Ara memasukkan handphone ke dalam saku roknya sambil menghela napas.
"Yuk pulang! Lo dijemput kan, Ra?"
"Barusan ayah chat nggak bisa jemput. Ada meeting mendadak katanya."
"Gitu ya? Sorry, gue juga nggak bisa nganter lo. Mama tadi chat nyuruh pulang cepet."
"Iya, gapapa Za."
Azza berpamitan ke Ara. Baru satu langkah, ia membalikkan badannya kembali.
"Kok nggak jadi? Katanya disuruh pulang cepet?"
"Gue lupa, lo utang cerita sama gue!"
Ara mengerutkan dahinya bingung. Cerita apa yang Azza maksud.
"Emangnya aku bilang mau cerita ya?"
"Siapa yang tadi pagi tiba-tiba lari, terus ninggalin gue sendirian di koridor?"
Ara jadi teringat kejadian meminta maaf yang membuatnya merasa kesal.
"Hehehe... Maaf Za, nggak sengaja."
"Besok lo harus cerita!"
"Iya-iya."
Azza melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Menuju parkiran untuk mengambil mobilnya. Sepeninggal Azza, Ara melangkahkan kakinya ke gerbang sekolah menuju halte untuk menunggu taksi. Ara mendudukan diri di bangku halte. Dia membuka tas mengambil novel untuk dibaca.
❤(◍•ᴗ•◍)❤
"Gue pulang duluan," Galen berpamitan kepada tiga sahabatnya, dan dibalas anggukkan kepala oleh ketiganya. Ia melajukan mobilnya keluar dari parkiran. Saat sampai ke luar gerbang, matanya menyipit melihat seseorang yang tidak asing sedang duduk di halte.
Tin! Tin!
Ara tersentak kaget. Dia melihat sekitar mencari siapa yang sudah membunyikan klakson mobil kepadanya.
"Klakson mobil siapa sih?"
Galen membuka pintu mobil, menghampiri Ara dan duduk di samping gadis itu.
"Belum pulang?"
"Astaghfirullah! Ngagetin aja!"
Galen terkekeh melihat Ara kaget karena ulahnya.
"Mau ngapain, kak? Nagih kata maaf ke dua ya?"
"Belum pulang?" Galen mengulangi pertanyaan yang ia lontarkan tadi ke Ara.
"Ouh... Lagi nunggu taksi."
"Gak ada yang jemput?"
"Ayah nggak bisa jemput."
"Gue anterin." Tawar Galen.
Mata Ara berkedip dua kali mendengar manusia aneh di sampingnya ini tiba-tiba menawarkan untuk mengantar dirinya.
"Nggak usah, makasih."
"Mendung, bentar lagi hujan."
Ara melihat ke atas langit, dan benar saja awan sudah berubah mendung. Lalu dia melihat jam dipergelangan tangan kirinya pukul 16.45. Sudah satu jam lebih dia menunggu taksi. Dia heran, dari tadi tidak ada satu pun taksi yang lewat.
"Gimana?"
"Huft... Ya udah deh. Terpaksa!"
Galen beranjak dari duduknya dan membuka pintu mobil mempersilahkan Ara masuk. Setelah ara masuk, Galen menutup pintu mobil. Membuka pintu mobil yang satunya lalu mulai melajukan mobilnya. Hanya keheningan yang menemani perjalanan kedua remaja tersebut.
"Rumah lo di mana?"
"Perumahan Anggrek No. 29." Jawab Ara tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan sore lewat kaca jendela mobil milik Galen.
Galen menganggukkan kepalanya. Mobil Galen mulai memasuki perumahan yang Ara maksud dan sampailah di depan gerbang rumah Ara. Mereka membuka pintu keluar dari mobil.
"Makasih tumpangannya."
"Hm." Galen Hanya berdehem menanggapinya. Hal itu membuat Ara kesal untuk kedua kalinya kepada pemuda di hadapannya.
"Galen Alvarez."
"Hah? Nama kakak?"
"Iya."
Julukan manusia aneh yang tersemat untuk pemuda itu sepertinya memang cocok. Tidak ada yang bertanya siapa namanya, tiba-tiba dia malah mengenalkan nama.
"Leoni Arella," akhirnya Ara ikut memperkenalkan namanya.
"Udah tau."
"KOK BISA?"
Galen mengendikkan bahunya acuh. Ia membuka pintu mobil dan melajukan mobilnya. Meninggalkan Ara yang masih kebingungan karena jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Peran (REVISI)
Teen FictionLuka enam tahun masih menganga. Kini harus berusaha untuk menyembuhkan luka yang sama. Menjalankan perannya sendiri dan berusaha untuk dapat menggantikan peran yang hilang. Leoni Arella, seorang remaja yang mendekap lara. Mencoba sembuh agar lebih b...