بسم الله الرحمن الرحيم
🌷
Kantin Fakultas Tarbiyah yang menjadi langganan mahasiswa ketika jam kuliah tengah kosong itu mulai terlihat ramai. Bukan karena para penghuninya sama-sama memiliki jam kuliah yang tertunda, atau dosen yang bersangkutan berhalangan hadir sampai mahasiswanya keluar meninggalkan kelas, melainkan memang sudah waktunya jam istirahat.
Tempat yang menyediakan beragam jenis makanan mulai dari cemilan sampai makanan berat tersebut rupanya bukan hanya diisi oleh mahasiswa saja, tetapi juga para pegawai kampus, juga tenaga pengajar ada di sana. Hasby dan Fikar contohnya.
Dua dosen muda yang sekaligus merangkap menjadi mahasiswa tingkat teratas itu juga sering menghabiskan beberapa menitnya di tempat itu. Entah untuk sekedar memesan minuman hangat atau berbincang singkat sembari menunggu waktu mengajar tiba.
"Disertasimu aman, Gus?" Fikar membuka percakapan setelah beberapa menit mereka duduk di sana.
Hasby yang tengah memeriksa file di ponselnya mengangguk singkat. "Alhamdulillah. Sejauh ini, Allah masih beri kelancaran."
"Penelitianmu? Jadi ke Maroko?" tanya Fikar lagi.
Untuk pertanyaan kali ini, Hasby tidak memberikan jawaban berupa kalimat. Akan tetapi, laki-laki itu malah mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan memperlihatkannya pada Fikar, sahabatnya itu.
"Apa ini?"
"Lihat saja," perintah Hasby.
Fikar segera mengambil amplop putih yang disodorkan Hasby dan membuka isinya. Kedua alis tebal miliknya lantas menyatu setelah melihat isi amplop tersebut.
"Paspor?" Hasby mengangguk. "Kapan kamu bikin paspor, Gus? Kok Ane nggak tau?"
"Itu dari prof Ali. Tadi, pas saya masuk ruangan, Pak Zikri langsung memberikannya."
Fikar hanya mengangguk paham tanpa memberikan pertanyaan tambahan. Ia tahu jika hubungan Hasby dan profesor Ali tidak perlu diragukan lagi. Apalagi semenjak mereka sama-sama menyelesaikan pendidikan di Mesir dulu. Jadi, mungkin saja profesor Ali sudah mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk penelitiannya ke Maroko, termasuk membuatkan paspor untuk dirinya dan juga Hasby, mahasiswa yang akan menemani penelitiannya selama di sana.
"Terlampau luar biasa memang sahabat ane yang satu ini," puji Fikar mengembalikan paspor tersebut pada pemiliknya. Ia ikut senang lantaran teman seperjuangannya menjadi dosen itu akan segera menyelesaikan pendidikan strata tiganya. "Lancar-lancar lah pokoknya, yah."
Hasby mengaminkan lewat anggukan kepalanya. Namun, jika diperhatikan lebih seksama, ekspresi wajahnya sama sekali tidak mencerminkan seseorang yang tengah bahagia. Padahal ke Maroko adalah salah satu impian terbesarnya, kemarin sebelum Ara melahirkan. Rupanya, perbedaan antara kenyataan dan mimik wajah Hasby sontak menjadi perhatian Fikar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rihlah Cinta Hasyra [SELESAI]
Spiritual[ARABY Season 2] *** Hasby dan Aisyahra kembali dikaruniakan seorang putri kecil di usia pernikahan mereka yang ke-tujuh tahun. Kehadiran bayi perempuan itu membuat keluarga kecil mereka semakin lengkap dan bahagia. Namun, kebahagiaan yang dirasaka...