Ara menatap pantulan wajahnya di cermin toilet sekolah. Luka bekas tamparan di kedua pipi Ara sudah lebih baik dari sebelumnya. Dia menyentuh pipi sebelah kanannya, bayang-bayang kejadian Zevan menampar pipinya berputar di kepala gadis itu. Tanpa sadar, tangan kiri Ara mengepal dengan kuat.
Sudah terhitung tiga hari ini Ara berusaha mendapatkan maaf dari Vandra dan menjelaskan ke ayahnya, namun bundanya masih saja mengacuhkannya. Sama halnya dengan ayahnya yang masih belum percaya kepadanya.
Selama tiga hari itu ,dia tidak bisa tidur karena terus memikirkan masalah tersebut. Dia dapat melihat dengan jelas dalam cermin , tatapan mata sayu dan kantung mata yang nampak menghitam. Ara merogoh saku rok seragam miliknya, mencari benda untuk menyamarkan kantung matanya.
Setelah mendapatkannya, dia membuka tutupnya lalu mengeluarkan isinya. Benda itu adalah pelembab sekaligus foundation. Dia mengaplikasikan pelembab itu di kedua kantung matanya. Setelah kantung matanya sudah terlihat tidak terlalu menghitam, Ara menutup pelembab tersebut dan memasukkannya kembali ke dalam saku rok miliknya.
Ara membuka kran lalu mencuci kedua tangannya, setelah selesai dia kembali menutup kran dan mengeringkan tangannya menggunakan handuk kecil. Dia melangkahkan kakinya keluar dari toilet untuk menuju ke kelas. Hari ini kepala sekolah sedang mengadakan rapat dengan semua guru. Oleh karena itu, tidak ada guru yang masuk ke dalam kelas untuk mengajar.
Mata Ara menyipit melihat seseorang yang berjalan tidak jauh darinya, dia mempercepat langkahnya untuk mendekati orang itu. Dari belakang, Ara mencekal tangan kanan orang tersebut.
"Rain tunggu!"
Langkah Raina terhenti, ia melihat tangan kanannya yang dicekal oleh Ara. Perlahan Rain melepaskan cekalan tangannya dari Ara. Saat akan kembali melanjutkan langkahnya, Ara kembali menahan tangannya.
"Sebentar, aku mau ngomong sama kamu"
Rain menghela nafasnya, manik matanya menatap wajah Ara. Ia tertegun melihat sorot mata Ara yang terlihat lelah.
"Ada apa?"
"Kamu lagi marah sama aku Rain?"
Raina sedikit terkejut mendengar ucapan Ara, ia menetralkan raut wajahnya. Jujur saat ini ia sedang bingung akan menjawab apa, Rain diam menatap wajah milik Ara.
"Kenapa kamu diem? Jangan kaya gini Rain, kalau kamu ada masalah sama aku, kita selesaikan. Aku merasa sikap kamu ke aku sedikit berbeda" Ara menatap dalam kedua mata milik raina
Rain memalingkan wajahnya, ia meruntuki dirinya sendiri. Ternyata Ara dapat merasakan perubahan sifatnya. Ia bingung sekarang, atau mungkin ini saat yang tepat untuk mengatakan sejujurnya ke Ara. Masalah akan bagaimana nantinya, ia pasrah. Karena jujur, Rain sudah lelah menutupi semuanya.
"Apa yang kamu rasakan jika orang yang dulu sangat dekat denganmu, tidak mengenali dirimu?"
Ara mengerutkan keningnya mendengar ucapan Rain, apa maksudnya? Dan siapa orang yang tidak mengenali Rain?.
"Maksud kamu?"
Kedua pelupuk mata Rain mengeluarkan lelehan kristal bening, ia terisak pelan. Ara yang melihat itu terkejut, apakah orang itu sangat berarti bagi Rain .Ara mengusap pelan bahu milik Rain menenangkannya.
"Hiks... Dia jahat! Dia lupa sama aku.Tapi sekarang dia dekat dan perhatian sama kamu Ara!" Rain meluapkan semua emosi yang selama ini ia pendam sendiri
Ara terdiam setelah mendengar ucapan Rain, bibirnya kelu. Kenapa lagi-lagi tentang perhatian? Ara merasa seolah-olah dia adalah perebut perhatian orang. Dan mengapa masalah datang kepadanya secara bersamaan seperti ini. Masalah dia dengan keluarganya saja belum selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Peran (REVISI)
Teen FictionLuka enam tahun masih menganga. Kini harus berusaha untuk menyembuhkan luka yang sama. Menjalankan perannya sendiri dan berusaha untuk dapat menggantikan peran yang hilang. Leoni Arella, seorang remaja yang mendekap lara. Mencoba sembuh agar lebih b...