Bagian 19

56 7 0
                                    

💔💢💔

Zevan mengetuk pintu kamar Ara, ia sudah mengetuk pintu sebanyak tiga kali namun tidak mendapat jawaban dari sang pemilik kamar. Ia menyusul anaknya karena setelah makan malam, Ara langsung pergi masuk ke dalam kamarnya.

Untuk Vandra dan Qila, Zevan mengantarkan mereka ke apartemen miliknya. Karena tidak kunjung mendapat jawaban dari ara, ia mencoba membuka knop pintu kamar milik Ara. Ternyata, pintu kamarnya tidak dikunci. Mengapa tidak dari tadi saja aku membukanya?Pikirnya. Setelah pintu terbuka, ia melihat Ara sedang belajar dengan memakai earphone di kedua telinganya.

"Hah... Pantas saja dia tidak mendengar aku mengetuk pintu kamarnya," ucap Zevan sambil melangkah mendekati Ara.

Setelah sudah berdiri di dekat Ara, Zevan menepuk pelan bahu anaknya. Ara yang merasa bahunya ditepuk, menolehkan kepalanya ke samping. Kedua bola matanya bertubrukan dengan bola mata milik ayahnya. Dia menghela nafas kasar, dia sedang mencoba menenangkan diri dengan tidak menemui ayahnya terlebih dahulu. Karena dia takut akan lepas kendali ketika berbicara kepada ayahnya. Tetapi, kini ayahnya malah datang ke kamarnya.

"Ayah mau ngapain ke kamar Ara?"

"Ayah ingin menjelaskan soal tante Vandra dan Qila."

Ara terdiam mendengar ucapan ayahnya. Hatinya tersenyum miris, ayahnya menemui dirinya hanya untuk menjelaskan tentang dua perempuan itu. Sepenting itukah mereka bagi ayahnya?

"Lain kali aja yah, Ara lagi sibuk."

"KAMU JANGAN EGOIS ARA! AYAH TAU KAMU KECEWA KARENA AYAH MENGAMBIL KEPUTUSAN TANPA BERTANYA KEPADAMU. KAMU HANYA PERLU BELAJAR UNTUK MENERIMA MEREKA!"

Ara menundukkan kepalanya, kedua tangannya terkepal kuat. Dia menahan matanya agar tidak menumpahkan liquid bening miliknya. Egois ya? bahkan ayahnya sampai membentak dirinya hanya karena mereka.

Zevan memijit kedua pelipisnya. Ia melangkah keluar dari kamar ara. Ia tidak ingin memperkeruh keadaan. Ara mendongakkan kepalanya setelah ayahnya keluar. Matanya semakin memanas, akhirnya, pertahanan Ara runtuh. Pelupuk matanya menumpahkan liquid bening yang dari tadi dia tahan.

"Maaf yah, tidak segampang itu untuk langsung menerima mereka, ini terlalu mendadak."

***

Di apartemen milik Zevan, Qila termenung di atas tempat tidurnya. Ia memikirkan kejadian sewaktu sarapan di rumah calon ayahnya. Ia sangat kesal karena bundanya memuji masakan Ara.

'Mas, ini semua Ara yang masak?'

'Iya, ini masakan Ara'

'Masakannya enak, ternyata Ara jago masak'

"Cih, belum apa-apa lo udah berhasil rebut perhatian bunda. Gue nggak akan biarin itu terjadi!" Qila meremat selimutnya dengan kuat untuk meredam emosinya.

Pintu kamar Qila terbuka, Qila menolehkan kepalanya ke arah pintu. Terlihat bundanya masuk ke dalam kamarnya dengan segelas susu di tangannya.

"Bunda kirain kamu udah tidur, ini bunda buatkan susu untukmu." Vandra menyodorkan gelas ke arah Qila dan diterima oleh anaknya.

"Makasih, bun." Qila meminum susu yang diberikan bundanya hingga tandas.

"Sudah malam, sekarang kamu tidur. Good night sayangnya bunda," Ucap Vandra sambil mengecup pucuk kepala Qila.

"Iya, good night too bun," balas Qila mencium pipi bundanya.

Vandra mematikan lampu kamar Qila dan menyalakan lampu tidur. Ia keluar kamar lalu menutup pintu kamar anaknya. Setelah bundanya keluar, Qila merebahkan tubuhnya.

"Perhatian bunda cuma buat gue, nggak ada seorang pun yang bisa dapat perhatian bunda." Qila memejamkan matanya bersiap untuk menjelajahi alam mimpi.

Dua Peran (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang