36 - Tentang Justine

335 45 23
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Kau bersungguh-sungguh dengan ucapanmu yang tadi, Ed?"

Masih membahas topik yang sama, ketika langkah dua pria berpostur tubuh berbeda itu terhenti di kedai kopi yang berjejer di sepanjang jalan depan rumah sakit. Sebenarnya, mereka bisa saja memilih restoran yang lebih terkenal di daerah itu, tapi kegundahan perasaan yang masih tertimbun membuat mereka hanya ingin jalan-jalan keluar sebentar saja.

Menyeret satu kursi, pria yang menjadi sasaran dari pertanyaan tadi itu segera mendudukkan dirinya sembari menunggu si pemilik kedai yang masih melayani pembeli lainnya.

"Kenapa kau tanyakan hal itu lagi, Ramos?" Dokter Edmund melepas jas kerjanya karena mereka sedikit gerah. "Seharusnya kau tak perlu mengulang pertanyaan yang jawabannya sudah kau tahu," lanjutnya kini membuka menu-menu minuman yang tersedia di atas meja.

Dokter Ramos, pria itu kembali menghela napas. Bukan niat hatinya untuk membahas hal itu kembali, tapi hatinya masih belum yakin dan otaknya sulit menerima pernyataan sahabat dekatnya itu.

"Apa karena wajahnya mirip Justine, maka kau berniat untuk membawanya pulang dan tinggal bersamamu?" Satu pertanyaan lain kembali terlontar.

"Setidaknya, pemuda itu bisa meredakan kerinduanku pada Justine," jawab Edmund masih dengan pandangan yang mengarah ke daftar menu.

"Come on, Ed. Sudah tiga tahun, dan kau masih memikirkan anak asuhmu yang hilang itu?"

"Dia akan kembali."

Dokter Ramos mulai merasa jengah dengan sikap pria itu. Entah dengan cara apalagi dia harus menyadari sahabatnya bahwa Justine sudah tidak ada? Bahkan semua tim relawan yang diutus untuk membantu warga Palestina tidak ada yang ditemukan dalam keadaan tubuh yang utuh.

Kini, pria bertubuh gempal itu menunduk, mengingat bagaimana terpuruknya kondisi Edmund ketika mengetahui kabar hilangnya sang putra waktu itu. Semua memori itu tiba-tiba bergulir tanpa diminta.

Justine Brych Edmundo, anak yang dibawa Edmund dari panti asuhan, dibesarkan dengan penuh cinta oleh Edmund dan istrinya. Sampai ketika baru menginjak dewasa usianya, berprestasi dalam pendidikannya, anak itu mengutarakan niat untuk ikut bersama teman kampusnya menjadi tim relawan dalam bidang medis ke Palestina.

Awalnya, Edmund tidak mengizinkan Justine untuk pergi karena kondisi negara itu yang masih cukup berbahaya. Apalagi waktu itu, Justine baru saja melangsungkan acara pertunangannya dengan Emma, perempuan yang dicintainya. Namun, dengan kecerdasan dan kelembutan tutur bahasanya, Justine dengan mudah meluluhkan hati sang ayah.

Hari pemberangkatan pun tiba. Seluruh keluarga ikut mengantar kepergian Justine di bandara. Pesan demi pesan kian terucap, harapan agar pulang dengan selamat kian tertancap. Namun sayang, sehari setelah pemberangkatan itu, Edmund harus menerima kabar bahwa hampir semua relawan Malaga yang tiba di Palestina tidak ada yang selamat dari pengeboman.

Apartemen tempat mereka tinggal dibombardir pasukan zionis. Semua yang tinggal di sana dinyatakan meninggal tertimpa reruntuhan bangunan. Tidak terkecuali Justine yang pada malam sebelum pengeboman itu, mengirimkan pesan terakhirnya pada sang ayah.

Sejak hari itu sampai saat ini, keluarga Edmund belum menerima kabar tentang keberadaan putranya. Entah jasad atau segala hal yang bisa meyakinkannya kalau putranya benar-benar telah meninggal. Karena hal itulah, Edmund masih percaya bahwa Justine, putranya, masih hidup.

"Ram?" Panggilan serta tepukan tangan di lengan berhasil membuat dokter Ramos terperanjat. "Kau melamun?" tanya dokter Edmund.

"Tidak, tidak." Dokter Ramos berbohong. Dia tidak mungkin berkata jujur bahwa dia baru saja memikirkan tentang Justine. Bisa-bisa, sahabatnya itu akan kembali teringat dan menghadirkan kesedihan lain dalam hatinya.

"Sudah kupesankan moccacino. Kalau kau berubah pikiran, pesan lah menu lain." Dokter Edmund melanjutkan ucapannya. Sementara pria sebelahnya, hanya mengangguk.

"Ed, maafkan perkataanku yang tadi," gumam dokter Ramos tiba-tiba.

"Ada apa denganmu?" Dokter Edmund keheranan sendiri dengan perubahan sikap sahabatnya.

"Seharusnya aku bisa menerima keputusanmu tanpa bertanya ini-itu. Aku hanya ... belum terbiasa menerima tindakanmu yang kadang tidak mudah ku mengerti."

Dokter Edmund mengulum senyum tipis dari wajah dengan janggut yang mulai memutih itu. "Kau tak perlu bersikap seolah melakukan kesalahan seperti itu, Ramos. Segala tindakan yang saya lakukan sudah saya pikirkan matang-matang."

Dokter Ramos menyimak saja. Dia harus belajar mendengar apa yang ingin dokter Edmund sampaikan. Dengan begitu, mungkin dia bisa menerima segala keputusannya.

"Saya akan merawat pemuda itu. Dia akan tinggal bersama saya karena saya lah yang membawanya ke sini." Dokter Edmund bersuara lagi. "Selama masa pemulihan, baik ingatan ataupun kakinya, dia akan hidup sebagai putra saya."

"Setelah dia pulih, bagaimana?"

"Saya akan membawanya kembali ke Maroko. Mungkin, keluarganya ada di sana."

"Bukankah itu hanya akan mengingatkanmu dengan Justine? Dan itu akan membuatmu kehilangan untuk kedua kali."

Dokter Edmund kembali tersenyum. Begitu meneduhkan sampai ketulusan terpancar jelas dari wajahnya. "Saya tahu itu. Tapi, kehilangan yang akan saya rasakan nanti tidak sebanding dengan kebahagiaan ketika melihat wajahnya, merawatnya, tinggal bersama sosok yang mirip putra saya sampai beberapa waktu. Setidaknya, kebahagiaan itu mampu membayar kesedihan saya tiga tahun silam."

Dokter Ramos tidak berniat untuk memberikan komentarnya ketika ponsel milik dokter Edmund berdering. Begitu diangkat, ekspresi wajah dokter Edmund tiba-tiba berubah drastis.

"Ada apa?"

"Dia sudah sadar." Wajah dokter Edmund terlihat berbinar.

***

Alhamdulillah, Justine sudah sadar guys 😊 doakan semoga dia baik-baik saja yaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Alhamdulillah, Justine sudah sadar guys 😊 doakan semoga dia baik-baik saja yaa

Bab ini mungkin terpendek dari semuanya 😊

Doakan semoga lekas tamat Yaa. Huhu

Rihlah Cinta Hasyra [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang