BIP BIP BIP BIP BIP BIP
Anna berlarian bergegas memanggil dokter yang berjaga diluar ruangan. Ia meraih ponsel yang ada di atas meja dan mencoba menghubungi putranya. Rasa takut yang telah mereda kini kembali mencuat kepermukaan. Detak jantungnya tak beraturan. Ia masih saja berusaha menghubungi Maxim yang entah berada dimana. Sementara matanya tidak bisa lepas dari Gabby yang kini sudah ditangani oleh dokter dan beberapa perawatnya.
"Dok, apa yang terjadi pada putri saya?"
"Ibu tidak perlu panik ya, tekanan darah putri Ibu sudah kembali normal." panjang lebar dokter itu menjelaskan dengan sabar mencoba menenangkan Anna.
Setelahnya Anna bisa menghela napasnya dengan lega. Ia takut sekali jika terjadi apa-apa. Selama enam tahun koma, baru kali ini ia melihat Gabby mengalami hal seperti ini.
Sesudah dokter dan perawatnya meninggalkan ruangan, barulah Maxim tiba. "Mam? What happened?!"
"Tekanan darah Ariel baru saja bermasalah, dan sekarang sudah normal lagi. It's okay, Sayang. She's okay now." Jelas Anna menepuk-nepuk bahu putranya mencoba menenangkan, padahal degup jantungnya sendiri baru terasa netral.
Maxim mendekat dan menyentuh kening Gabby. "Don't worry, Babe. You'll be fine.." ucapnya pelan penuh hangat.
Keringat dikeningnya masih bercucuran. Selama diperjalanan hal buruk terus-menerus memenuhi pikirannya. Maxim tidak tahu harus berbuat apa jika terjadi sesuatu pada Gabby, rasanya ingin ia maki diri sendiri.
"She's okay now." terang Anna lagi. Wanita itu benar-benar ingin memastikan jika keadaan Gabby baik-baik saja sekarang.Anna memeluk Maxim, di dalam pelukan bahu putranya yang bidang itu ia menangis pilu. Dan prasangka buruk kini muncul lagi memenuhi pikirannya.
"Mam, kenapa nangis lagi?"
Anna masih saja terdiam dengan isakannya. Sejujurnya ia sendiri juga tidak tahu harus berbuat apalagi agar putri menantunya bisa sadarkan diri. Namun sepertinya Tuhan memang punya rencana lain.
"Janji sama Mami, kalo nanti Ariel pergi- kamu harus tetap disini dengan Mami dan Papi."
"Mami ngomong apa sih?" Maxim menatap lekat wajah ibunya.
"Mami takut, kamu juga ninggalin Mami." ucap Anna ragu.
Mendengar penuturan ibunya, Maxim menghela napasnya berat. "Mam, percaya sama Maxim kalo Ariel akan bangun. Maxim yakin Ariel gak mungkin pergi ninggalin kita."
Tangis Anna semakin pecah. Ia menarik diri dari tubuh putranya dan pergi meninggalkan Maxim untuk duduk di sofa.
"Mam?" Maxim mengikuti langkah kaki Anna dan ikut duduk disampingnya.
Anna memijit-mijit pelipisnya. Ia ragu dengan apa yang akan ia katakan, namun ia juga tidak bisa menutupi kenyataan itu dari putranya. "Sebenarnya tadi dokter bilang. Kalau Ariel akan sulit untuk bertahan lebih lama lagi, Sayang."
Sebelum melanjutkan kalimatnya, ia menatap dalam kedua manik putranya. Mata indah itu berkaca-kaca.
Dengan segenap keberanian yang tersisa Anna menggenggam tangan Maxim. "Dan dokter juga meminta kita untuk mempersiapkan diri jika nanti sewaktu-waktu, bisa saja Ariel pergi."
Bahu Maxim terjatuh lemas mendengar pernyataan tersebut. Tatapannya kosong menatap meja dihadapannya. Ia berdiri menghampiri Gabby, menarik kursi dan duduk disamping istrinya berbaring.
Suasana kamar rumah sakit kembali hening, bahkan suara anak kecil yang bermain dibalik jendela kini sudah tak terdengar lagi pekikannya. Dunia Maxim yang sepi kini kembali terasa, padahal baru saja pagi tadi ia bertemu dengan para fans dan tersenyum lebar. Namun kini senyum itu tak lagi nampak diwajahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET | Mark Giselle
Fanfiction21+ M: Kamu tau kan kalo aku baru aja jadian sama dia? Trus sekarang aku harus menikah sama kamu?! G: Kamu pikir aku mau?! start : 09/01/23 End :