45. End

490 50 18
                                    


Teriakan para pejalan kaki mengudara disepanjang jalan. Mereka semua terkejut karena telah menyaksikan kecelakaan tragis antara mobil van dengan mobil pengangkut barang dihadapannya.

Mereka saling berhamburan, ada yang lari menjauh, ada pula yang berjalan mendekat untuk memastikan keadaan korban.

Semua orang bersiap memegang ponselnya masing-masing untuk mencoba menghubungi 119 meminta bantuan.

Beruntung bantuan datang lebih cepat dari dugaan. Para petugas kepolisian berusaha membuka pintu mobil dengan paksa untuk segera mengevakuasi para korban.

Dan begitu korban diangkat keluar dan dibaringkan dibrankar, sontak membuat orang-orang yang berkerumun terkejut hebat.

Berbagai macam gumaman terucap. Tentu saja diantara beberapa orang disana pasti mengenal mereka. Dan secepat kilat kabar kecelakaan yang menimpa anggota girl grup Savage Girl mulai ramai diperbincangkan.

Nikki ditemukan tak sadarkan diri dengan beberapa serpihan kaca yang mengenai pelipis serta lengan tangannya, di kaki kananya juga berlumur darah yang menetes segar.

Begitu pula dengan Wanda dan Kara, keadaannya mereka juga memprihatinkan. Di dahi Kara mengelucur darah, sedangkan Wanda terbatuk-batuk dengan cairan merah yang mengalir dimulutnya. Keduanya masih sadar, namun mereka hanya bisa menangis dan mengeram kesakitan.

Setelah semua korban telah berhasil di evakuasi, barulah mereka di bawa ke rumah sakit terdekat dengan nyaringnya sirine mobil ambulans yang melaju kencang.

Truk derek baru saja tiba, para petugas berusaha menarik badan mobil pick up dan memisahkannya dari mobil Marcedes Sprinter tersebut. Beberapa petugas kembali memastikan lagi keadaan didalam mobil, dan- "Masih ada satu korban lagi!"

Mereka semua langsung bergegas untuk masuk kedalam mobil yang sudah tak berbentuk itu, dan mencoba mengevakuasi Gabby yang terjatuh di bawah jok mobil dengan keadaan yang mengenaskan.


•••••


Suasana ruang IGD begitu ramai, banyak dokter dan perawat yang berlarian dan berlalu lalang dari bilik satu ke bilik yang lain untuk segera memberi pertolongan pada setiap pasien yang baru saja tiba.

Hujan deras dengan angin kencang hari ini telah berhasil mengakibatkan beberapa kali musibah dan kecelakaan di beberapa titik ibu kota. Satu pasien belum teratasi, datang pasien lain dengan keadaan yang sama-sama membutuhkan pertolongan dengan cepat. Sehingga membuat para dokter dan perawat kewalahan.

Beruntung sesampainya di IGD, Savage Girl dan korban lain langsung ditangani dengan dokter yang baru saja tiba. Selang beberapa menit kemudian, Juno, Chenli dan beberapa staf perusahaan datang.

Satu per satu mereka membuka tirai bilik mencari-cari dimana keberadaan sang kekasih, namun tak kunjung ditemukan. Brankar di IGD benar-benar penuh dan rusuh.

"Bang, dimana mereka?!" Sentak Juno pada sang manajer.

"Disini! Disini!" Manajer lain berhasil menemukan keberadaan para gadis. Seketika Juno, Chenli dan lainnya berlarian menyusul.

"Rin, mana yang sakit sayang?" Juno memeluk Kara yang terduduk linglung diatas brankar.

"Mana yang lain? Mana Ariel, Wanda dan Nikki? Kemana mereka semua? Kenapa cuman ada aku disini?" Isak tangis Kara semakin menjadi-jadi kala Juno memeluknya dengan erat.

"Tenang Sayang, tenang.. Mereka semua aman, dokter masih menangani mereka. Kamu yang tenang yaa. Disini ada aku."

"Ini semua salahku.. kalo aja aku gak buru-buru ngajak mereka pulang, mungkin kecelakaan ini gak bakal terjadi."

"Enggak, Rin. Semua ini musibah. Gak ada yang salah disini." Juno mengelus puncak kepala Kara yang berbalut perban itu dengan lembut, berharap wanitanya bisa tenang dan berhenti menangis.

Sedangkan di bilik lain, Chenli masih terdiam berdiri menatap Nikki yang masih saja belum membuka matanya. Lukanya sudah diobati, kakinya juga sudah dibalut perban. Namun rasa khawatir masih saja menyelimuti hatinya, air mata laki-laki itu menetes begitu saja.

Sakit sekali melihat wanita yang dicintai berbaring tak berdaya seperti ini. Chenli meraih tangan Nikki, ia usap lembut dan ia kecup. Berharap wanitanya itu segera sadar dan membuka mata.

Wanda. Gadis itu sudah membuka mata. Ia menangis menatap langit-langit ruang IGD yang sebelumnya tidak pernah ia bayangkan akan berada di tempat ini. Pikirannya berkecamuk menjadi satu, kejadian yang malang itu terngiang-ngiang jelas di kepalanya. Ia masih ingat bagaimana mobil besar itu menghantam mobilnya melaju kencang dari arah yang berlawan.

Abang manajer yang ada disampingnya hanya bisa menatap gadis itu dengan nanar tanpa bisa melakukan apa-apa.

"Bang, aku takut." rintihnya pelan.

Beruntung Sooyi- manajer perempuan mereka datang tepat waktu. Wanita itu langsung menyambar tangan Wanda mencoba menenangkannya. "Gapapa sayang, gapapa.. Wanda jangan nangis lagi ya, ada kakak disini." Sooyi mengusap-usap lembut puncak kepala gadis itu.

Dan diluar sana, Maxim, Jordan dan Haejun berlarian ke pintu masuk IGD yang sudah hampir penuh dipadati para reporter. Beruntung mereka bertiga bisa masuk kedalam dengan mudah.

Rasa khawatir jelas tertanggal diwajah mereka. Matanya menelisik ke seluruh ruangan mencari-cari dimana kekasih dan teman mereka berada.

Mereka berhasil memindai salah satu staff perusahaan yang berada lima meter didepan sana. Dan dihadapan staf tersebut terdapat seorang dokter dan perawatnya yang berdiri lalu membungkuk 90 derajat, kemudian menutup tubuh berambut panjang itu dengan kain putih diatasnya.

Maxim, Haejun dan Jordan yang menyaksikan pemandangan itu hanya bisa mematung tanpa suara. Dan sedetik kemudian pertahanan Maxim runtuh, ia terduduk lemas tak berdaya. Tangisnya sedari tadi pecah kini semakin membahana, bahkan tak ada satupun yang bisa menghentikan tangis tersebut. Semua yang ada disana pun juga saling menitikkan air mata duka.

•••••

"Owen, what are you doin?" Ryan memperhatikan adiknya yang sedari tadi sibuk sendiri dengan dunianya.

Anak kecil itu sudah hampir satu jam bermain dan mengacak-acak lemari kecil milik sang ayah yang sepertinya lupa ditutup kembali setelah dibuka.

"Ryan, who's that?" Owen memberikan satu lembar foto yang sudah lusuh kepada Ryan. Foto yang menampilkan dua anak kecil yang sedang bermain dibawah hujan itu terlihat bahagia. "I don't know." Ryan menggedikkan bahunya.

"Boys. Come on! We going late." Suara yang lebih tua tiba-tiba muncul diantara mereka.

"Dad, who is she?" Tanya Ryan yang sepertinya juga penasaran dengan dua bocah yang ada di foto tersebut.

Sang Ayah meraih lembar foto tersebut. Matanya menerawang jauh, seperti mencoba untuk mengingat-ingat apa yang terjadi pada saat itu.

Sedetik kemudian pria itu tersenyum sendu dan meletakkan kembali foto tersebut kedalam buku album yang sudah diacak-acak putranya.

-----

Jangan lupa vote dan komen yaa! Guys sorry, aku suda berusaha semoga kalian tidak kecewa dengan endingnya ya. Ini belum tamat kok masih ada bab selanjutnya :)

SECRET | Mark GiselleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang