..
Declan sedari beberapa menit yang lalu, terus memcuri pandang ke arahnya. Entah apa maksud tujuannya.
Tentu saja. Dia tak nyaman atau perilaku Declan. Tak ada Jane maupun Difa yang bisa Ia ajak kerja sama untuk segera pergi dari sana.
"Mau kemana?"
Tangannya di tahan saat Zuya hendak bangkit. Seolah berusaha menahannya. Declan menatapnya tepat di pupilnya.
"Ke-ketemu temen." Dia berusaha melepas genggaman Declan dari pergelangan tangannya.
Meski sangat sulit tentu saja, namun usahanya sedikit membuahkan hasil, Declan menatap wajahnya, hingga turu ke bawah.
"Di sini aja." Dia berusaha menahan Zuya untuk tetap bersamanya. Dua terus mengamati Zuya yang terlihat cantik di matanya.
Tapi, Zuya terus berfikir. Bagaimana caranya agar bisa lepas dari Declan. "Aku mau ke toilet."
Declan melirik mulutnya, Dia melirik sekitar dan mengangguk.
"Sekalian aja sama gue." Kata Drclan.
Dengan percaya diri, Dia tetap menggenggam pegangan di pergelangan tangan Zuya, yang telapaknya masih mengepal.
Ketika sampai di depan kamar toilet. Zuya gugup dan matanya tak henti mencari siapapun yang di kenalnya untuk membantunya lepas dari Declan.
Zuya melepasnya dengan sedikitt keras. Tanggapan canggungnya pada Declan seolah tak di terima dengan baik.
Dia mendesah jengah di hadapan Zuya.
Tentu saja, Zuya segera masuk ke dalam kamar toilet. Berharap ada siapapun yang dapat membantunya.
Sayangnya kamar ini sepi. Tak ada siapapun di sini kiranya.
Dia terduduk di lantai. Beruntungnya Declan tak ikut masuk ke dalam. Zuya mulai menutup mulutnya, dan buliran air mata turun dari ujung matanya.
Terisak secara pelan. "Berisik."
Zuya terkejut dan terjatuh. Dia menatap remaja laki-laki yang berdiri tak jauh darinya. Wajahnya basah seolah baru saja mencuci wajah.
Zuya tak sadar akan kehadiran remaja itu. "Bisa-bisanya lu nangis, cowo bukan?"
Zuya melengkungkan bibirnya ke bawah. Hendak menangis lagi. Si remaja yang mengejeknya mendekat dan menutup mulut Zuya sebagai gantinya.
"Nape lu? Ngompol?"
Zuya menggeleng. Dia tetap menangis meski mulutnya sudah di bungkam.
"Lo- loh kok malah nambah nangis?"
Zuya menggeleng dengan kelopak mata yang memejam. Bulu mata lentiknya basah. Zuya tak kunjunh berhenti menangis.
Membuat si remaja itu melepas bekapannya dan mengangkat Zuya untuk berhenti menangis.
Di dudukannya di atas wastafel. Dia dengan lembut mengambil tisu dan mengusapi wajah Zuya dengan perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azura (End)
De TodoUntuk menyadari betapa bodoh dirinya. Ia merelakan kehidupan pertamanya dan Kembali hidup di kemudian hari. Tapi anehnya. Dia masih lemah juga. -Tidak di peruntukan bagi yang masih di bawah umur. -Bijak dalam mencari buku yang akan di baca sesuai...