Bagian 45

49 5 2
                                    

Happy Reading
.
.
.

Vandra mengelus rambut Qila yang saat ini sedang merebahkan tubuhnya dengan paha Vandra sebagai bantalan kepala Qila. Wanita itu masih memikirkan tentang kejadian saat Ara menyakiti Qila. Sebenarnya, ia sedikit ragu bahwa Ara tega menyakiti anak kandungnya.

Ia merasa bersalah kepada Almh mama Ara sekaligus sahabatnya, Vandra sudah berjanji kepada Viona saat ia bertemu sahabatnya dalam mimpi bahwa ia akan menyayangi Ara dengan tulus. Namun, ia malah sudah membentak Ara.

Qila yang merasa bundanya malamun mengelus pelan tangan milik Vandra. Vandra sedikit tersentak, ia menatap ke arah Qila. Vandra ingin memastikan kejadian yang sebenarnya.

"Qila, bunda mau tanya sama kamu"

Qila mengubah posisinya menjadi duduk, ia menatap ke arah bundanya yang seolah ingin tau tentang sesuatu.

"Tanya apa bun?"

Vandra mengambil nafas lalu mengeluarkannya secara perlahan. Ia harus mencari tau kebenarannya sekarang. Vandra terus terbayang wajah Ara saat dia mengatakan bahwa bukan Ara yang menyakiti Qila.

"Apa benar waktu itu Ara yang menyakiti kamu?" tanya vandra dengan nada lembutnya

Qila terdiam mendengar ucapan bundanya, ada rasa ketakutan dalam benak gadis itu. Qila meremat kuat jari-jarinya untuk mengurangi rasa gugupnya.

Vandra yang melihat Qila terdiam semakin yakin bahwa anak kandungnya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

"Tolong kamu jawab jujur, bunda tidak akan marah jika kamu menjawab dengan jujur, Nak"

"m-maaf bun t-tapi bunda j-janji jangan marah ke Qila ya?" ucap qila terbata

"Maka, katakan dengan jujur"

Qila mengumpulkan keberaniannya untuk berbicara, bundanya pasti akan kecewa dengannya dan yang lebih parah lagi ia takut bundanya tidak perhatian lagi kepadanya. Qila menggelengkan kepalanya, bundanya sudah bilang bahwa beliau tidak akan marah jika ia mengatakan dengan jujur. Setelah berdebat dengan hati dan pikirannya, akhirnya Qila memutuskan untuk berbicara jujur.

"Sebenarnya, Qila yang menyakiti diri sendiri"

Deg

Vandra mematung mendengar ucapan yang baru saja dilontarkan anaknya. Ternyata benar kata Ara, bahwa Qila menyakiti dirinya sendiri. Bukan Ara yang menyakiti Qila. Sebenarnya ia kecewa dengan Qila. Akibat perbuatan anaknya, Ara sampai mendapat tamparan keras dari Zevan, bahkan ia juga saat itu sudah menuduh dan membentak Ara tanpa mau mendengarkan penjelasan.

Vandra menghela nafas lalu memijit pangkal hidungnya. Apa alasan Qila sampai melakukan hal seperti itu, bahkan dia tidak memikirkan apa akibat dari perbuatannya tersebut.

"Kenapa kamu ngelakuin itu?"

"Aku takut bunda akan lebih perhatian ke Ara dibanding Qila" qila menundukkan kepalanya

Jadi, alasan kenapa Qila melakukan semua itu adalah takut kehilangan perhatiannya? Kehilangan sosok ayah dari bayi membuat Vandra memang memberikan perhatian seorang ibu sekaligus menjadi sosok ayah untuk Qila.

Ini murni kesalahan pola asuhnya terhadap Qila, ia berlebihan dalam memberikan perhatian kepada anaknya. Ternyata, dampaknya membuat Qila menjadi pribadi yang egois dan tidak mau membagi perhatian dirinya kepada siapapun.

Vandra merasa gagal mendidik putri satu-satunya. Ia memang memerankan sosok ibu sekaligus ayah untuk Qila, namun tetap saja, Qila tidak mendapatkan didikan tegas dari sosok seorang ayah.

Vandra menangkup wajah Qila lalu menatap dalam manik mata putrinya, ini bukan Qila putrinya, Qila yang dulu adalah anak yang baik hatinya, bukan menjadi egois.

"Sayang, dengerin bunda. Qila tidak akan kehilangan perhatian bunda, Qila akan tetap menjadi putri satu-satunya bunda. Tapi Qila juga harus tau, sekarang bunda sudah menjadi bundanya Ara juga.  Bukankah bunda juga harus perhatian ke Ara? Bunda akan menyayangi kedua putri bunda tanpa akan membedakannya"

Qila terisak karena ucapan bundanya, Vandra membawa Qila ke dalam pelukannya lalu mengelus punggung putrinya.

.
.
.

Disisi lain, Seorang remaja sedang duduk sendirian di bangku taman dekat komplek perumahannya. Kedua bola mata coklat terang miliknya memandang hamparan bintang dan rembulan yang menghiasi Arsy Sang Maha Pencipta Alam. Sungguh indah ciptaan-Nya.

Pikirannya menerawang jauh, kepalanya berasa seperti dihantam keras oleh sesuatu. Namun,itu bukanlah sebuah benda melainkan masalah yang sedang menggerogoti pikirannya.

"Ma, Ara kangen" isakan lirih terdengar dari bibir gadis itu

Kedua bahunya bergetar, rasanya sesak sekali. Mengapa harus tentang kehilangan, mengalah dan merelakan?. Jujur, saat ini dia capek harus berhadapan dengan ketiganya. Karena terlalu larut dalam tangisannya, Ara sampai tidak sadar bahwa dari tadi sudah ada pemuda yang duduk di sampingnya.

"Mau cerita ke abang?" tanya pemuda itu

Ara mengusap sisa air matanya, dia menatap pemuda itu dengan raut wajah sendu. Ara langsung memeluk erat pemuda itu. Zergan sedikit tersentak namun tak ayal membalas pelukan Ara.

Zergan pergi keluar untuk mencari udara segar, dia memutuskan untuk pergi ke taman dekat komplek perumahan Ara. Saat sedang berjalan mengitari taman, kedua bola matanya menangkap Ara yang sedang duduk sendirian.

Zergan membiarkan Ara menangis dengan puas agar gadis itu lega. Ara yang merasa dirinya sudah sedikit tenang melepaskan pelukannya dari Zergan.

"Jadi, kenapa dengan adek abang ini hm?"

Zergan memang sudah menganggap Ara sebagai adeknya, pemuda itu ingin menjaga Ara layaknya adek kandungnya, tidak lebih dari itu.

"Abang, Ara itu perebut perhatian orang ya?"

Zergan terdiam mendengar ucapan Ara, ia terkejut mengapa Ara bertanya seperti itu. Tangan kanan Zergan bergerak mengusap rambut panjang milik Ara dengan lembut.

"Dengerin abang, Ara itu bukan perebut perhatian orang. Jika orang lain kasih perhatiannya ke kamu, berarti orang itu nyaman berdekatan denganmu"

"Tapi ada yang nggak suka ara dapat perhatian itu" ara menyenderkan kepalanya di bahu milik zergan

Zergan terkekeh mendengar ucapan Ara, ia merasa seperti sedang menjadi seorang ayah yang mendengarkan keluhan putrinya.

"Berarti orang itu belum paham tentang kamu, Ra. Dan mereka hanya melihat dari satu sudut pandang, yaitu sudut pandang mereka sendiri"

Keduanya kembali terdiam, sampai Zergan kembali membuka suaranya.

"Sekarang abang mau tanya, Jika ada setitik noda di selembar kain putih, orang yang melihatnya akan berfokus ke apanya?"

"Nodanya, mungkin?" tanya ara ragu

"Ya, kamu benar. Orang yang melihatnya pasti akan langsung menilai bahwa kain putih itu kotor. Padahal, jika orang itu melihat dengan sudut pandang yang lain, kain itu akan kembali bersih jika kita mencucinya"

Ara menganggukkan kepalanya paham, dia mengerti sekarang. Mereka hanya melihat dari satu sudut pandang saja, tanpa mau melihat dari sudut pandang yang lain.

Itulah manusia, jika sudah dikuasai oleh egonya sendiri, maka dia akan gelap mata. Hanya terfokus pada satu poros, ya manusia memang masih banyak kekurangan. Karena sesungguhnya, kesempurnaan itu hanya milik Sang Pemilik Raga dan Pencipta Seluruh Alam Semesta beserta isinya.

"Terima kasih abang!" ucap ara dengan tulus

"Sama-sama"

.
.
.

Tbc

Semangat dan jangan lupa bahagia !!!👋🏻💕

Dua Peran (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang