Jangan lupa buat vote yaa, biar aku tambah semangat buat nulisnya. Terima kasihh orang baik💖
Happy reading
.
.
.Di kantin, tiga orang gadis sedang menunggu salah satu sahabatnya. Sudah cukup lama mereka menunggu, sahabatnya itu tidak kunjung datang. Bahkan mereka belum menyentuh sama sekali makanan yang sudah tersedia di meja. Sahabat itu tak lain adalah ara.
"Ck! tuh anak buang air kecil atau turu di toilet sih?!" decak azza
"Sabar, ntar juga datang" balas cia
"Dari tadi kita nunggu nggak nongol, ada yang nggak beres nih"
Azza beranjak dari duduknya berniat ingin menyusul ara. Baru saja azza akan melangkahkan kakinya, namun tangan kanannya dicekal oleh cia.
"Mau kemana?"
"Susulin ara lah"
"Nggak perlu, tuh lihat" dagu cia menunjuk ke arah pintu masuk kantin
Azza mengikuti arah pandang cia begitupun dengan rain. Kedua bola mata azza melotot. Dari tadi ia dan kedua sahabatnya menunggu, orang yang ditunggu malah berjalan masuk ke dalam kantin tanpa raut wajah bersalah. Eh, tunggu mata azza menangkap siswa laki-laki yang berjalan di samping kanan ara. Gadis itu mengerutkan keningnya.
Ara berjalan menuju meja ketiga sahabatnya. Di samping kanan, siswa laki-laki itu masih berjalan mengikuti ara. Sesampainya di meja, azza menggeplak tangan kanan ara.
"Lama bener, turu ya lo di toilet?"
Ara meringis akibat geplakan azza. Sungguh tidak main-main tuh anak, seenak jidat menggeplak tangan kanannya.
"Astaghfirullah za, santai napa. Sakit nih!"
"Syukurin! salah sendiri lama"
Nathan menyaksikan aksi kedua anak itu dengan wajah datar. Ara menolehkan kepalanya ke arah nathan. Gadis itu tersenyum canggung.
"Maaf ya, Kak"
"Hm"
Ara melotot ke arah azza. Dia merasa tidak enak ke nathan dengan sikap absurd sahabatnya satu ini. Melihat ara melotot, azza hanya mendengus malas.
"Jadi, bisa lo jelasin, Ra?" tanya cia
"Ouh, tadi Kak Nathan nolongin aku waktu jatuh di koridor"
"Kenapa kamu bisa jatuh, Ra?" tambah rain
"Kesandung tali sepatu yang lupa diiket"
Nathan mengerutkan keningnya mendengar jawaban ara. Bukannya tadi tuh anak mau nyoba lompat dari rooftoof sekolah ya?. Ternyata gadis di sampingnya ini mencoba berbohong ke sahabatnya. Baiklah ia akan mengikuti drama yang di buat oleh ara.
Ara menyikut lengan nathan, lalu dia mengedipkan sebelah matanya ke arah pemuda itu. Nathan tersenyum miring, dugaannya benar ara mencoba menutupi kejadian tadi.
"Iya kan, Kak Nathan?"
"Iya benar"
Azza memincingkan kedua matanya, ia mencoba mencari kebohongan dari mata ara.
"Lo lagi nggak nyoba bohong ke kita kan?"
"Nggak azzaa"
"Udah-udah, aranya juga udah balik. Duduk dan makan" titah cia
Azza kembali duduk diikuti ara, nathan mendudukkan dirinya di samping ara.
"Makasih ya, udah pesenin aku sekalian"
"Sama-sama, Ra" jawab rain
Keempat gadis itu mulai memakan makanan mereka. Ara menghentikan suapannya. Dia menoleh ke arah nathan.
"Kakak nggak pesen makanan?"
"Gue udah kenyang"
Ara menganggukkan kepalanya lalu dia kembali melanjutkan memakan makanannya
Tidak jauh dari meja ara, Galen dan ketiga sahabatnya sedang memakan makanan mereka dengan tenang. Sampai suara Arsa menghentikan suapan mereka.
"Eh, tuh siapa laki-laki yang duduk di samping ara?"
Ketiga sahabat Arsa kompak mengikuti arah pandang Arsa ke meja ara dan sahabatnya. Galen memincingkan matanya melihat ke arah laki-laki itu, Galen beranjak dari duduknya. Pemuda itu berjalan menuju meja ara.
"Bakal ada perang dunia nih" ucap niel
Ketiga sahabat Galen ikut beranjak dari duduknya. Ketiganya mengikuti langkah Galen menuju ara dan sahabatnya. Sampai di meja ara, Galen meraih tangan kanan ara lalu membawa gadis itu keluar dari kantin. Ara yang belum siap tersentak akibat perlakuan Galen.
Nathan melihat kejadian itu dengan wajah datarnya. Tak lama kemudian, pemuda itu tersenyum smirk. Arsa dan Niel melongo melihat sikap Galen.
"Sahabat gue mau dibawa kemana tuh?" tanya cia
Sahabat ara beranjak dari duduknya berniat ingin menyusul ara. Takut diapa - apain oleh galen. Emang kejauhan pikiran mereka. Saat akan melangkahkan kaki, langkah mereka terhenti akibat ucapan zergan.
"Nggak usah dikejar"
***
Galen membawa ara ke taman belakang sekolah, kedua remaja itu mendudukkan diri di bangku taman.
"Kakak kenapa sih, tiba-tiba narik aku?" tanya ara
Galen terdiam mendengar pertanyaan ara. Ia juga sebenarnya tidak tau mengapa dirinya tiba-tiba menarik ara. Itu reflek dari tubuhnya. Entahlah ia hanya tidak suka laki-laki itu duduk di samping ara.
"Jawab Kak, kok diem?"
"Maaf"
Ara berdecak mendengar jawaban Galen. Kakak kelasnya satu ini emang aneh. Dari awal pertemuan Ara dengan Galen, pemuda itu selalu membuat ara bingung dengan sikapnya.
Ara menyenderkan badannya ke bangku taman. Netranya memandang lurus ke arah bunga berwarna-warni di hadapannya. Kedua remaja itu sama-sama diam. Tidak ada yang berniat membuka suara.
Galen menyenderkan kepalanya ke bahu milik ara. Ara kaget karena tiba-tiba Galen menggunakan bahunya untuk bersandar.
"Biarin gini dulu"
Ara menghela nafasnya. Akhirnya dia menuruti saja permintaan Galen. Dia sedang tidak ingin berdebat. Kedua remaja itu menikmati angin yang berhembus sejuk di taman. Karena saking sejuknya angin itu, maka ara merasa kedua matanya memberat. Perlahan mata ara terpejam. Ara tertidur dengan posisi kepalanya bersandar pada bangku taman.
Galen menegakkan kepalanya dari bahu ara. Pemuda itu memindahkan kepala ara ke bahunya. Tangan kanan galen bergerak merapikan anak rambut yang menutupi wajah cantik milik ara. Galen memandangi wajah ara, terlihat wajah itu sangat lelah.
"Sebenarnya luka apa yang lo tutupi, izinkan gue membantu lo keluar dari luka itu" ucap galen
Tanpa mereka ketahui, ada seorang perempuan yang mendengarkan obrolan mereka dari awal. Kedua tangan perempuan itu mengepal. Tak jauh dari tempat perempuan itu, nathan tersenyum miris. Ternyata bukan hanya dirinya yang ingin menjadi tameng untuk ara. Namun, ada orang lain selain dirinya. Ia hanya perlu mengikuti alur ceritanya ke depan.
.
.
.Semangat dan jangan lupa bahagia 👋🏻💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Peran (REVISI)
Teen FictionLuka enam tahun masih menganga. Kini harus berusaha untuk menyembuhkan luka yang sama. Menjalankan perannya sendiri dan berusaha untuk dapat menggantikan peran yang hilang. Leoni Arella, seorang remaja yang mendekap lara. Mencoba sembuh agar lebih b...