Koridor kelas masih nampak sepi. Ara berjalan sambil menikmati lagu menggunakan earphone yang terpasang pada kedua telinganya. Karena terlalu larut menikmati lagu, dia kurang fokus memperhatikan sekitarnya.
BRUK!
"Aduh!" Ara meringis sambil mengusap-usap pinggangnya yang terasa sakit akibat baru saja terjatuh.
"Siapa yang masang pilar di tengah koridor gini sih, kan jadi menimbulkan korban. Huh!" Ara berdiri perlahan sambil mengomel. Tanpa dia sadari, di depannya ada seorang pemuda yang dari tadi sedang memperhatikan dirinya.
"Ekhem! Udah ngomelnya?" sentak pemuda itu.
"Eh, sejak kapan ada orang?"
Pemuda itu mendengus kesal. Bukannya meminta maaf, gadis di depannya ini malah bertanya seperti itu. Ia hanya bisa menghela nafasnya.
"Lo tadi nabrak gue! Bukan pilar."
"Lah iya kah? Kirain aku nabrak pilar. Abisnya badan kamu keras kaya pilar sih."
Pemuda di hadapannya memijit pelipisnya. Ini masih terlalu pagi, tapi di depannya sudah ada seorang gadis yang sedang menguji kesabaran.
"Terserah!" Pemuda itu berjalan meninggalkan Ara yang masih berperang dengan pikirannya. Ia sempat melirik name tag yang terpasang pada seragam gadis didepannya.
"Leoni Arella", ucapnya dalam hati.
Seolah tersihir, Ara tersadar dari lamunannya. Dia tersentak karena pemuda di hadapannya sudah pergi.
"Udah pergi? Eh iya aku kan belum minta maaf tadi. Mana main pergi aja lagi," kesalnya.
Akhirnya dia melanjutkan langkah menuju kelas sambil terus mengomel sepanjang jalan. Dari kejauhan, pemuda itu memandangi Ara yang berjalan dengan ocehannya. Karena sebenarnya, ia hanya bersembunyi di balik salah satu pilar. Dan tentunya mendengar apa yang Ara ucapkan setelah dirinya pergi.
"Unik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Peran (REVISI)
Fiksi RemajaLuka enam tahun masih menganga. Kini harus berusaha untuk menyembuhkan luka yang sama. Menjalankan perannya sendiri dan berusaha untuk dapat menggantikan peran yang hilang. Leoni Arella, seorang remaja yang mendekap lara. Mencoba sembuh agar lebih b...