19 - Janji

458 49 23
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

🌷

Assalamu'alaikum warahmatullah ...

Assalamu'alaikum warahmatullah ...

Dua salam yang diiringi dengan tolehan kepala ke kiri dan ke kanan itu sukses menjadi penanda selesainya kewajiban mereka. Ibadah malam yang dilaksanakan sebanyak empat rakaat tersebut berhasil menghadirkan ketenangan di hati keduanya. Karena memang, tiada ibadah yang lebih nikmat bagi hati kecuali bertemu dengan Rabb Semesta Alam lewat perantara sholat.

Segalau-galaunya hati, pasti akan damai jika ucapan salam telah terucap. Sesempit-sempitnya dada akibat problematika kehidupan, akan terasa plong jika sholat terus dilanggengkan. Karena sholat, satu-satunya meditasi paling ampuh bagi manusia-manusia yang merasakan sesaknya nestapa dalam hidupnya. Karena hanya sholat, satu-satunya bentuk nyata cinta seorang hamba pada Tuhannya.

"Mas."

Panggilan itu berhasil membuat kepala laki-laki berpeci hitam itu menoleh ke belakang. Di sana, senyum dan tangan halus sang istri sudah menunggunya.

Tepat ketika Hasby sudah mengubah posisi, Ara segera meraih tangan kekar itu dan menciumnya. Sikapnya itu tentu saja mendapat balasan serupa dari Hasby. Bahkan, Hasby tidak hanya mencium tangannya, kening dan seluruh bagian wajahnya menjadi tempat Hasby mendaratkan kecupannya.

"Acara di pesantren jam berapa?" tanya Ara setelah rutinitas ibadah mereka selesai.

"Jam setengah sembilan kayaknya. Jadi ikut?"

Ara mengangguk cepat. Bagaimana mungkin ia tidak akan ikut dalam acara syukuran yang dilaksanakan dalam rangka merayakan ulang tahun suaminya itu. "Jadi dong. Masa aku nggak ikut doain Gusku yang paling tampan ini?"

Tawa renyah Hasby terdengar begitu indah ketika keluar dari bibirnya. Entah tips apa yang sudah dipakai Ara sampai-sampai Hasby tidak pernah tidak bahagia jika bersamanya, walau dengan hal sekecil dan seremeh apapun.

"Bisa aja Ningnya Hasby yang paling cantik ini," balas Hasby menarik pelan hidung mancung istrinya itu. "Nanti berangkatnya sama Mas, ya."

"Oke!" Perempuan itu mengangkat kedua jempolnya bersamaan. Merasa tidak ada yang perlu lagi dilakukan di sana, ia hendak beranjak, tapi suara sang suami berhasil menahannya.

"Oh, ya, Ra. Mas mau tanya."

"Apa?"

"Tadi pulang dari rumah Papa jam berapa? Kok bisa ada di rumah pas Mas pulang? Bukannya tadi pagi bilang mau-"

"Enggak jadi, Mas," potong Ara. Ia kembali duduk manis di depan suaminya. Sepertinya, Ara sudah tidak sabar ingin menceritakan kejadian yang sebenarnya pada suaminya itu.

"Nggak jadi kenapa?"

"Eum ... sebenarnya, aku nggak ada rencana mau ke rumah Papa hari ini. Aku bilang kayak gitu buat ngasih kejutan ke kamu. Maaf, ya." Ara menampilkan nyengir kuda setelah mengatakan kalimat tadi.

Rihlah Cinta Hasyra [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang