Bagian 22

54 6 0
                                    

🐋🌻🐋

Mata sayu itu memandang sebuah foto seorang wanita cantik. Dipegangnya erat untuk menyalurkan rasa rindu kepada sang belahan jiwanya. Kepergiannya, membuat istana mereka kehilangan ratunya. Sebuah istana akan lengkap jika di dalamnya diisi oleh raja, ratu,  putri dan pangeran. Namun sekarang, istana miliknya sudah kehilangan dua penerang. Ratunya memilih pergi menyusul pangeran mereka, kini tinggal tersisa raja dan putrinya.

"Istana kita redup setelah kehilangan dua penerangnya," pria itu tertawa kecil seraya menghapus lelehan kristal bening di kedua matanya.

"Mengapa menjadi rumit seperti ini Na? Bagaimana cara aku menjelaskan permintaanmu kepada putri kita?" monolognya.

"Sejauh aku memerankan peranmu, aku tetap menjadi sosok keras dan tegas. Menjalankan peran ayah sekaligus ibu tidaklah mudah. Putri kita tidak bisa mendapatkan kehangatan dekapmu dalam dekapanku."

Zevan kembali meletakkan figura tersebut di atas nakas. Ia beranjak keluar dari kamarnya. Tujuannya sekarang adalah menuju ruang kerjanya. Dirinya memilih melanjutkan pekerjaan yang belum sempat ia kerjakan.

Sedangkan di kamar bernuansa baby blue, terlihat seorang remaja yang sudah rapi. Malam ini Ara ingin keluar mencari udara segar. Pikirannya sedang kalut. Dia keluar dari kamarnya untuk meminta izin ke ayahnya.

Dia mengetuk pintu kamar milik ayahnya, namun tidak ada jawaban. Ara membuka pintu kamar, dia menyembulkan kepalanya. Ternyata, ayahnya tidak berada di dalam kamar. Ara kembali menutup pintu kamar milik ayahnya. Tujuannya sekarang adalah menuju ruang kerja milik sang ayah.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk"

Ara membuka pintu setelah mendapat sahutan dari dalam ruangan. Terlihat ayahnya sedang sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. Dia perlahan mendekati Zevan

"Ara izin pergi keluar rumah," ucap Ara sambil menundukkan pandangannya. Dia tidak berani menatap kedua bola mata Zevan.

Zevan mengalihkan pandangannya menatap ke arah anaknya. Pria itu menghela nafasnya melihat Ara menundukkan kepalanya.

"Pergilah, jangan pulang terlalu malam."

"Terima kasih."

Ara pergi keluar dari ruang kerja Zevan. Dia menuruni satu persatu anak tangga. Sesampainya di ruang tamu, dia membuka pintu rumah dan menguncinya. Ara berjalan menuju gerbang rumah, membuka gerbang lalu kembali menutupnya.

Sebenarnya, dia tidak memiliki tujuan akan pergi ke mana. Gadis itu terus saja melangkahkan kakinya sampai tidak terasa dia sudah berjalan cukup jauh dari komplek perumahannya. Dia berjalan sambil menunduk, akibat tidak fokus memperhatikan sekitarnya, Ara tidak menyadari ada sebuah motor yang melaju ke arahnya.

Cittt!

Pengendara motor itu mengerem mendadak di depan Ara. Gadis itu terkejut hingga jatuh terduduk akibat kejadian tadi. Sang pengendara membuka helm dan turun dari motor menghampiri perempuan yang hampir tertabrak olehnya.

"Lo nggak papa?" tanya pemuda itu sambil berjongkok di depan Ara.

Ara menatap pemuda yang bertanya tadi. Pemuda itu terkejut karena perempuan yang hampir tertabrak olehnya adalah adik kelasnya.

"Loh Ara? Sorry, ada yang luka?"

"Kak Zergan? Nggak papa kak, aku yang minta maaf. Aku yang kurang fokus tadi, Alhamdulillah tidak ada kak."

"Syukurlah, Lo ngapain jalan sendirian malam-malam gini?"

"Aku cuma pengin jalan-jalan nyari udara segar, kak."

"Emang mau kemana?"

"Sebenarnya nggak ada tujuan sih kak, hehe. "ucap Ara tersenyum kikuk.

Zergan menghela nafasnya. Ia mengulurkan tangan kanannya membantu Ara berdiri. Ara menerima uluran tangan Zergan dan mengucapkan terima kasih.

"Kalau gitu, mau ikut gue?"

"Eh, nggak usah kak. Ngrepotin."

"Nggak, ayo." ucap Zergan sambil berjalan ke arah motornya.

Ara mengikuti langkah Zergan dari belakang. Zergan menaiki motor lalu memakai helm full facenya. Ia menepuk jok belakang motornya menyuruh Ara untuk naik ke atas motor miliknya. Dengan hati-hati, ara berhasil naik ke aras motor Zergan.

"Pegangan." ucap Zergan.

Ara memegang kedua sisi jaket yang dikenakan Zergan. Setelah dirasa sudah aman, pemuda itu menyalakan mesin motornya dan melajukan motor miliknya.

***
Skip

Sesampainya di tempat, mereka turun dari motor. Zergan meletakkan helm full facenya di atas motor.

"Wah... Danaunya cantik banget!" ucap Ara dengan wajah berbinar.

Pemuda itu mengajaknnya pergi ke taman dengan danau yang cantik, karena dihiasi lampu di sekitarnya. Zergan tersenyum kecil melihat raut wajah Ara.

"Kakak tau dari mana tempat kaya gini?"

"Ada deh." balas Zergan.

Keduanya duduk menikmati suasana tenang di taman tersebut. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Zergan menatap Ara dari samping, terlihat gadis itu tidak melunturkan senyumannya.

"Ekhem! Ada yang mau lo ceritain?"

Ara mengalihkan pandangannya ke Arah Zergan. Dia tersenyum lalu menggelengkan kepalanya.

"Baiklah."

Keduanya kembali terdiam, hingga Zergan kembali membuka suaranya.

"Lo bisa anggap gue abang kalau lo mau. Cerita ke gue apa yang pengin lo ceritain."

"Abang Zergan?"

"Iya, mulai sekarang gue abang lo."

Ara tertawa mendengar ucapan Zergan. Pemuda itu mengerutkan dahinya, apa yang membuat Ara tertawa?

"Kenapa lo malah ketawa?"

"Hahaha... Aneh aja, ternyata kakak bisa ngomong panjang lebar gini. Ke mana kak Zergan si kulkas?" ucap Ara yang masih tertawa.

Zergan menggelengkan kepalanya. Ia tersenyum smirk, tiba-tiba terlintas ide di pikirannya.

"Hahaha... Abang udah! Ara geli tau!" ucap Ara sambil mengatur nafasnya.

Zergan menghentikan aksinya menggelitiki perut Ara. Ia memeluk Ara, Ia berjanji akan menjaga adek barunya itu.

Dua Peran (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang