Change

1.8K 177 0
                                    

"Dion, sayang, Riel!"

Tubuhku seketika membeku, apa ini? Apa yang sedang terjadi? Dion, tiba-tiba, apa ini?

Tanpa kusadari pelukan itu pun terlepas, dan aku masih dalam keadaan terkejut akan apa yang baru saja terjadi.

Tidak, aku bukan berdebar-debar salah tingkah, tapi aku terkejut akan perkembangan Dion. Anak yang awalnya sangat takut jika ada orang yang mendekatinya atau bahkan hanya melihatnya, sekarang anak itu memelukku? Atas kemauannya sendiri?

Aku tidak tau harus senang atau khawatir. Tapi baiklah, untuk sekarang mari kita ikuti saja mood-nya.

"Aku juga menyayangi Dion" jawabku, ya aku tidak sepenuhnya bohong, aku memang peduli dengan anak ini.

Senyum Dion pun melebar, aku menyipitkan mataku karena silau dan tak bisa menahan keindahan senyum Dion, "Benarkah?" tanya Dion sumringah.

Aku pun hanya mengangguk seraya membalas senyumnya. Ya, mari buat anak ini merasa dicintai.

~~//~~

"Selamat pagi Hannah" sapaku pada Hannah yang sedang menyiapkan sarapan di meja makan bersama pelayan lainnya.

Hannah tersenyum manis padaku, "Pagi nona" ucapnya hangat seperti biasa. "Ah dan juga tuan Dion" lanjutnya saat melihat Dion yang berjalan di belakangku. "Silahkan, sarapannya masih hangat" ucap Hannah seraya membukakan kursi untuk kami duduki.

"Ayah, ibu dan kakak mana?" tanyaku, ini sudah menjelang siang dan mereka tidak biasanya terlambat untuk makan bersama.

"Lord dan gran duke sudah keluar, katanya ada urusan penting. Sedangkan tuan muda Leon di halaman belakang nona" jawab Hannah.

"Kakak sedang apa di belakang?" tanyaku lagi seraya menduduki kursi meja makan, diikuti oleh Dion.

Sarapan hari ini roti panggang dengan telur mata sapi dan juga sosis daging sapi yang dibuat sendiri oleh chef disini. Tak lupa segelas susu di samping piringku.

"Saya sendiri tidak tau nona, tuan tadi pagi langsung menghabiskan sarapannya dengan cepat dan berlari ke belakang" ucap Hannah.

Aku pun hanya mengangguk sambil ber-oh ria, tidak biasanya Leon seperti itu. Kecuali ada hal lain, dan sepertinya menarik.

"Sudah selesai" ucapku seraya meletakkan pisau dan garpuku di meja kemudian langsung melompat turun dari kursi.

Aku penasaran apa yang Leon lakukan di belakang, jadi disinilah aku, mencari Leon yang ternyata sedang sparring berpedang melawan Caesar.

"Apa mereka berkelahi?"

Aku terperanjat saat mendengar suara itu tiba-tiba, aku menoleh menatap Dion yang entah sejak kapan berdiri di belakangku. "T-tidak, mereka hanya berlatih" jawabku. 'Bicaranya sudah lancar?' batinku baru sadar.

"Sungguh, tubuh kita berbeda ukuran tapi kenapa hasilnya selalu seri" keluh Caesar seraya mengelap keringatnya. Kusadari mereka sudah selesai sparring dan tengah berjalan ke arahku dan Dion.

"Silahkan berlatih lagi yang mulia" ucap Dion tenang seraya menyeka keringat di dahinya. "Halo bocah" sapa Leon berhenti di depanku.

Ah mari abaikan panggilan menyebalkan itu, dan bersikap manislah. "Halo kakak, halo kak Caesar" sapaku tersenyum lebar.

"Oh Dion juga disini" ucap Caesar menyadari kehadiran Dion. Sedang Dion kulihat hanya tersenyum padanya, hanya senyum kecil yang nampak malu-malu.

Aku pun menatap Dion heran, apa-apaan perbedaan sikapnya itu?

"Kebetulan sekali, aku kemari bersama bibi Ria. Dan dia bilang dia kesini untuk mencarimu" ucap Caesar.

'Bibi Ria? Mencari Dion? Apa jangan-jangan sudah waktunya? Tapi Dion baru sebentar disini, dan aku sendiri belum merasa terlalu dekat dengannya sebagai teman. Tapi mungkin saja itu hanya perasaanku, mungkin bibi Ria kemari dengan tujuan yang berbeda' batinku mulai bergulat di dalam pikiranku sendiri.

I Wrote This StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang