31 - Hampir Saja

381 34 4
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

🌷

Langkah kaki yang baru tiba setelah menempuh perjalanan hampir seharian itu tiba-tiba berhenti saat melihat pemandangan di depan mata. Gemetar di tangan kian terasa, beriringan dengan panas di mata yang semakin membendung air. Benar-benar di luar dugaan. Kondisi nyata ternyata lebih buruk dari yang dibayangkan.

Di depannya, hampir tiada bangunan yang masih berdiri kokoh. Semuanya luluh, bersatu dengan tanah. Tangis para perempuan dan anak-anak kian menyayat hati terdalamnya.

Maroko, kini berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan mereka-mereka yang masih terjebak di bawah reruntuhan akibat gempa bumi malam itu. Bukan saja yang masih menghirup napas, tapi juga yang mungkin jiwanya telah tenang di alam sana juga harus segera diselamatkan karena para keluarga sudah menanti kabarnya. Entah raga atau jasad yang akan mereka lihat, yang terpenting mereka dapat melihat mereka untuk terakhir kali.

"Mau menunggu di sini?"

Tepukan pelan di pundak itu berhasil mengumpulkan kesadarannya. Suara dari teman bule yang membantunya bisa sampai dataran tinggi ini membuat kakinya maju selangkah.

"Saya ikut kamu, Bruce. Adik saya pasti sudah menunggu saya di sana," ucapnya yakin.

Meski otaknya menolak untuk menerima bahwa ia pasti bisa membawa sang adik ipar dalam keadaan selamat, tapi hati kecilnya tetap percaya bahwa masih ada keajaiban yang terjadi.

Perlahan, suara-suara ketiga anak kembar yang melepas kepergiannya kemarin kembali terngiang, seolah menjadi kekuatan untuk kembali percaya dan menjadi doa yang tidak mungkin ditolak semesta. Wildan yakin akan hal itu.

Akan tetapi, semakin langkahnya menapaki jalan masuk daerah tersebut, harapannya semakin terkikis harapannya. Kanan kirinya penuh dengan kondisi warga yang begitu mengundang tangis. Beberapa korban yang berhasil ditemukan tengah dikerumuni oleh tangis histeris.

Gempa berkekuatan hampir tujuh magnitudo itu benar-benar merupakan bencana alam terdahsyat yang melanda negeri matahari terbit ini selama 60 tahun terakhir. Naasnya, daerah yang mengalami dampak terparah adalah beberapa desa di kawasan pegunungan terpencil selatan Marrakech, tempat yang menyimpan ribuan jejak sejarah yang begitu berharga bagi negara ini, dan masjid Tinmal, tempat yang terakhir kali dikunjungi sang adik juga memiliki nasib yang sama dengan bangunan bersejarah lainnya. Roboh, hancur, rata dengan tanah.

Di sana, ia bisa melihat dengan jelas bagaimana derita para penduduk yang kehilangan rumah, harta, dan keluarganya. Tidak sedikit dari mereka yang masih berikhtiar, berjuang keras untuk menggali reruntuhan dengan alat seadanya. Dengan harap dan asa yang sama, yaitu menemukan korban yang menghilang di bawah reruntuhan.

Para penduduk, hanya bisa berpasrah pada keadaan. Mengharap penuh akan kedatangan bantuan dan uluran tangan. Sementara saat ini, para tim penolong mengalami kesulitan untuk membawa bantuan masuk ke daerah-daerah pegunungan. Termasuk membawa peralatan berat yang akan digunakan untuk membantu warga melakukan penggalian, serta menyiapkan kuburan bagi ribuan korban yang meninggal akibat gempa tersebut.

Rihlah Cinta Hasyra [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang