"ARGHH... ARA CAPEK MA... ARA BUTUH MAMA.... ARA BINGUNG HARUS KAYA GIMANA LAGI. ARA PENGIN NYUSUL MAMA SAMA ADEK AJA!"
Ara berteriak kencang dari atas rooftoof sekolahnya. Saat bel istirahat tadi, dia izin ingin pergi ke toilet dulu ke Azza. Namun, itu hanya alibinya saja agar Azza tidak curiga kepadanya. Gadis itu menyeka kasar lelehan kristal bening dari kedua pelupuk matanya. Ara terlalu larut dalam tangisannya hingga tidak sadar kakinya terus melangkah sampai pada pembatas rooftoof sekolahnya. Satu langkah lagi Ara akan jatuh dari rooftoof namun...
Grepp
"LO GILA HAH!" tangan kanan Ara ditarik oleh seorang pemuda sampai masuk ke dalam pelukan pemuda itu. Pemuda tersebut berniat ingin bersantai di rooftoof, tapi saat baru sampai ia melihat Ara yang ingin meloncat dari atas rooftoof. Pemuda itu langsung berlari dan meraih tangan kanan Ara.
Ara kaget karena tarikan tersebut reflek membalas pelukan pemuda itu. Dia dapat merasakan jantung pemuda itu berdegup kencang di telinganya, deru napasnya tidak teratur.
" Lo sadar apa yang akan lo lakuin, hm?" tanya pemuda itu.
"Hiks... AKU EMANG UDAH GILA. AKU GILA KARENA ADEK, MAMA, KAKEK DAN NENEK UDAH NINGGALIN AKU. MEREKA UDAH PERGI KE SURGA" jawab Ara, tangannya memukul dada pemuda yang sekarang sedang memeluknya.
"Dengan cara mengakhiri hidup lo sebelum dijemput? Punya otak digunain!" katakanlah ucapan yang terlontar dari mulut pemuda itu memang pedas. Tapi sebenarnya, pemuda itu sedang menahan traumanya agar tidak kambuh karena baru saja melihat tindakan bodoh Ara tadi.
"Aku capek," lirih Ara.
"Tapi bukan seperti ini caranya."
Ara melepaskan pelukan pemuda itu. Dia mendongakkan kepalanya, bola mata coklat terang miliknya bertubrukan dengan bola mata hitam legam milik pemuda itu.
"Maaf," Ara menundukkan kepalanya.
"Minta maaf ke Allah, bukan ke gue," balas pemuda itu.
'Maaf Ya Allah, Ara udah mau ngelakuin hal bodoh yang Engkau sangat benci' ucap Ara dalam hati.
Pemuda di hadapan Ara meraih dagu milik gadis itu hingga kepalanya kembali mendongak. Tangan kanan pemuda itu menyeka air mata yang mengalir dari kedua pelupuk mata Ara.
"Udah jangan nangis, muka lo jelek kalau nangis."
Ara mempoutkan bibirnya, pemuda itu melihat ekspresi ara menggigit bibir bagian bawahnya. Kedua mata basah, hidung mancungnya yang memerah, jangan lupakan ingus yang keluar dari kedua lubang hidung gadis itu. 'Kenapa dia sangat menggemaskan' ucap pemuda itu dalam hati.
Pemuda itu mengambil sapu tangan dari saku celana seragam miliknya. Ia memberikan sapu tangannya ke tangan Ara.
"Elap tuh ingus lo."
Ara membalikkan badannya membelakangi pemuda itu. Dia sangat malu sekarang, Ara buru-buru mengelap ingusnya menggunakan sapu tangan.
"Siapa nama lo?"
Ara kembali membalikkan badannya berhadapan dengan pemuda tersebut.
"Leoni Arella, kalau kakak?"Ara tidak sengaja melirik lengan kiri pemuda itu. Di lengan kiri seragamnya terpasang tanda kelas dengan angka romawi "XI" yang berarti pemuda itu adalah kakak kelasnya.
"Jonathan Alveolus."
Dia adalah Jonathan Alveolus ketua kelas XI IPA 2. Pemuda yang terkenal dengan sifat dingin dan tertutupnya. Tidak ada satu orang pun yang berani mencari tau tentang kehidupan pemuda tersebut.
"Lo bisa panggil gue jojo."
"Eum... Kak Nathan."
Jojo sedikit terkejut mendengar panggilan Ara untuknya. Karena panggilan itu mengingatkannya pada seseorang yang sekarang menjadi sebab traumanya. Ara yang melihat perubahan raut wajah Jojo merasa bahwa dia melakukan kesalahan.
"Boleh kan aku panggil kakak, kak Nathan?"
"Iya, boleh."
Ara tersenyum mendengar jawaban dari Nathan.
"Oke, kakak bisa panggil aku Ara"
"Boleh gue panggil lo, Nala?"
Ara mengetukkan jari telunjuk ke dagunya, dia sedang berpikir.
"Nala? Boleh-boleh itu juga bagus. Beda dari yang lain!"
Nathan mengusak rambut Ara. Sepertinya hidupnya akan kembali berwarna karena kehadiran Ara.
"Nathan, Nala, Wah.... Nama panggilan kita huruf depannya kembar!"
"Hahaha.... Lo benar"
Nathan tertawa karena ucapan Ara. Ini adalah pertama kalinya Ia tertawa lepas. Setelah sekian lama tawa itu tertutup oleh raut wajahnya yang dingin. Dan itu disebabkan oleh seorang Leoni Arella.
"Makasih yah kak Nathan!"
"Buat?"
"Udah nolongin sama nyadarin Ara."
Nathan tersenyum menanggapi ucapan Ara. Ia menepuk- nepuk pucuk kepala Ara.
"Sama-sama Nala, inget jangan ngelakuin hal bodoh kaya tadi!"
"Ay ay kapten, " balas Ara.
Haii 👋🏻bagaimana kabar kalian? Semoga selalu baik yaa, semoga kalian selalu dalam Lindungan-Nya Aamiin...
Semangat dan Jangan lupa bahagia !!!👋🏻💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Peran (REVISI)
Teen FictionLuka enam tahun masih menganga. Kini harus berusaha untuk menyembuhkan luka yang sama. Menjalankan perannya sendiri dan berusaha untuk dapat menggantikan peran yang hilang. Leoni Arella, seorang remaja yang mendekap lara. Mencoba sembuh agar lebih b...