Bagian 17

57 7 0
                                    

⭐️ 🌕 ⭐️

Semilir angin malam menerpa wajah seorang gadis yang sedang berdiri di balkon kamarnya, netranya memandang hamparan bintang. Dia termenung sendiri .

Ketiga sahabatnya pamit pulang ke rumah mereka masing-masing. Jika ingin egois, dia berharap sahabatnya menginap lagi. Tapi, dunia mereka bukan hanya tentang dirinya.

' Anak mama suka bintang nggak? '

' Suka, ara suka bintang! Mama juga suka bintang? '

' Mama juga suka bintang. Kalau suatu saat mama udah nggak bisa lagi sama Ara, Ara bisa lihat bintang . Cari yang paling bersinar '

' Emangnya mama mau ke mana? '

Mama Ara hanya tersenyum menanggapi pertanyaan anaknya

"Bintangnya cantik ma, Kira-kira mama yang mana? Ah iya, mama lagi lihat ara dari atas sana kan?"

 Kedua matanya memanas, dia menahan agar liquid bening itu tidak mengalir dari pelupuk matanya. Rasa sesak kembali menggerogoti hatinya. Bolehkah dia berharap bahwa ini hanyalah sebuah mimpi?

Dia masih ingin bisa memeluk raga itu, mendekapnya dengan erat. Semua bintang di atas langit, tidak bisa menggantikan satu bintang dalam hidupnya. Jika dirinya ibarat bulan, mamanya adalah bintang yang selalu ada untuk menemani bulannya.

"Bulanmu ini merindukan pelukan bintangnya ma, sinarnya sedang redup."

 Setelah cukup lama berdiri di balkon kamarnya, Ara beranjak dari balkon dan masuk ke dalam kamarnya. Dia mengunci jendela kamar lalu menutup gordennya. Merebahkan badannya di atas tempat tidur, perlahan matanya mulai terpejam. Dia berharap malam ini dapat memeluk bintangnya dalam mimpi.

Dua Peran (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang