Apothecary

1.4K 78 3
                                    

Malam panjang itu pun berlalu, Dion yang awalnya memperkirakan bahwa semua ini akan berakhir dalam lima hari pun terkejut karena Ariel masih belum selesai dengan heat-nya.

Hingga di hari ke delapan,

"Ukh~" mata lentik itu berkedut terbuka, menampilkan iris bak Aurora yang semakin indah diterpa sinar matahari.

"Tubuhku-" panggil suara lemah nan serak, "Tubuhku, mati rasa" ucap Ariel tidak bisa merasakan satupun anggota geraknya.

Dion, yang tadinya masih tertidur memeluk Ariel pun perlahan membuka matanya. "Hm? Kau sudah bangun?" tanya Dion.

Melihat wajah lelah nan pucat Ariel, Dion bisa menyimpulkan bahwa sang istri sudah melewati masa heat-nya. "Bagaimana perasaanmu?" tanya Dion.

"Dion, tolong, aku tidak bisa bergerak sama sekali" ucap Ariel.

Dion terkekeh, "Tentu saja, kita bercinta selama seminggu Riel. Manusia biasa tidak akan mampu bertahan, beruntung kau hanya berakhir mati rasa" ucap Dion.

"Apa?!" ucap Ariel lemas, ia terlalu lelah untuk sekedar meninggikan suara. "Seminggu?" ucapnya tidak percaya.

Dion mengangguk, " Aku akan meminta mereka menyiapkan sarapan" ucapnya turun dari kasur, merapihkan kemejanya sedikit sebelum membuka pintu.

Ariel menunduk menatap tubuhnya, sedetik kemudian membelalak saat mendapati kissmark dan bekas gigitan dimana-mana. Ia tidak terlihat seperti orang yang habis bercinta melainkan seperti orang yang terkena penyakit.

"Kau mau mandi?" tanya Dion.

Ariel melirik tanpa menoleh, memutar kepala saja rasanya ia tidak sanggup. "Tapi bagaimana? Aku tidak bisa bergerak" keluhnya.

Dion tersenyum kecil, "Siapa bilang kau perlu bergerak? Tunggu sebentar ya" ucapnya berjalan ke arah kamar mandi.

Beberapa menit setelah Dion pergi, pintu kamar itu pun diketuk.

Tok tok tok

"Yang mulia, sarapannya sudah sampai. Saya tinggal di depan pintu" ucap suara familiar itu, Jane.

Belum sempat Ariel menjawab, langkah kaki Jane sudah berjalan menjauh dari pintu kamar. Dan tak lama kemudian, Dion pun keluar dari kamar mandi.

"Bak mandinya sudah siap, kau mau makan atau mandi dulu sayang?" tanya Dion manis.

"Mandi, aku mau mandi" ucap Ariel, keringat dan bekas cairan-cairan cinta selama seminggu terasa begitu lengket di tubuhnya. Ia harus mandi.

Dion pun mengangguk, menggendong tubuh Ariel dan membawanya ke kamar mandi. Ia membersihkan tubuh sang istri dengan begitu telaten, begitu lembut, memijat beberapa titik yang menurutnya terasa pegal dan linu.

Sedang Ariel memejamkan mata, ah mungkin ini rasanya spa, di kehidupan sebelumnya ia belum pernah merasakan hal semacam ini. Bahkan ia bisa jatuh tertidur kapanpun.

Setelah selesai, Dion membantu Ariel keluar dari bak dan menutupi tubuh polos istrinya dengan handuk bersih yang cukup besar hingga menutupi hampir seluruh tubuh Ariel.

Dion mendudukkan Ariel ke sofa, kemudian mengambil sebuah gaun yang menurutnya paling nyaman digunakan saat ini, gaun tidur, dan membantu Ariel mengenakan gaunnya.

Setelah mengeringkan rambut Ariel, Dion berjalan keluar dari kamar itu dan mengambil sarapan mereka dan membantu Ariel makan di sofa.

"Sudah, aku sudah kenyang" ucap Ariel, Dion pun mengangguk dan meletakkan kembali piringnya.

"Sebaiknya kau tidur lagi" ucap Dion menggendong Ariel kembali ke kasur dan membaringkannya.

"Terima kasih" ucap Ariel menyamankan posisi berbaringnya, oh lihat! Ia sudah bisa bergerak sedikit.

I Wrote This StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang