Gita menghempaskan tubuhnya di kasurnya. Hari pertama kuliah ternyata tak baik-baik saja. Yang mau berteman dekat dengannya juga tak ada. Ternyata mereka semua itu udah punya grup sendiri yang berasal dari sekolah yang sama di sekitar sini. Sedangkan Gita karena berasal dari kampung dan tak ada yang dikenalnya selain Fares hanya bisa berdiam diri sampai jam mata kuliah sambung menyambung dan selesai jam setengah siang. Jangan harap dapat berkomunikasi dengan duda itu. Belum apa-apa, Melisa langsung menghalangi.
Lagian Gita juga sadar diri, tak ada pantas-pantasnya seorang babu bersanding dengan anak konglomerat. Bisa rusak-rusakin silsilah keturunan saja.
Telepon selular berbunyi, ada panggilan video dari Jevi. Dia angkat dengan secepat mungkin. Lalu melihat wajah Om-om tampan itu dengan seksama.
"Kenapa Om?" tanya Gita tanpa salam.
"Dimana lu Git? Nggak diculik Fares kan lu?"
Gita menggeleng. Lalu terdiam.
"Liatin keadaan sekitar, gue ingin ngeliat anak wali gue ada di mana."
Gita mengarahkan kamera handphonenya berkeliling ruangan ini. Jevi baru bisa percaya.
"Ok, aman ya berarti, jangan kelayapan lagi lu, kerjain kerjaan rumah, tugas kuliah kalau ada, dan tidur siang. Paham?"
Gita mengangguk, tak lama panggilan video itu terputus. Gita langsung keluar kamar untuk mencuci piring dan menyapu lantai. Ya memang sudah saatnya dia tak terlalu banyak dengan hubungan percintaannya. Yang penting, dia harus sukses menggapai cita-citanya dan nanti dapat pekerjaan yang layak.
***
Senja menukik turun. Gita memperhatikan sekitarnya dengan HP yang masih ditangannya. Dia berharap ada pesan masuk dari Fares karena beberapa hari ini mereka intensif saling menghubungi, bahkan tadi pagi mereka juga punya rencana untuk bareng-bareng ke kantin untuk pertama kali, tapi yang ada hari ini Gita makan siang sendiri, dan tak ada yang menemani. Bahkan chat Gita juga tak dibalas dari siang tadi.
Ekspektasi memang sering tak sesuai realita. Sepertinya Gita besok harus mengubah strategi untuk mulai mendekatkan diri dengan mahasiswa dan mahasiswi lainnya. Baiklah, besok pasti akan ada hari yang baru yang berbeda dengan hari ini. Tetap optimis dan berharap yang lebih baik.
Sepertinya Jevi sudah pulang karena terlihat ada mobil merahnya yang terparkir di sana dan belum masuk garasi. Gita langsung ke bawah dan menghampiri majikannya tersebut.
"Kenapa Om? Kusut amat!"
"Lagi panik nih gue, mobil armada yang mau gue luncurkan bulan ini tersangkut cukai di pelabuhan, sialan! Besok terpaksa gue pagi-pagi ke sana!"
Om-om itu langsung melonggarkan dasinya. Gita menghambur mendekatinya dan berharap dapat membantu Jevi.
"Biar Gita aja Om, sini!"
Gita berjinjit untuk melepaskan dasi Jevi yang masih menggantung di leher. Lalu tak lama dasi itu terlepas sempurna.
Jevi lagi-lagi punya masalah jantung dibuatnya.
"Udah beres, itu kemeja mau Gita lepasin nggak?"
Aduh nyari perkara saja wanita ini. Rasanya sekarang malah Jevi jadi tergoda untuk menjamah Gita yang memakai terusan biru selutut itu.
"Lu nantangin gue Git?"
"Maksud Om?" Gita tak mengerti.
"Lu lagi stres nggak sekarang?"
Kata Jevi di dekat kuping Gita yang tertutupi rambutnya yang ikal.
"Nggak stres juga sih Om, cuman Gita musti belajar banyak bersosialisasi dengan orang kota yang tidak satu strata sosial dengan Gita," jawab Gita jujur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)
Romance"OM-OM BEJAT TAPI NIKMAT" itu adalah kalimat paling tepat dalam menggambarkan sosok Jevi bagi seorang Basagita Dewani. Alih-alih membantu kehidupan seorang gadis yatim piatu yang berprofesi sebagai pembantunya itu, Jevi malah menjadi laki-laki yang...