknya menjalani sekolah umum. Mungkin Zuya tak akan pernah seperti ini.
"Rosa ... Rosa!"
Wanita itu tersentak. Tanpa sadar sudah sampai di depan Rumah sakit. Mereka segera membuka pintu. Di bantu Max untuk membawa Zuya masuk ke dalam.
Semua Orang merasa khawatir. Termasuk para perawat yang kewalahan akibat kedatangan pasien dari keluarga ternama.
Mungkin jika tidak menanganinya dengan benar. Hari ini akan menjadi akhir dari mereka semua.
Rosa terduduk di kursi. Raon yang melihatnya hanya bisa menunduk. Dia juga kesulitan untuk menahan rasa khawatirnya.
Anak manisnya, mengapa bisa se9erti itu?
Leon mendekat. Wilona sedari awal hanya berdiri saja. Mengamati mereka dengan diam.
Apa ini akan menjadi salahnya lagi, karna tak mengawasi Zuya.
Apa Zuya akan membenci mereka lagi karna kesalahan ini?
"Wilona!"
"Huh?"
Dia terkejut. Dan segera berdiri menghampiri Rosa yang rupanya terjatuh pingsan.
Semuanya terjadi dengan begitu mudah.
..
"Pipinya ini ... bekas tamparan. Di lehernya juga ada bekas cekikan."Rosa mendengarkannya dengan air mata yang menitik. Dengan senang dan sayang Ia mengasihi sang Anak. Mengapa dengan begitu mudah Orang lain menyakitinya?
Beruntungnya Raon tak berada di sini. Jika Ia mungkin, Pria dewasa itu sudah mengamuk sedari awal.
Di sini hanyalah ada Dia dan Wilo.
Rosa. Padahal wanita itu jatuh tak sadarkan diri. Namun dalam waktu sebentar, Dia bangun dan kembali panik untuk mencari keberadaan Dokter yang merawat Zuya.
Mereka semua memakluminya. Mama-nya sangat khawatir atas keadaan Zuya yang terlihat memprihatinkan.
Tak ayal. Mereka pun begitu, hanya saja tak terlalu terlihat.
"Zura nya udah sadar ya. Boleh di ajak ngobrol, asal jangan terlalu banyak."
Wilona mengangguk paham. Memapah Rosa untuk segera keluar dari ruangan tersebut. Menuju kamar Zuya.
"Hai Ade?"
Sapaannya, ketika Zura segera melihat mereka saat Rosa dan Wilona masuk. Zuya tertawa membalasnya.
Wilona secara sadar tau, kali ini, Azura tak menyalahkan mereka lagi atas hal ini. Atau mungkin mengalami kasus yang berbeda.
Hingga tak ada sangkut pautnya dengan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azura (End)
DiversosUntuk menyadari betapa bodoh dirinya. Ia merelakan kehidupan pertamanya dan Kembali hidup di kemudian hari. Tapi anehnya. Dia masih lemah juga. -Tidak di peruntukan bagi yang masih di bawah umur. -Bijak dalam mencari buku yang akan di baca sesuai...