III

1.8K 200 5
                                    



..

Tangannya menyentuh limusin yang terparkir di depan Rumah Roan. Azura mengantuk.

Dia berjalan perlahan dan menatap Rumahnya seperti biasa. Tidak tertarik.

"Sayang!"

Rosa berlari ke arahnya. Memeluknya dengan erat.

Rosa bertanya dengan khawatir. "Kamu abis dari mana nak? Hujan-hujan."

Azura menatap tepat di mata Rosa. Namun dia tak menghiraukan pertanyaan dari sang Ibu.

Dia pergi ke kamarnya. Di buntuti sang Ibu yang terus masih merasa khawatir. Azura menghela nafas saat Dia masuk ke dalam kamar.

Tak melepas bajunya yang sedikit basah maupun mengelap wajahnya yang juga masih basah.

Rosa berdiri di ambang pintu. Pahit rasanya ingin maju mendekati sang Anak. Menyekiti tenggorokannya saat ia berusaha menelan saliva dengan kasar.

"Zuya sayang. Nanti kalo butuh apa-apa kabarin Mama ya. Nanti Mama bantu."

Rosa segera menutup pintu. Mundur dan pergi meninggalkan Azura kembali sendiri.

Selimut tebal Ia tarik untuk menutup setengah tubuhnya.

Ibu ya.

Ketika tokoh Ibu yang amat menyayanginya terus memberi kasih sayang. Bersabar akan perilakunya yang berantakan yang hanya bisa Ia lakukan hanyalah berdiam.

Azura tidak bodoh untuk sekedar menghiraukan sang Mama. Dia hanya belum bisa mengeluarkan emosi dengan bijak.

Ketika Dia mencoba mendekati sang Ibu. Yang hanya bisa Ia lakukan hanyalah terdiam dengan kepala yang di penuhi pikiran-pikiran menyedihkan.

Kesadaran penuh yang terus membuatnya sadar bahwa Dia harus menghadapi masalah yang harusnya bisa Ia hadapi sendiri, memukul telak kenyataan, bahwa Dia bukanlah anak kecil lagi yang perlu di tuntun dengan langkah pelan.

Seberapa banyak masalah yang di berikan pada Azura. Dia harusnya bisa menyelesaikannya, paling tidak 1 di antaranya.

Azura tahu. Bahkan ketika berbalik dari rasa penasaran, yang seberapa jauh pun Ia melangkah. Ketika menoleh ke belakang. Hanyalah seorang Ibu yang akan bersedia dengan suka rela. Menunggunya sampai tuntas rasa penasarannya.

Sampai tuntas rasa lelahnya.

Namun mengapa dia malah takut kehilangan George? Lantas mengapa dia malah takut akan pendapat orang lain?

Azura menggaruk lehernya yang gatal. Lecet hingga berdarah-darah.

Dingin yang mulai menyerang ujung jempol kakinya membuat Azura memejamkan mata.

Tidur dengan keadaan kedinginan.

..

"Sayang, makan dulu."

Rosa mengusap-usap kepala Azura. Kedua calon menantunya memang tak menjenguk Azura, karna Ia yang meminta.

Takut-takut mereka kelelahan.

Azura membuka matanya yang berat. Menghela nafas.

Kepalanya terasa berat dan tenggorokannya kering.

"Uhk! Uhuk!"

Tapi Dia tidak menangis. Padahal biasanya Azura akan menangis jika tengah demam.

Azura (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang