Blessings

1K 106 3
                                    

Krieeeettt

"Putra mahkota dan Lady Aquillio memasukki ruangan"

Ariel menelan ludahnya kasar, tangannya yang bertengger mesra di lengan Adionel pun mengencangkan gandengannya. Hari ini mereka akan menemui yang mulia raja untuk meminta restu.

"Tolong tinggalkan kami sendiri, saya ingin berbicara dengan ayah saya" ucap Adionel, para pekerja yang tadinya membungkuk hormat di dalam kamar mewah nan megah itu pun berlalu keluar, meninggalkan Ariel, Adionel dan yang mulia raja yang kini duduk di kasurnya.

'Aku dengar usianya baru memasukki kepala enam, tapi dia terlihat seperti mbahku di kehidupan sebelumnya yang sudah hidup sebelum Indonesia merdeka' batin Ariel tanpa sadar sudah berdiri di hadapan sang raja.

"Salam yang mulia raja" ucap Ariel dan Adionel bersamaan.

"Ah Adionel, bagaimana kabarmu?" tanya sang raja dengan suara seraknya. "Aku dengar kau sudah menemukan calon istri, apa lady cantik ini orangnya?" lanjutnya beralih menatap Ariel.

"Kabar saya baik yang mulia, dan seperti yang anda dengar, saya kemari untuk meminta restu" ucap Adionel tenang dan formal.

Kadang ada sedikit rasa iba di hati Ariel yang melihat para keluarga bangsawan yang harus hidup sebagai penerus takhta, bukan darah daging keluarga mereka.

Lagipula mereka tidak memiliki pilihan, seseorang yang lahir untuk menjadi pemimpin satu kerajaan tidak boleh terbiasa dengan hubungan yang bisa menjadi pemicu perpecahan.

Namun terlepas dari segala itu, apakah mereka bisa memilih untuk terlahir sebagai siapa?

"Perjanjian apa yang kalian buat untuk pernikahan ini?"

Ariel membelalak terkejut berbanding terbalik dengan Adionel yang nampak masih tenang dan seolah tidak terkejut bahwa sang raja mengetahui rencana mereka.

"Orang yang sebentar lagi akan mati tidak perlu tau"

Belum selesai dengan terkejutnya, Ariel semakin tidak percaya pada apa yang baru saja Adionel katakan. Memang boleh berucap seperti itu kepada raja?

Namun terlepas dari itu, sang raja hanya terkekeh pelan. "Dasar, sejak kecil kau selalu berucap kasar pada orang tua ini. Setidaknya haluslah sedikit di hari-hari terakhirku uhuk uhuk"

Mendapati sang raja terbatuk-batuk, tubuh Ariel langsung tergerak untuk mengambilkan air di nakas untuknya. Setelah sang raja meminum air itu hingga tandas, Ariel pun memperbaiki bantalan untuk sang raja bersandar.

"Terima kasih, rasanya akan lebih baik jika kau menjadi menantu sungguhanku" ucap sang raja dengan sedikit nada bercanda.

"Ah i-itu" Ariel terbata tidak tahu harus menjawab apa.

"Hahaha tidak perlu merasa tertekan lady, saya hanya bercanda. Lagipula anda terlalu baik untuk pemuda seperti Adionel" ucapnya malah merendahkan sang putra.

"Berhenti menggodanya yang mulia" ucap Adionel, masih dengan nada sedingin es.

Kini sang raja beralih menatap Adionel, waktu benar-benar tak terasa begitu cepat berlalu. Anak kecil yang dulu sering berlarian di koridor kini berdiri tegap di hadapannya, menatapnya dingin tanpa rasa.

Sang raja hanya bisa menertawai dirinya sendiri, terkadang ia merasa sedih harus terlahir sebagai seorang raja. Jika boleh memilih, ia hanya ingin hidup sederhana, menjadi petani atau semacamnya di wilayah pinggiran.

Namun meskipun ia diberikan kesempatan kedua, dan kembali terlahir sebagai raja Hasgan, ia tidak akan merubah sedikitpun keputusannya. Semuanya demi Hasgan.

I Wrote This StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang