Bagian 40

61 10 2
                                    

Ayah tidak percaya? Baiklah
- Leoni Arella


Hari berganti malam, rembulan hadir menghiasi langit menggantikan Sang mentari untuk menyinari alam semesta. Di kursi meja belajar dalam sebuah kamar seorang remaja duduk merenung. Kedua tangannya menopang dagu miliknya. Pikirannya menerawang jauh.

'Tante Vandra adalah sahabat mama kamu, alasan kenapa ayah menikahi tante Vandra juga keinginan mama kamu sebelum meninggal'

Setelah selesai makan malam, ayahnya meminta dirinya untuk datang ke ruang kerja. Ada hal yang akan ayahnya bicarakan, Ara hanya diam setelah mendengar ucapan ayahnya, dia langsung pamit pergi ke kamarnya.

Fakta apalagi ini, sekarang dia bingung harus bersikap seperti apa ke Vandra. Dia merasa masih canggung bila berinteraksi dengan Vandra. Mengapa ayahnya menyembunyikan hal sepenting ini kepadanya. Ara teringat waktu pertama kali ayahnya membawa tante Vandra dan Qila ke rumahnya. Ayahnya masuk ke dalam kamarnya untuk memberi tau tentang tante Vandra dan Qila, namun dirinya menolak dan berakhir ayahnya itu membentak dirinya.

Lamunan Ara buyar saat mendengar langkah kaki memasuki kamar miliknya. Kepala Ara menoleh ke arah pintu, terlihat Qila memasuki kamar lalu duduk di tempat tidur milik Ara. Ara menghela nafasnya, apa yang akan dilakukan oleh Qila.

"Lo pake pelet apa sih? Kok bisa narik simpati semua orang?"

Ara hanya memandang datar ke arah Qila. Lagi-lagi tentang simpati dan sebuah perhatian. Dia sangat muak bila Qila membahas tentang dua hal itu. Qila berdiri mendekati Ara, remaja itu menatap Ara dengan intens, manik mata keduanya bertemu namun Ara segera mengalihkan pandangannya.

"Waktu itu lo bilang, gue boleh milikin perhatian bunda untuk diri gue sendiri. Lo juga bilang, gue boleh sekalian ambil perhatian ayah lo bukan? Baiklah, dengan senang hati akan gue lakuin"

Qila tersenyum smirk ke arah Ara, Qila mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. Itu adalah sebuah gunting , raut wajah Ara memandang bingung ke arah Qila, kenapa Qila membawa sebuah gunting?.

"Maaf ya? Gue hanya ingin mengabulkan permintaan lo"

Setelah mengucapkan itu, Qila menjambak rambut miliknya lalu menampar dirinya sendiri sampai bibirnya sobek dan mengeluarkan darah. Tidak sampai disitu, Qila menggunting baju menggunakan gunting. Mata Ara membelakak melihat Qila menyakiti dirinya sendiri. Ara bangkit dari duduknya lalu berusaha menghentikan aksi gila Qila.

"Apa kamu udah nggak waras? Berhenti Qila!" ara mengambil gunting dari tangan kanan Qila

Qila terkekeh mendengar ucapan Ara. Keadaan Qila sudah berantakan. Rambut panjangnya acak-acakan, pipi kanan lebam, sudut bibirnya sobek dan baju yang dikenakan remaja itu sudah sobek.

"Gimana hasil karya gue? Bagus bukan?"

"Kamu gila!"

Qila menangis histeris, lagi-lagi Ara kaget dengan reaksi Qila.

"Gue mohon berhenti ra, ini sakit" ucapnya sambil menangis

Vandra menaiki anak tangga, wanita itu berniat ingin pergi ke kamar anak kandunganya. Langkah Vandra terhenti saat mendengar keributan dari kamar milik Ara. Vandra membuka pintu kamar Ara yang memang tidak dikunci. Vandra mematung melihat pemandangan dihadapannya, terlihat Qila sedang menangis dan Ara yang memegang gunting di tangan kanannya.

Vandra berlari mendekati Qila dan memeluk erat anaknya. Sorot mata milik Vandra memandang kecewa ke arah Ara. Ara yang melihat sorot mata milik Vandra sedikit tertegun. Sorot mata yang biasanya memandang dirinya dengan tatapan teduh, kini berubah menjadi tatapan kekecewaan. Ara menggelengkan kepalanya, mencoba mengatakan bahwa bukan dirinya yang melakukan itu.

"Apa yang kamu lakuin sama anak bunda Ara? Kenapa kamu tega menyakiti Qila seperti ini!"

"Bukan ara yang ngelakuin, qila menyakiti dirinya sendiri"

"Qila itu masih waras, mana mungkin dia menyakiti dirinya sendiri!"

Zevan baru saja mengambil air minum dari dapur. Karena air minum di ruang kerjanya sudah habis, saat akan kembali ke ruang kerja, ia mendengar keributan dari kamar Ara. Pria itu menaiki satu per satu anak tangga dengan tergesa-gesa. Saat sampai di kamar Ara, ia di sambut dengan pemandangan yang membuat kedua matanya kaget. Di dalam sana, terlihat Qila sedang menangis di dalam pelukan istrinya dengan Vandra yang memarahi Ara.

Zevan mendekat ke arah ketiga perempuan itu. Zevan menatap Qila dan Ara secara bergantian. Zevan terkejut melihat penampilan Qila yang bisa dikatakan tidak baik. Kedua bola mata Zevan melihat ke arah tangan kanan Ara yang memegang sebuah gunting.

PLAKK!

Bunyi tamparan terdengar menggema, kepala ara menyamping ke arah kiri. Rasa panas menjalar di pipi sebelah kanan milik Ara, tangannya bergetar menyentuh pipinya. Ara meringis menahan sakit di sudut bibirnya. Pipi kanan milik Ara merah akibat tamparan dari Zevan, sudut bibirnya sobek sampai mengeluarkan darah akibat tamparan keras dari ayahnya.

"Vandra, bawa Qila ke kamarnya"

Vandra merangkul Qila, wanita itu menuntun anaknya untuk keluar dari kamar Ara. Setelah Vandra dan Qila keluar dari kamar, Zevan menatap tajam ke arah Ara. Dirinya capek setelah berkutat dengan berkas-berkas kantor, tapi Ara malah menambah pusing kepalanya.

Ara membalas tatapan Zevan dengan teduh, namun sedetik kemudian sorot mata Ara berubah menjadi dingin. Zevan yang melihat perubahan sorot mata milik Ara sedikit terkejut.

Ara kecewa dengan ayahnya. Selama ini ayahnya tidak pernah bermain tangan kepadanya. Semarah-marahnya ayahnya, beliau hanya akan mengeluarkan omongan pedas dan sedikit gertakan kepadanya. Ara sudah terbiasa dengan itu. Masih terekam jelas dalam pikirannya. 'Ayah akui omongan ayah ketika marah pasti seringkali menyakitimu, tapi ayah tidak akan bermain tangan kepadamu'. Tapi sekarang? ayahnya mengingkari perkataannya sendiri.

"Ayah percaya sama Ara , Kan?" ucap ara dengan nada keputusasaan

"Apakah ini yang diajarkan oleh ayah kepadamu?"

"Ayah tidak percaya? Baiklah"

Ara menjambak rambut miliknya, dia menampar keras pipi sebelah kirinya, menggunting bajunya dengan brutal menggunakan gunting milik Qila. Mata Zevan membelakak melihat kejadian di hadapannya. Zevan mencoba menghentikan Ara.

"Apa kamu bosan hidup? Berhenti Ara!" zevan mengambil gunting dari tangan ara

Ara terkekeh mendengar ucapan ayahnya. Keadaan Ara sama persis seperti keadaan Qila.

"Bagaimana karya Ara? Bagus bukan?"

"Kamu gila!"

Ara menangis histeris, Zevan kaget dengan tangisan Ara.

"Aku mohon berhenti yah, ini sakit"

"Apa yang kamu lakuin ke diri kamu sendiri Ara? Ayah tidak melakukannya"

"Bukan ara yang ngelakuin, ayah yang menyakiti ara"

"Ayah itu masih waras, mana mungkin ayah menyakiti dirimu!"

Ara tertawa keras mendengar ucapan Zevan. Zevan menatap Ara dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Seperti itu yang dilakukan oleh anak sambung ayah" ucap ara datar

Zevan membuang gunting dari tangannya ke sembarang arah. Ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar milik Ara. Setelah Zevan keluar, Ara jatuh terduduk. Tangannya meraih cermin di atas nakasnya. Dia menatap wajahnya dari pantulan cermin.

"Sungguh sebuah drama yang menakjubkan"

.
.
.

Tbc

Semangat dan jangan lupa bahagia !!! 👋🏻💕

Dua Peran (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang