بسم الله الرحمن الرحيم
🌷
"Buku-bukunya sudah dimasukin semua, Mine?" tanya laki-laki yang tengah memakai minyak rambut itu sambil menoleh pada perempuan yang masih membereskan koper miliknya.
"Sudah, Mas." Jawaban itu berhasil membuatnya tersenyum lega.
"Maaf, ya, udah ngerepotin," ucap laki-laki itu berjalan mendekati perempuannya. Siratan rasa bersalahnya tercetak jelas di antara lengkungan senyumnya. Harusnya, ia bisa menyiapkan barang-barang pribadinya kemarin. Akan tetapi, kesibukan lain yang ia urus membuatnya harus melibatkan sang istri.
"Enggak apa-apa, Mas. Lagian ini, 'kan, udah jadi kewajiban aku." Respon yang diberikan perempuan itu tidak pernah gagal menghadirkan getaran halus di hatinya. Entah kata terima kasih dengan bahasa apalagi yang harus ia katakan pada perempuan di depannya.
"Kamu ngapain masih di sini?" Pertanyaan perempuan itu spontan menghentikan gerakan tangannya yang hendak mengambil beberapa potong baju yang belum masuk koper.
"Mas mau bantuin kamu," jawabnya cepat.
"Biar aku yang selesaiin semuanya, Mas. Kamu mending sarapan dulu sama anak-anak, ya," titah perempuan yang seringkali dipanggil 'Mine' oleh laki-laki itu.
"Mas mau sarapan sama kamu." Lagi, laki-laki yang tidak lain adalah Hasby itu mengutarakan perasaannya. Memang sejak memberitahu keluarga tentang keberangkatannya ke Maroko hari ini, Hasby tidak pernah ingin jauh-jauh dari istrinya itu. Segala hal yang ingin ia lakukan bersamanya, segera ia utarakan. Sepertinya, Hasby mencoba untuk memanfaatkan detik-detik berharga yang ia punya.
Ara terlihat menahan napas sebentar, kemudian melepas karbondioksida itu dengan durasi yang cukup panjang. Setelahnya, barulah ia mengangguk setuju. Bagaimana pun, ia tidak bisa memaksa laki-laki itu melakukan apa yang tidak ingin dia lakukan.
"Mas beneran mau bawa gambar ini?" tanya Ara ketika tidak sengaja menemukan dua carik kertas berisi hasil gambaran tangan anak-anaknya bertumpuk dengan barang lain milik Hasby.
Sosok yang ditanya itu menoleh sebentar demi melihat objek yang diperlihatkan istrinya. Tiga detik kemudian, anggukan kepala menjadi jawaban atas pertanyaan Ara tadi.
"Kenapa?" tanya laki-laki itu kala mendapati pergerakan istrinya terjeda. Hasby menyimpulkan bahwa Ara sedikit ragu untuk memasukkan kertas tersebut dalam kopernya.
"Itu, 'kan, hadiah dari anak-anak, Sayang. Itu berharga banget buat Mas. Setidaknya, Mas bisa meredakan rasa rindu kalau melihat gambar itu," ungkap Hasby apa adanya.
"Kan bisa lewat video call." Ara berargumen.
"Kalau sinyalnya tiba-tiba nggak ada?"
Ara terlihat berpikir setelah mendapat pertanyaan seperti itu. Secanggih-canggihnya zaman, tidak menutup kemungkinan akan terjadi problem jaringan seperti susah sinyal, 'kan? Itulah kesimpulan yang ditangkap Ara saat ini. Kesimpulan yang akhirnya membuat keyakinannya untuk mengikutsertakan benda itu semakin kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rihlah Cinta Hasyra [SELESAI]
Spiritual[ARABY Season 2] *** Hasby dan Aisyahra kembali dikaruniakan seorang putri kecil di usia pernikahan mereka yang ke-tujuh tahun. Kehadiran bayi perempuan itu membuat keluarga kecil mereka semakin lengkap dan bahagia. Namun, kebahagiaan yang dirasaka...