"Bunda Gita, ayo cari aku, tutup matamu dan hitung satu sampai lima ya, Bun! Pelan-pelan!"
Gita segera memejamkan matanya, lalu berhitung mundur, Alvaro kalang kabut mencari tempat persembunyian. Langkah-langkah kecilnya membawanya masuk ke suatu ruangan.
"Limaaaa, Empattttt, tigaaaaaa, duaaaaaaa, satuuuuu. Gita cari Alvaro sekarang ya!"
Gita membuka netranya lalu mulai berjalan, mengira-ngira di mana anak itu sedang bersembunyi dalam rumah yang luas ini. Dia cari dari ruangan satu ke ruangan lainnya, tapi yang pasti, rada tak mungkin anak itu jauh-jauh dari ruang tamu ini, karena dalam waktu kurang dari semenit, Alvaro tak akan bisa bisa berlari sampai ke lantai dua.
"Varo, kamu di mana?"
Tetap senyap, karena sekarang anak itu sedang tersenyum-senyum bahagia. Gita masih tak dapat mendeteksi persembunyiannya yang menyelinap ke dalam lemari pakaian. Dan berita baiknya lagi, Gita yang barusan masuk ke ruangan ini malah keluar untuk mencari Alvaro di ruangan yang lain.
Ting tong, ting tong.
Bel dipencet dua kali yang membuat Gita harus putar arah dan tergopoh-gopoh menuju pintu utama untuk bisa mencapai gerbang. Apalagi saat bel itu dipencet untuk ketiga kalinya, seperti keperluan tamunya itu sangat mendesak sekali. Sekarang membuka pintu gerbang adalah tanggung jawabnya, karena di rumah ini hanya ada dia dan Alvaro sedangkan Bi Minah sudah pulang dari tadi siang.
"Selamat sore Bu, Pak, apa ada yang bisa saya bantu?"
Mata kedua tamu itu menyapu penampilan Gita dari atas sampai bawah. Serempak, sampai yang diperhatikanpun jadi insecure dibuatnya.
"Kami ini Bapak Ibunya Keenan, majikan kamu kan itu?" ucap laki-laki lansia, berwajah blasteran, berkemeja batik dan berkacamata itu.
"Iya Pak, Bu. Silahkan masuk, Bapak Keenannya belum pulang dari kantor."
Kedua orang itu memasuki gerbang. Lalu sepertinya mereka saling berbincang saat Gita tertinggal di belakang untuk mengunci gerbang Itu kembali. Mereka masuk ke rumah tanpa dipersilahkan dan saat Gita masuk ternyata kedua tamu itu sudah duduk di kursi ruang tamu.
"Bapak, Ibu, mau saya bikinin apa?"
"Udah air putih saja. Kamu nggak liat nih kami sudah tua begini. Masa musti minum manis-manis sih, yang ada penyakit kami semakin banyak, Oh iya panggilkan Alvaro "
Gita mengangguk-angguk, lalu dia segera memanggil agar anak itu keluar dari persembunyiannya.
"Varo, ada kakek sama nenek nih. Varo keluar ya?"
Senyap, Gita lalu melangkahkan kakinya mencari anak itu dengan seksama. Memindai ruangan demi ruangan sampai ke kolong bahkah dalam lemari yang tak terkunci.
"Ih kirain kemana aja kamu tadi Varo. Ayo yuks ada kakek sama nenek tuh di ruang tamu. Nungguin kamu!"
Gita menarik anak itu dari dalam lemari. Alvaro tak mau berpindah sama sekali. Dia tatap Nannynya itu dengan nanar, lalu dia menggeleng pelan.
"Aku tak mau bertemu dengan mereka Bunda, mereka sering jahat ke ibuku dulu. Bahkan saat Ibuku meninggalpun mereka tak datang. Sekarang suruh saja mereka pulang. Dan kalau bisa suruh mereka jangan kesini lagi!"
Gita mengernyitkan kening, bagaimana bisa anak sekecil ini seperti mempunyai kebencian yang teramat sangat dengan Kakek dan neneknya sendiri? Namun Gita akan berusaha membujuk agar anak ini bisa menampakkan wajahnya sebentar pada kedua tamunya itu.
"Ayo Varo, jangan gitu. Baik kok kakek dan nenek Varo. Ayo yuk sayang. Sini Gita gendong kalau Varo capek jalan untuk ke sana!"
Gita berusaha mendekati Alvaro dan mendekapnya agar anak kecil ini dapat dipangku ke tempat orang tua ayahnya berada. Tapi Alvaro segera berteriak, lagaknya sekarang hampir sama saat pertama-tama Gita menjadi pengasuhnya dulu, menjadi beringas dan sulit dikendalikan. Anak ini pasti merasakan kesakitan sama seperti apa yang dirasakan Ibunya dulu karena menikah tanpa restu orang tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)
Romance"OM-OM BEJAT TAPI NIKMAT" itu adalah kalimat paling tepat dalam menggambarkan sosok Jevi bagi seorang Basagita Dewani. Alih-alih membantu kehidupan seorang gadis yatim piatu yang berprofesi sebagai pembantunya itu, Jevi malah menjadi laki-laki yang...