🥀🥀🥀
Ara melangkahkan kaki memasuki rumah. Dia melihat ayahnya duduk di sofa ruang tamu sedang membaca dokumen kantor dengan ditemani segelas kopi di atas meja. 'Tumben ayah pulang jam segini,' batin Ara.
"Assalamualaikum" ucap Ara menghampiri ayahnya lalu menyalaminya.
"Waalaikumsalam," jawab Zevan.
"Tumben ayah pulang cepet?"
"Nanti malam kita akan makan malam di luar bersama tante Vandra dan Qila."
Ara terdiam mendengar perkataan ayahnya. Dia malas jika harus bertemu dengan Qila. Tetapi jika ia menolaknya, ayahnya pasti akan tetap memaksa dirinya untuk ikut.
"Tidak ada alasan untuk kamu tidak ikut."
"Hm iya, Ara ikut."
Gadis itu menaiki anak tangga lalu masuk ke dalam kamarnya. Ara merebahkan dirinya di atas kasur. Dia melirik jam dinding di kamarnya, masih ada waktu untuk menunaikan Sholat Ashar. Dia bangkit dari tempat tidur masuk ke dalam kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Setelah selesai, dia memakai mukena lalu menunaikan Sholat Ashar.
.
.
.Malam hari pun tiba, kini Ara sedang menatap pantulan dirinya dalam cermin. Dia sudah bersiap sehabis Sholat Isya tadi. Hanya tinggal keluar kamar menuju ke ruang tamu. Tetapi, rasa malas itu masih hinggap dalam dirinya.
"Sebenarnya aku males banget ikut, tapi pasti nanti ayah bakal marah."
Setelah melawan rasa malasnya itu, akhirnya Ara keluar dari kamarnya. Dia menuruni anak tangga, terlihat ayahnya sudah menunggu dirinya.
"Ck! Kenapa kamu lama sekali?" ucap Zevan sambil melihat jam tangan di pergelangan tangan kirinya.
"Maaf," balas Ara sambil menundukkan kepalanya.
"Sudahlah, ayo kita berangkat."
Zevan dan Ara melangkahkan kaki keluar dari pintu. Zevan mengunci pintu rumahnya lalu berjalan menuju mobil miliknya diikuti Ara di belakangnya. Mereka berdua masuk ke dalam mobil. Setelah itu, Zevan langsung melajukan mobilnya untuk menuju ke restoran.
.
.
."Maaf sudah menunggu lama," ucap Zevan mendudukkan dirinya di kursi restoran, diikuti Ara yang duduk di sampingnya.
"Tidak apa-apa, Mas. Kita juga baru beberapa menit yang lalu," balas Vandra sambil tersenyum.
Qila yang melihat Ara tersenyum smirk ke arah gadis itu. Ara hanya memutar matanya jengah.
"Baiklah, kalau begitu saya akan memesan makanan terlebih dahulu."
Zevan memanggil salah satu pelayan di restoran itu. Pelayan tersebut menghampiri meja Zevan, lalu mencatat pesanan ke empat orang itu.
"Ditunggu sebentar ya pak," pelayan itu pergi untuk menyiapkan pesanan.
Zevan mengganggukkan kepalanya. Setelah pelayan itu pergi, Zevan menatap Ara dan Qila secara bergantian.
"Kalian pasti bingung kenapa kita merencanakan makan malam ini kan?"
Ara dan Qila menggangguk sebagai jawaban.
"Ayah ingin kalian bisa lebih dekat satu sama lain. Terlebih kamu Ara, kamu harus bisa belajar untuk menerima tante Vandra dan Qila."
"Selain itu, apa yang akan ayah bicarakan?" tanya Ara.
Obrolan mereka terhenti karena seorang pelayan datang membawa pesanan mereka. Pelayan itu meletakkan makanan di atas meja. Setelah itu, pamit untuk melayani pelanggan yang lain.
"Kita lanjutkan nanti, makanlah dulu," titah Zevan.
Mereka ber empat mulai memakan makanannya. Tidak ada yang membuka obrolan sewaktu makan. Setelah beberapa menit, mereka sudah selesai menyantap makanannya. Zevan meletakkan sendoknya di atas piring, lalu meneguk air minum, ia mengelap mulutnya menggunakan tisu.
"Ayah akan jawab pertanyaanmu tadi. Selain untuk lebih dekat, ayah ingin memberi tau bahwa pernikahan kami akan diadakan satu minggu lagi."
Ara bingung harus merespon seperti apa. Jika dirinya tidak setuju, pernikahan itu pun akan tetap dilaksanakan.
"Beneran, om? Yes! Bentar lagi Qila bakal punya ayah baru."
Zevan tersenyum mendengar ucapan Qila. Ara menatap ke arah Vandra, wanita itu tersenyum menatap teduh gadis itu. Ara hanya membalas dengan senyuman kecil. ' Maaf tante, Ara belum bisa menerima kalian sepenuhnya,' batin Ara. Vandra yang melihat raut wajah ara tersenyum maklum. Ia tau pasti tidak semudah itu untuk menerima orang baru. Apalagi orang ini sebagai pengganti seorang ibu untuk gadis itu. 'Tante tau kamu masih berusaha untuk menerima kami, tante akan mencoba untuk dekat denganmu... Tetapi, tidak akan menggeser nama mamamu di dalam hatimu.' ucap Vandra dalam hatinya.
"Qila, bagaimana dengan sekolah barumu?" tanya Zevan.
"Nyaman kok om, aku juga seneng bisa satu kelas sama Ara."
"Baguslah kalau gitu, nanti kalian bisa saling menjaga."
Apa yang sedang Qila rencanakan?" ucap Ara dalam hati.
"Lihat Ra, Qila senang akan jadi saudaramu. Kamu harus coba untuk menerima Qila."
Ara hanya tersenyum untuk menanggapi ucapan ayahnya. Dalam hati, dia ingin cepat pulang ke rumah.
"Jadi Ara satu kelas sama Qila?" tanya Vandra menatap Ara, ia mencoba untuk mengobrol dengan gadis itu.
"Iya tante," balas Ara singkat.
Vandra tersenyum Ara menanggapi obrolannya meski singkat. Mereka melanjutkan obrolan dengan Ara yang hanya menyimak, sesekali menanggapi dengan senyuman. Berbeda dengan Qila yang nampak antusias mengobrol dengan Vandra. Ah lebih tepatnya sangat antusias mengobrol dengan Zevan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Peran (REVISI)
Roman pour AdolescentsLuka enam tahun masih menganga. Kini harus berusaha untuk menyembuhkan luka yang sama. Menjalankan perannya sendiri dan berusaha untuk dapat menggantikan peran yang hilang. Leoni Arella, seorang remaja yang mendekap lara. Mencoba sembuh agar lebih b...