Happiness and Sorrow

1.2K 117 0
                                    

Sudah seminggu Ariel mengurung diri di kamarnya. Ia tidak ikut makan bersama, berinteraksi dengan orang lain pun sangat minim. Hanya Yuki yang berinteraksi langsung dengan Ariel jika ia membutuhkan sesuatu. Sisanya, Ariel hanya menghabiskan waktu di kamar.

Leon tentunya khawatir, ia bahkan sempat kesal pada Ariel yang tidak kunjung keluar dan bicara padanya. Namun Rosaline segera menenangkan Leon dan memberi pengertian, wajar jika seseorang membutuhkan waktu untuk sendiri sesekali. Terutama gadis remaja seperti Ariel.

Tidak sampai disitu, Leon sempat menyalahkan Dion karena hal ini. Namun lagi-lagi hal itu mendapat teguran dari Rosaline, meski Rosaline tidak terlalu mengetahui konfliknya. Namun ia rasa tidak perlu memanaskan kepala hanya karena hal seperti ini.

Rosaline yakin Ariel baik-baik saja, setidaknya secara fisik. Toh buktinya Yuki masih sering dipanggil oleh Ariel untuk memenuhi keperluannya.

Sedang di sebuah kamar di mansion Aquillio, seorang gadis duduk menghadap keluar jendela dengan sebuah buku di meja kecilnya. Ariel menulis, hanya catatan singkat tentang isi hatinya. Karena ia tidak pandai dalam merangkai ucapan, maka Ariel menuangkannya ke dalam tulisan.

Siapa aku? Siapa kau? Siapa kita?
Aku asing namun ini tetaplah aku.
Kau terlihat asing, tapi aku merasa familiar denganmu.

Cara mata itu menatapku, masih sama sejak dulu.
Cara suara itu memanggilku, masih sama dengan saat itu.
Sentuhanmu, senyumanmu, hangatmu, masih sama dengan saat itu.

Ada rindu yang tak bisa disampaikan, ada rasa yang tidak bisa diutarakan.
Kenapa? Aku pun tidak mengerti.
Kenapa aku tidak bisa memberi sebuah arti.

Tapi aku tidak ingin kau pergi, tetaplah disini.
Di sisiku, seperti janjimu dulu.
Setidaknya sampai aku mengerti, apa arti dari rasa ini.

"Angjaaayyy" ucap Ariel tertawa geli mengeluarkan kata gaul saat melihat hasil tulisan abal-abalnya. Namun tawa itu perlahan memudar kala ia lagi-kagi merasakan benang kusut yang belum juga terurai.

'Apa aku kabur saja ya?' batin Ariel mulai memikirkan ide-ide gila. Namun ia segera menggeleng dan menepis pikirannya itu, untuk apa ia kabur? Hanya karena ia tidak bisa menguraikan perasaannya, bukan berarti ia harus lari kan?

"Ah aku harus mandi" ucap Ariel berdiri dari duduknya. Ia berjalan menuju meja rias hendak menyisir rambut sebelum mandi. "Yuki, bisa tolong siapkan bak mandiku?" ucap Ariel, seketika Yuki masuk ke dalam kamar seolah ia selalu siaga di depan pintu.

"Segera, nona" ucapnya menunduk sejenak di depan Ariel kemudian berjalan menuju kamar mandi.

Ariel masih menyisir rambut panjangnya, setelah selesai ia meletakkan kembali sisir itu kemudian melepas semua perhiasan yang ada di tubuhnya.

Namun Ariel terdiam sejenak, ia menatap sisir yang tadi ia gunakan.

"Yang kalah harus menyisir rambut pemenang selama sebulan"

Ariel teringat dengan kejadian minggu lalu saat Dion menjebaknya, haruskah Ariel menepati janjinya?

~~//~~

Malam yang sunyi, surai indah itu tertiup angin malam menusuk hingga ke tulang. Dion duduk di balkon kamarnya menatap langit dalam tenang.

Flap flap

Suara kepakan sayap besar meniup surai Dion kembali, namun Dion seolah telah menerka siapa yang berkunjung ke kamarnya semalam ini.

"Lama tidak berjumpa" ucap Dion berbalik, menatap makhluk berwujud manusia namun memiliki sayap putih seperti burung. "Gabriel, bagaimana kabarmu? Apa malaikat juga bertugas selarut ini? Ah benar juga, kalian tidak memiliki rasa lelah ya" sapa Dion ramah.

I Wrote This StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang