Hanya sebuah kursi taman di bawah pohon, dengan beberapa lampu taman bulat yang menghiasi halaman samping mansion Aquillio.
Ariel duduk di kursi taman itu menikmati siangnya dikelilingi salju setebal setengah meter. Sesekali memainkan nafasnya hanya untuk melihat uap yang dihasilkan dari nafas hangat itu.
Di kehidupan sebelumnya, ia sangat menyukai suhu ruangan rendah. Rasanya tak nyaman jika sampai berkeringat setiap saat. Tapi dingin disini sangatlah berbeda. Tapi tetap saja, Ariel masih ingin menikmatinya.
Pluk
"Nanti kau sakit"
Ariel mendongak saat sebuah mantel tebal mendarat di pundaknya, "Dion?" ucapnya membeo.
Dion, hanya menggunakan turtleneck rajut berwarna putih, membuat penampilannya semakin terasa tak nyata. Wajah itu, warna mata dan rambut yang mencolok, ditambah celana panjang dan turtleneck berwarna putih polos, di tengah taman bersalju ini.
Surai yang dibiarkan memanjang itu hari ini ia kuncir kuda, menyisakan sedikit anak rambut di sisi kiri wajahnya. Orang ini bukan tampan, bukan juga cantik. Jika Ariel mendeskripsikan makhluk seperti Dion maka sudah pasti Ariel disangka orang gila.
"Air liurmu akan menetes jika kau menatapku se-lamat itu" ucap Dion tersenyum miring.
Ariel—yang tidak sadar bahwa dirinya menatap Dion secara terang-terangan—pun langsung memalingkan wajah. "A-apa maumu?" tanya Ariel gugup.
Dion mendengus, "Begitukah caramu berterima kasih pada orang yang sudah menyelamatkanmu?".
Ariel terdiam, ia terlalu malu untuk berterima kasih. Namun Ariel terlalu mengedepankan adabnya di saat seperti ini.
"T-terima kasih" ucapnya gugup perlahan menoleh ke arah Dion, menatap mata bagaikan senja di wajahnya. "Jika bukan karenamu, mungkin aku akan kesulitan, seluruh mansion juga akan repot. Terima kasih sekali lagi" ucap Ariel tulus dan serius.
Sudut bibir Dion pun terangkat, ia menoleh ke arah langit seraya menyandarkan punggungnya di kursi taman.
"Kau bertambah gendut setelah seminggu tertidur"
Sayangnya Ariel bukanlah gadis yang akan marah jika disinggung masalah fisik. "Oh ya? Apa itu artinya aku bertambah menggemaskan?" ucap Ariel yang kini juga menatap langit.
Dion mendengus, "Kau tetap menggemaskan bagaimanapun juga" ucapnya.
Blush
Pipi Ariel merona merah, sialnya ia masih malu masalah seperti ini. Wanita memang lemah di telinga.
"Diam pak tua, kau bisa kulaporkan karena kriminalitas" ucap Ariel menepuk lengan kekar itu.
Dion pun hanya tersenyum hingga matanya menyipit, "Ariel, kau lebih tua dariku, tak perlu mengelak. Usiamu itu hampir 40 tahun" ucapnya.
Ariel terdiam, ia baru ingat bahwa Dion mengetahui kebenaran jiwanya. "Mengenai itu, bagaimana kau bisa tau? Siapa kau sebenarnya?" ucap Ariel menatap Dion serius.
Dion—masih tersenyum kecil—pun menjawab, "Anggap saja aku bisa mengathui rahasia terbesar semua orang" ucapnya juga dengan nada serius. 'Sebenarnya, aku hanya mengetahui rahasiamu' lanjut Dion di dalam hati.
Mendengar jawaban tidak memuaskan itu, Ariel hanya menghela nafasnya pelan dan kbali menatap langit yang mulai mendung.
"Sebaiknya kita masuk" ucap Dion sudah berdiri, mengulurkan tangannya.
Ariel menatap tangan putih itu, kemudian mengamitnya. "Baiklah" ucap Ariel seraya berdiri. Mereka pun berjalan kembali masuk ke dalam mansion.
~~//~~
![](https://img.wattpad.com/cover/353413560-288-k517724.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wrote This Story
Fantasy[Spin off of I Was The Evil Witch] [HIATUS] Tidak mungkin! Aku bergegas keluar dari kamar mewah itu, kaki kecilku berlari tanpa arah dan tujuan, mencari jawaban dari spekulasi gilaku. Tidak mungkin, kau pasti berbohong. "Ah, Ariel? Putri kecilku sud...