بسم الله الرحمن الرحيم
🌷
Ara terjaga karena suara tangis Hafsha yang berada di keranjang bayi. Tanpa menunggu nyawanya terkumpul sempurna, perempuan itu segera bangun dan bergerak cepat untuk memeriksa kondisi putrinya. Rupanya, popok yang dipakai Hafsha sudah basah dan dia pasti menangis karena merasa tidak nyaman.
Ara segera mengambil popok yang masih kering dan mengganti pakaian bayinya yang sudah basah tadi. Tidak lupa, ia juga menaburkan sedikit bedak di area-area tertentu agar kulit lembut Hafsha tetap terjaga dan tidak iritasi. Setelahnya, barulah ia menggendong putri kecilnya itu sampai tertidur kembali.
Waktu baru menunjukkan pukul dua dini hari ketika bayi yang berada di gendongan Ara sudah terlelap kembali. Demi memastikan putrinya tidur lebih nyaman, Ara meletakkan bayi mungil itu di tempat tidurnya yang lebih luas. Dengan begitu, Ara bisa lebih leluasa menjaga bayinya jika berada di sampingnya.
"Putrinya Bunda tidur lagi, ya, Nak. Mataharinya masih lama nampaknya. Nanti, kalau udah pagi, kita jalan-jalan, ya, Sayang," gumam Ara mengelus pipi tembam putrinya sambil tersenyum. Senyum teduh yang menyembunyikan berbagai kelelahan dan kepayahan di dalamnya.
Perempuan cantik itu kemudian mengambil ikat rambut di atas nakas dan mengikat surai hitamnya asal-asalan. Dengan gerakan yang begitu pelan, Ara turun dari kasurnya menuju kamar mandi. Jangan sampai ia merebahkan diri kembali dan berimbas pada sholat tahajjud yang terlewati.
Dalam kesyahduan malam itu, perempuan bermukena putih di atas sajadah itu terlihat tengah khusyuk beribadah pada Tuhan-nya. Delapan rakaat akhirnya berhasil ia tunaikan meski dengan kantuk yang masih tersisa di pelupuk mata.
Seolah sudah menjadi tradisinya, Ara beranjak mengambil mushaf kecilnya dan membuka lembaran-lembaran itu satu persatu. Satu juz terbaca sudah seiring dengan lantunan azan yang menggema ke kamarnya. Niat hati ingin segera menunaikan sholat sebelum sang putri bangun lagi, pergerakan Ara justru terjeda ketika mendengar suara ketukan pintu yang begitu pelan.
"Bunda?"
Samar-samar Ara mendengar panggilan itu. Demi menghilangkan rasa penasarannya, ia segera berjalan menuju pintu. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat sosok Arkan berdiri di sana dengan pakaian rapi.
"Mau kemana, Nak?" tanya Ara berjongkok.
"Bunda mau sholat Subuh, kan?" Anak kecil itu bertanya balik. Ara tentu segera menjawabnya dengan anggukan kepala. "Kita jamaah, yuk, Bunda. Abang yang imami."
"Masya Allah, Nak." Ara benar-benar dibuat haru pagi itu. Ia tidak menyangka jika putranya ternyata sudah besar. Bukan Arkan kecil yang dulunya selalu menangis ingin digendong.
"Adik-adiknya mana?"
Mendapati pertanyaan itu, Arkan terdiam sebentar kemudian kembali mendongak. "Aslan dan Arfan masih tidur, Bunda. Tadi Abang sudah bangunkan, tapi mereka tidak bangun-bangun juga," jawabnya terlihat menyesal karena tidak berhasil membangunkan saudara-saudaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rihlah Cinta Hasyra [SELESAI]
Spiritualité[ARABY Season 2] *** Hasby dan Aisyahra kembali dikaruniakan seorang putri kecil di usia pernikahan mereka yang ke-tujuh tahun. Kehadiran bayi perempuan itu membuat keluarga kecil mereka semakin lengkap dan bahagia. Namun, kebahagiaan yang dirasaka...