All Out

1.7K 141 0
                                        

"Apa?! Jonas, cepat! Dion, kau tetap disini dan jaga Ariel!" ucap Leon tergesa segera keluar dari rumah singgah itu, menyisakan Ariel yang nampak panik karena khawatir akan terjadi apa-apa. Sedang Dion, yang sudah memperkirakan bahwa hal ini akan terjadi pun hanya tersenyum seraya menyuguhkan coklat panas untuk Ariel.

"Coklat panas anda nona" ucap Dion dengan nada bercanda.

Ariel pun mendelik, "Dion! Kau- bisa-bisanya sesantai ini saat nyawa banyak orang dalam bahaya?!" ucap Ariel marah. "Dan darimana kau mendapat coklat panas ini? Tidak lupakan itu, kita harus melakukan sesuatu untuk membantu" ucap Ariel mulai berpikir.

Dion, yang masih duduk santai melanjutkan bordirannya pun seolah tidak mengindahkan ucapan Ariel. Entah darimana ia mendapat satu set alat membordir itu.

"Aku tau! Dion aku ikut aku!" ucapnya menarik tangan Dion untuk mengajaknya keluar, namun karena perbedaan ukuran tubuh dan tinggi mereka, membuat Ariel kesulitan untuk menarik Dion yang juga nampak tidak memiliki keinginkan untuk keluar.

"Ayo Dion!" seru Ariel masih kesulitan untuk menarik tubuh Dion.

"Kita tidak boleh pergi, tuan Leon melarang" ucap Dion masih duduk santai tak berkutik saat Ariel kesulitan menarik tubuhnya.

Ariel melepaskan cengkraman tangannya pada baju Dion, "Baiklah, aku pergi sendiri" ucap Ariel berbalik hendak keluar dari rumah kecil itu. Namun langkahnya terhenti.

Blam

Pintu rumah itu seketika tertutup, sesaat sebelum Ariel melangkah keluar.

Blam blam blam

Semua jendela pun tertutup rapat sesaat setelahnya. 

Ariel berbalik menatap Dion tidak percaya, "Sungguh?! Aku tidak percaya kau melakukan semua ini" ucap Ariel duduk bersedekap dada di depan pintu.

"Memangnya kenapa kau sangat ingin membantu Ariel? Bagaimana jika keberadaanmu hanya menjadi beban untuk mereka?" tanya Dion yang kini menyesap coklat panas milik Ariel.

Ariel terdiam, ia juga tidak tahu kenapa. Ia seolah merasa bertanggung jawab atas segala hal, sejak di kehidupan sebelumnya pun begitu. Saat semua orang melakukan tugas mereka dan seolah Ariel tidak bisa melakukan apapun. Ia tidak mau merasakan hal yang sama lagi.

"Apapun yang terjadi nanti, bukanlah salahmu Ariel. Justru kakakmu yang akan menanggung beban rasa bersalah jika sesuatu terjadi padamu" lanjut Dion.

Ariel tidak menjawab, ia hanya duduk memeluk dengkulnya dan menenggelamkan wajahnya di antara dengkul itu. Sedang Dion menatap Ariel seraya menghela nafasnya, "Riel" panggilnya.

Sang empunya nama tidak menjawab, masih menenggelamkan wajahnya di antara dengkul itu. Dion pun berdiri dan berjalan ke arah Ariel, ia berlutut di depan gadis manis itu seraya menatapnya lamat.

"Jika kau ingin membantu seberat itu, maka aku akan mengizinkanmu. Selama kau tidak melanggar perintahku" ucap Dion.

Perlahan, Ariel mengangkat kepalanya, menatap Dion penuh curiga. Namun sekian detik kemudian ia berdiri, "Baiklah" ucapnya meantap Dion sinis.

Grep

"Kya!" Ariel berteriak saat Dion tiba-tiba menggendongnya ala bridal style dan sedetik kemudian yang ia ingat adalah mereka sudah tidak berada di rumah itu lagi.

Ariel membelalak, saat menyadari bahwa mereka kini tengah mengudara. Karena belum pernah berada di ketinggian ini, Ariel spontan menutup matanya takut.

"Riel, buka matamu" ucap Dion.

I Wrote This StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang