Bagian 31

51 7 2
                                    

Apakah kebiasaan orang itu menyimpulkan sebelum mendengarkan penjelasan?
- Leoni Arella

Taksi yang ditumpangi ara berhenti di depan gerbang rumahnya. Gadis itu turun dari taksi lalu membayar ongkos taksi tersebut.

"Ini pak uangnya," ucap Ara memberikan uang kepada sopir taksi.

"Terima kasih, Dek."

"Sama-sama, pak." balas Ara tersenyum.

Ara mulai melangkahkan kakinya memasuki gerbang rumahnya. Saat sudah di depan pintu, Ara membuka knop pintu rumahnya. Dia sedikit terkejut mendapati ayahnya sudah berdiri dengan bersedekap dada.

"Assalamualaikum, Yah." ucap Ara menyalami tangan kanan Zevan.

"Waalaikumsalam."

"Habis keluyuran dari mana kamu hah? Jam segini baru pulang? tanya Zevan.

"Maaf yah, Ara habis dari ma--"

"Om, kata bunda brownisnya udah matang.

Ucapan Ara terpotong oleh Qila yang tiba-tiba muncul dari arah dapur rumahnya.

Zevan mengangguk sebagai jawaban atas ucapan Qila. Ia kembali menatap anaknya.

"Kalau pulang sekolah tuh langsung pulang ke rumah, bukannya malah keluyuran nggak jelas! Kamu itu perempuan lho, Ra."

Ara menundukkan kepalanya, kenapa ayahnya mengambil kesimpulan sendiri sebelum mendengarkan penjelasannya. Dalam hatinya mengumpati qila yang tiba-tiba datang dan memotong ucapannya.

"Kamu juga harus masak buat makan malam, apa kamu lupa tugasmu itu? Atau kamu sudah tidak sanggup untuk mengerjakannya? Untung tadi tante Vandra dan Qila dateng ke rumah."

Lihatlah, sekarang ayahnya malah langsung menghakiminya begitu saja. Dan soal memasak, Ara tidak lupa dengan tugasnya. Dia hanya ingin melepas rindu ke mamanya. Apakah itu salah? Moodnya sekarang sedang tidak bagus. Sampai rumah malah membuat moodnya semakin buruk.

Qila diam-diam tersenyum miring melihat Ara sedang dimarahi oleh ayahnya. Rasanya senang sekali menonton drama di sore hari secara live.

"Kamu kok baru pulang sih, Ra? Padahal aku udah pulang dari tadi." ucap Qila dengan muka polosnya.

"Bukan urusan kamu." balas Ara yang sudah kepalang kesal menanggapi drama ini.

"Qila itu calon adek kamu! Bersikaplah dengan sopan, Qila bertanya baik-baik."

Ara menggigit bibir bawahnya menahan lelehan kristal bening dari kedua pelupuk matanya. Kedua tangannya mengepal kuat hingga kuku jari-jarinya menusuk telapak tangannya. Oh ayolah, dirinya capek ingin istirahat bukannya malah menanggapi drama omong kosong seperti ini.

Saat akan kembali membuka suaranya, Vandra datang dari arah dapur dengan membawa sepiring brownis di tangannya.

"Eh, Ara udah pulang? Kok belum ganti seragam? Bersih- bersih dulu gih, nanti kita makan brownis sama-sama."

Ara yang mendengar perintah Vandra langsung melenggang pergi menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya, dalam hati dia mengucapkan terima kasih ke Vandra karena sudah menyelamatkan dirinya dari drama itu. Mungkin memang terlihat tidak sopan, tapi badannya benar-benar sudah lelah. Dia ingin mandi untuk mendinginkan kepalanya yang rasanya ingin pecah. Sesampainya di kamar, Ara menutup pintu kamarnya. Ara membuang tasnya ke sembarang arah. Dia merebahkan dirinya ke tempat tidur dengan posisi tengkurap. Ara menenggelamkan kepalanya ke bantal miliknya untuk meredam tangisannya. Kedua tangannya meremas kuat bantal tersebut untuk menyalurkan emosinya.

Dua Peran (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang