KITA SUDAH BERBAGI LUDAH DARI BEBERAPA HARI YANG LALU!

6K 27 0
                                    

Seharusnya waktunya hampir tepat, jam 11 siang sesuai jadwal yang pernah Jevi liat di papan pengumuman universitas. Jevipun datang ke sini tak telat, malah 10 menit lebih cepat dari waktu yang dijadwalkan. Dia kembali melongok ke arah kaca jendela, memperhatikan bangku dengan urutan kedua, yang seharusnya anak walinya itu duduk di sana tepat di samping buaya darat yang ingin Jevi labrak setelah pengawas pergi membawa kertas ujian mereka. Tapi nihil, yang di dalam sana hanya tinggal beberapa manusia yang sepertinya lagi terpontang panting menyelesaikan ujian mereka di waktu yang semakin singkat, sedangkan peserta lainnya sudah keluar ruangan duluan karena telah menyelesaikan semua soalnya tapi tak dapat dipastikan, dapat dijawab dengan tepat atau hanya sebuah bentuk kepasrahan diri karena kalau semakin dipaksakan di dalam malah otak yang semakin berasap.

Jevi kehilangan jejak. Dua orang yang dicarinya sudah meninggalkan ruangan. Sekarang mau kemana dia cari gadis itu dengan kondisi HP-nya dimatikan seperti ini. Bukan masalah Fares saja sekarang ysng lebih mendesak, tapi Jevi harus melarikan diri sebelum Maminya itu mengendus semua akal bulusnya yang ingin menghindari perjodohan yanv sudah direncanakan. Jangan salah-salah, dari sekian banyak dusta yang pernah Jevi rangkai selama ini, Tresna tentu saja sudah memahami tingkah polah anaknya itu. Tak mungkin disampai didustai berkali-kali, hanya keledai saja yang bisa jatuh ke lubang yang sampai kali ketiga.

Ah, jika Gita masih di rumah itu dan batal berangkat bersamanya, bisa-bisa rahasia Jevi bisa dikuliti habis-habisan. Maminya itu dulu pernah bekerja sebagai pengacara sampai umur 30an, jiwa mengintrogasinya itu di level berbahaya untuk semua keterangan Jevi yang gemar berdusta. Apalagi yang dihadapinya seorang Gita yang lugunya ampun-ampunan, belum apa-apa dipastikan gadis itu sudah membongkar-bongkar semua rahasia yang Jevi punya.

Sekarang ntah di mana gadis itu berada, tapi yang pasti sebelum jam 3 sore mereka harus cabut dari kota ini dan memulai liburan terpaksa ini dengan secepatnya. Sejujurnya tak ada persiapan apa-apa, hanya uang tunai beserta kartu-kartu di dompet Jevi yang sudah diserahkan Gita dua hari yang lalu di atas meja kerja walaupun hanya dengan pemberitahuan secarik kertas dengan keterangan dibawahnya jika dia tak butuh semua harta yang diberikan padanya. Ya benar, gadis itu tak memakai sedikitpun uangnya, dan bahkan uang yang diberikan Jevi karena kesalahpahaman seranjang berduapun diserahkan utuh kembali padanya. Bagi Jevi, Gita belum mengerti bagaimana cara dia menghargai dirinya sendiri. Dan masih memilih memakai perasaannya dibanding logika yang seharusnya sudah berjalan baik diusianya yang sudah hampir berkepala dua.

Jevi mulai mencari, sudah dua kali dia bolak balik berputar-putar tak tau arah yang ditujunya. Jevi yakin wanita itu pasti lagi dibawa berenang-renang dulu sana buaya darat sebelum diterkam saat Gita tenggelam mangap-mangap. Dan anehnya, sejak ketemu Fares ntah kenapa gadis itu tak menakuti jika kesempatan kuliahnya hilang dibanding harus mengalah menaklukkan nafsunya untuk dapat pacar pertama. Anak remaja yang beberapa tahun lagi masuk usia dewasa itu memang sulit ditebak kemauannya apa.

---

Sudah hampir 2 jam Jevi uring-uringan melakukan pencarian, akhirnya orang yang dicari menghubunginya tiba-tiba, Jevi segera angkat teleponnya dengan segera, dan jantung Jevi hampir copot dibuatnya.

"Om, ada Mami Om di rumah dan udah rame di sini, Om kapan pulang?"

Sejak kapan hari minggu berganti ke sabtu, kayaknya Maminya ini merasa kalender yang dipakainya itu adalah waktu Alaska dan musti dikonversi dulu ke waktu Indonesia. Ups, bukan, nyonya itu sepertinya sudah tak mempan lagi ditipu Jevi sampai berkali-kali tapi untung saja laki-laki itu sudah siap mengantisipasi.

"Baca chat gue Git!"

Gita yang sedang menunggu kepulangan Jevi langsung memisahkan diri dari para tamu yang datang ke rumah ini 1 menit yang lalu. Sebenarnya dia juga baru setengah jam mencapai rumah dan berharap bisa menenangkan diri, jika bukan karena perintah mengetahui keberadaan Jevi sepertinya handphonenya tak akan dinyalakan sampai besok hari.

Jevi: Lu keluar sekarang gue tunggu di portal. SEKARANG!!!

Sepertinya ini penting, iya sepenting kata 'sekarang' yang dicapslock oleh pengirim pesan tersebut. Gita minta izin keluar sebentar pada nyonya besar dengan dalih membeli minuman untuk para tamu dari dua keluarga yang sudah datang. Lalu dia berlari menuju tempat yang diinstruksikan Jevi tadi lalu kembali menghubungi majikannya itu untuk menkonfirmasi di mana keberadaannya saat ini.

"Om, Gita udah di portal, emang Om dimana?" ucapnya dengan gugup.

"Tunggu gue lima menit lagi, gue lagi di jalan."

Gita yang masih memakai baju kemeja yang sekarang berantakan, menunggu Jevi dengan jantung berdegup. Ntah kenapa kinj malah dia yang merasa sedang ikutan dikejar-kejar oleh tamu yang ditinggalkan. Sesekali dia menoleh ke arah belakang dengan ketakutan, takut jika ada salah seseorang menyuruhnya pulang ke rumah itu kembali.

Tak lama mobil sport hitam Jevi datang. Pria itu membukakan kaca samping agar Gita menyadari keberadaannya dan menyuruh gadis itu memasuki mobilnya dengan segera. Gita tergopoh-gopoh duduk di samping pria tersebut dan mamasang sabuk pengamannya tergesa-gesa.

"Kenapa lu? Tadi perasaan sebelum ujian bahagia amat tuh muka, yang ketawa-ketawa bareng Fares di kelas itu elu kan?"

Jevi melihat ada raut berbeda di muka pembantunya tersebut. Gita diam saja, tak mau menanggapi apapun pertanyaannya. Hanya saja hatinya terasa dihujani sembilu saat mendengar nama itu lagi.

Jevi yang sedang mengemut lolipop agar stressnya dapat diredam lalu memindahkan lolipop tersebut ke bibir Gita yang sedang terkatup. Dia paksa gadis itu menghisap lolipop yang berasal dari mulutnya itu.

"Lu cobain ini, penghilang stress, udah nggak usah jijik, kita sudah pernah berbagi ludah berapa hari yang lalu."

Gita membuka mulutnya, mulai menghisap permen tangkai itu dengan pelan-pelan, ada campuran aroma mint dari mulut Jevi yang biasanya merokok dengan taste tersebut.

"Gimana enak?"

Gita mengangguk, rasa manisnya benar-benar dapat menurunkan kortisol sebagai pemacu stress, rasanya sedikit lebih tenang sekarang.

"Ada obat yang lebih baik dibanding itu sih Git yaitu bercinta. Tapi buat lu jangan deh, gue soalnya musti mempertanggungjawabkan lu ke cinta pertama gue, Mbak Sumi!"

"Om benaran cinta ke Ibu Gita?" tanya Gita penasaran.

"Iya, kalau kata orang cinta pertama anak laki-laki itu sebenarnya adalah ibunya, maka cinta pertama gue itu adalah pembantu gue. Dia yang selalu ada buat gue sampai gue remaja. Di saat kedua orang tua gue sibuk sendiri dengan urusannya."

Jevi menurunkan kacamata antiradiasinya dari puncak kepala ke matanya. Cahaya matahari mulai tinggi dan menyilaukan, sementara Gita masih menatap majikannya itu dengan tatapan tak percaya.

"Om, apa yang Om pikirin saat bertemu Gita?"

"Lima puluh persen Ibu lu, 30 persen anak remaja selebor yang sangat naif dalam menilai sesuatu, sedangkan 20 persen lagi adalah wanita matang yang bertubuh seksi maksimal. Itu!"

Gita mengangguk sekali lagi, mengusap air mata yang masih tersisa di pipi kanannya.

"Lu kenapa sih Git? Pertanyaan lu tumben rada-rada bermutu." Jevi menoleh ke arah gadis yang rambutnya terurai berantakan itu sebentar lalu kembali fokus ke jalanan.

"Nggak Om!"

"Kasih tau aja kenapa sih? Mulai main rahasia-rahasiaan lu sama gue? Gue ini wali lu loh ya, yang artinya posisi gue sama dengan Ayah Ibu lu, dan bertanggung jawab dengan apapun yang terjadi sama lu di kampus itu."

Gita tetap bungkam, dia diam sebentar, kembali asik dengan lolipopnya, kemudian setelah tenang, dia berusaha mengalihkan topik pembicaraan ke arah yang lainnya.

---

Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang