Perpisahan itu menyiksa untuk sepasang manusia yang masih setia dalam posisi tangan berjabat. Duduk berdua sembari menunggu salah seorang di antara mereka memasuki bus yang belum tiba juga di terminal. Bibir wanita itu terkatup rapat, saat melihat jam di pergelangan tangannya bergerak terasa semakin cepat, 10 menit lagi seharusnya bus yang menjemput pria yang dicintainya itu akan datang dan semua penumpangnya akan segera berangkat, itu artinya waktu perpisahan untuk mereka berdua akan semakin dekat.
"Om, kabarin Gita ya kalau Om sudah sampai di rumah, jangan lupa ya?"
Jevi menatap Gita sendu, senja ini terlalu buruk untuk memulai perjalanan panjang dengan tujuan membuat jarak dengan wanita yang dicintainya itu. Dia usap air mata yang menetesi pipi Gita dengan lembut.
"Dimanapun gue akan kabarin elu Git, jangan kuatir. Lu jangan buang Hp yang gue beliin ini ya? Ini media kita berkomunikasi tiap hari. Dan gue mohon lu jangan nakal sama pria lain selain gue. Jaga diri lu baik-baik, makan yang banyak, pastikan lu sehat sampai kita bertemu ntah kapan lagi. Paham?"
Gita mengangguk mengerti. Sebenarnya rindu adalah tingkat penyiksaan tertinggi saat perpisahan itu terjadi. Dari lubuk hati terdalam, dia ingin sekali dibawa Jevi sampai ke kota tempat pria itu mengelola perusahaannya, tetapi apa daya, di kampung ini masih ada dua adik yang harus dia urusi sampai mereka berdua bisa mandiri di suatu saat nanti.
"Gue nggak bisa cium bibir lu di sini ya Git? Bakal dirajam nggak gue kalau buat zina di sini?"
Jevi berbisik sembari mengalihkan rambut lebat yang menghalangi telinga wanita itu. Gita langsung tersenyum miring menghadapi laki-laki yang idenya rada-rada sinting ini.
"Iya lah Om, jangan gila!"
Jevi tertawa, lalu menatap ke dalam mata Gita dalam-dalam. Di sana dia merasa mengembara pada setiap detail perasaan Gita sekarang, di sisi lain Gita juga seakan dapat menangkap bagaimana perasaan Jevi saat ini terhadap dirinya. Bisa dipastikan Jevi akan banyak menekur di bus nanti demi menyembunyikan air matanya yang susah berhenti. Jika di depan Gita dia bisa mengendalikannya demi bisa melihat orang yang dicintainya itu dapat lebih tegar menerima perpisahan mereka yang terpisah ribuan kilometer jaraknya.
Semuanya akan baik-baik saja, iya, pasti akan baik-baik saja!
"Git gue punya sesuatu buat lu. Pastikan lu nggak patah hati atau sakit hati ke gue ya?"
"Apa Om?"
Jevi membuka ranselnya, lalu mengeluarkan secarik kertas berwarna merah muda berplastik bening sebagai pembungkusnya. Itu undangan pernikahan seseorang sepertinya.
"Ini hasil kegagalan lu nikah sama Azhar. Dia akhirnya nikahi anak lulusan pesantren yang namanya Aisyah. Maafin gue ya Git, lu nggak jadi nikah sama imam impian lu dan malahan lu bareng gue sekarang, Om-om yang dulu selalu lu benci tapi sekarang lu puja-puja saat dia bisa bawa lu ke surga dunia walaupun berakibat lu kehilangan surga akhirat karena kebinalannya yang selalu lu tanggapi dengan mesra."
Gita menggigit bibirnya, membaca tulisan yang tertera di kertas itu sekilas. Ntah kenapa rasanya dia teramat ikhlas, mungkin karena pengganti laki-laki yang dulu dipujanya itu adalah seorang Jevi yang bisa membuat ranjang menjadi panas menggelora.
"Udah nggak ngaruh Om, Gita udah berdamai dengan semua itu, kan udah ada Om. Walaupun Om tak sesempurna Azhar, tapi Om sudah bisa bikin Gita bahagia kok, asalkan Om nggak suka marah-marah, bentak-bentak, dan moody aja," ucap Gita jujur.
"Pinter ya lu ngomentari gue, buruan lu buang tuh undangan itu! Lagian gue nggak datang juga!"
Gita bangkit lalu melemparkan undangan itu ke tong sampah. Kemudian duduk kembali dengan menggoyangkan kaki dan menggenggam tangan hangat pria tersebut.
![](https://img.wattpad.com/cover/367203097-288-k262003.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)
Romance"OM-OM BEJAT TAPI NIKMAT" itu adalah kalimat paling tepat dalam menggambarkan sosok Jevi bagi seorang Basagita Dewani. Alih-alih membantu kehidupan seorang gadis yatim piatu yang berprofesi sebagai pembantunya itu, Jevi malah menjadi laki-laki yang...