Deru napas Jevi mulai terdengar, begitupun dengan aromanya yang mulai tercium. Bau nikotin yang dibalut mint, alkohol tipis, beserta bau lemon dari obat kumur yang bercampur menjadi satu, sekarang pencampuran aroma itu masuk ke hidung Gita yang mancung. Jevi semakin mendekat, Gita tercekat, tangannya sekarang sudah terjerat oleh genggaman Jevi yang kuat. TIDAKKKKK, INI TIDAK BOLEH, TIDAK BOLEH!
"Git, lu kenapa?" Jevi terpaksa membatalkan tujuannya karena melihat Gita yang sudah teramat ketakutan. Wajah Gita yang tadi sempat memerah kini sudah memucat.
Gita membuka matanya dengan perlahan-lahan dengan napasnya yang sudah memburu. Pertama kali dilihatnya adalah tatapan Jevi yang lekat menatapnya.
"Sana Om, minggir! Om udah megang Gita lebih dari 10 detik. Utang Gita lunas 1 juta!"
Gita lalu mendorong tubuh Jevi sekuat tenaga, agar tak menghalangi langkahnya untuk mencari buku hutang yang terletak di rak buku. Kemudian saat yang dicarinya tersebut ketemu, dia dudukkan tubuhnya ke kursi untuk mencoret 1 juta di pembukuan utangnya.
Jevi melihat aktivitas tersebut dengan seksama. Teliti juga Gita rupanya kalau masalah yang berhubungan dengan duit-duit, bahkan bon-bon juga tersusun rapi diselipkan di antara lembaran buku.
"Lu magang aja ntar waktu liburan semester satu di perusahaan gue, mayan nambah pengalaman dan pasti gue gaji," tawar Jevi pada Gita yang kini menutup buku hutang itu.
"Nggak mau, Gita libur semester ini mau nikah sama Azhar, ntar kami bakal bulan madu seminggu di bali. Gita kalau udah nikah mau resign jadi pembantu di rumah ini!"
Apa Nikah? Bulan madu? Keep on dreaming! Jevi bersumpah itu tak akan terjadi antara Azhar dan pembantunya ini.
"Ternyata janji palsu aja ya lu dulu, mau mengabdi di sini sampai gue punya anak cucu. Eh ngomong-ngomong itu cincin jelek amat, gue bisa beliin lu yang lebih bagus dibanding itu, pakai berlian lagi, nggak mutiara murah kayak gitu! Emang itu dikasih Azhar ya?" tanya Jevi pura-pura tidak tahu.
"Ya maaf Om, tapi kan Gita juga ada pekerjaan lainnya sesudah ini buat ngelunasin utang Gita itu. Oh iya, Ini cincin tunangan Gita tau Om, Om pasti nggak pernah punya ini kan? Berarti duluan Gita punya dibanding Om."
Gita bangga dengan pencapaiannya tersebut. Dia mengusap-ngusap cincin yang melekat pada jari manisnya itu. Jevi mengangkat satu alisnya tanda tak setuju dengan kebanggaannya itu.
"Gue bisa beliin lu lebih bagus dari pada itu!" tegas pria itu satu kali lagi.
"Om memang bisa beli cincin yang lebih bagus, dan bahkan Om juga bisa beli juga sama toko perhiasannya. Tapi Om nggak bisa beli komitmennya. Kan Om suka main-main sama banyak cewek tanpa terikat apapun!" Gita menjatuhkan mental Jevi dengan mantap. Jevi tak marah tetapi ada satu hal yang disyukurinya, apalagi kalau bukan dia merasa sikap Gita sudah kembali lagi seperti semula. Tak lagi diam seribu bahasa.
"Oh jadi lu mau gue ikat sama komitmen yang jelas? Hayu!" tantang Jevi dengan muka serius.
"Ih apaan sih Om, becanda mulu. Udah ah esok Gita mau ujian Mid semester, jangan gangguin! Sana keluar!"
Jevi sepertinya harus mengatakan apa yang dirasakannya terhadap wanita itu sekarang. Dia kumpulkan keberaniannya meski jantungnya sudah terlalu deg-degan.
"Git, gue sebenarnya ..."
Tiba-tiba bel yang dipencet dari luar gerbang berbunyi nyaring sampai ke dalam rumah. Dan tak lama setelah itu lagu kicir-kicir dilantunkan secara instrumental dengan alat musik tradisional tanjidor, trombon, rebana, dan alat musik lainnya.
"Ah, siapa sih yang bisa ngamen di komplek ini, sejak kapan tuh mereka boleh dapat izin dimasukkan ke sini," Jevi mengorek sakunya, untuk mengeluarkan beberapa recehan di dalam sana. Rencananya sih mau mengasih uang dengan pemain orkesra jalanan di luar gerbang.
"Rame ya Om, kayaknya ada acara sosial yang akan diadakan sehingga mereka minta sumbangan deh!" sambung Gita.
Bel kembali dipencet satu kali lagi diikuti Hp Jevi yang berdering nyaring.
"Assalamualaikum Jev," sapa Husein hangat ketika Jevi mengangkat panggilan tersebut.
"Waalaikumsalam Sen, ada apa Sen?"
"Kita udah ada di depan rumah lu nih. Buat lamar anak wali lu, si Gita. Biar ntar kita semakin cepat besanan Jev."
Kaki Jevi langsung lemas. Mulutnya tiba-tiba kaku untuk berkata-kata.
"Bro?" tanya Husein lagi karena Jevi diam saja.
"Oh iya Sen, gue belum mandi nih Sen, gimana ya? Atau diundur aja ya minggu depan?"
"Alah lu mah, mandi nggak mandi lu pasti ganteng kok Jev, pastiin aja Gita ganti baju sama yang lebih tertutup. Anak gue udah nggak sabar nih buat ngelamar dia. Dari kemaren Azhar nanyain mulu karena katanya Gita udah setuju buat lamaran ke rumah!"
Jevi menghembuskan napasnya kasar. Hatinya nyut-nyutan tapi tak tau cara menolak pinangan anak Husein tersebut. Sepertinya dia harus menerima semua ini, lagian jika pertunangan ini putus di tengah jalan, dampaknya tak akan sebesar putusnya pernikahan. Jevi berjanji akan terus berjuang walaupun lawannya sudah jauh di garis depan.
"Git lu ganti baju sekarang sama baju kurung, lu dilamar secara resmi. Keluarga Azhar udah datang ke rumah. Buruan!"
Gita melonjak kegirangan. Bahagia sekali dia saat perasaan Jevi hampir terbunuh dan berdarah-darah. Dia dorong Jevi keluar kamarnya. Dia ganti bajunya dengan secepatnya. Lalu berlari ke ruang tamu untuk melongok ke luar jendela.
***
Keluarga yang datang sebenarnya tidak terlalu banyak, hanya saja rombongan musik yang terlalu ramai tapi mereka semua sudah dibubarkan setelah pintu gerbang dibuka oleh Gita. Hanya ada keluarga inti husein, beserta paman Azhar sebagai juru bicara. Mereka membawa seserahan lamaran berupa sirih embun, pisang raja, sirup merah, dan roti buaya. Memang selain berdarah arab, keluarga Husein juga mempunyai campuran darah betawi. Makanya dalam prosesi lamaran ini mengikuti adat betawi.
Sejauh ini, Jevi masih bisa membohongi dirinya sendiri, tersenyum palsu, pura-pura bahagia, asalkan tak merusak tatanan acara. Jevi dapat memposisikan diri sebagai perwakilan keluarga Gita yang baik, dan juga tuan rumah yang sopan dalam penyambutan. Meski tamu tadi harus menunggunya sampai setengah jam di ruang tamu karena Jevi mandi dan bersiapnya lama agar bisa tampil ganteng maksimal, tapi Gita bisa berbincang dulu dengan mereka semua untuk menyesuaikan diri menjadi anggota keluarga mereka yang baru.
Benar-benar tak tega rasanya menolak lamaran Azhar karena bagaimanapun juga Ayahnya Azhar adalah sahabat Jevi saat SMA. Jevi sampai teringat-ingat apa yang pernah mereka lalui saat jadi teman sebangku dulu, pernah sama-sama dikerjai pakai lem yang dibubuhi ke kursi sehingga celana mereka bolong dan terpaksa mereka pulang dengan memakai sarung, pernah juga dikerjai dengan buku tugas mereka dicuri sehingga dihukum guru harus lari-lari 3 kali mengitari lapangan saat sinar matahari lagi terik-teriknya, dan paling pasti ditertawai bukan sekali dua kali tapi hampir tiap hari sampai Mbak Sumi dengan gagah perkasanya menyelesaikan masalah mereka berdua. Dua orang itu selama SMA adalah dua manusia cupu yang jadi korban bully dan sekarang tuhan letakkan mereka berdua di posisi lebih tinggi nan sukses dengan karir masing-masingnya.
Jevi tau Gita sangat menginginkan Azhar, terlihat sekali dari wajahnya yang berseri-seri. Sesekali dua sejoli itu tersenyum bersama saat nama mereka disebutkan, bahagia sekali mereka kelihatannya, apalagi saat waktu perencanaan akad nikah disebutkan, Gita dan Azhar senang tak terbendung, sedangkan Jevi hampir terkena serangan jantung.
Dua bulan, iya dua bulan dari sekarang. Saat liburan semester satu, mereka berdua itu direncanakan bersatu secara resmi dalam ikatan suci pernikahan. Tubuh Jevi kaku tapi Gita sudah dahulu mengangguk-angguk setuju. Gita sangat yakin dengan calon pasangannya itu, baginya Azhar adalah sosok imam yang sempurna nan mampu menuntun jalannya ke surga. Memang pria kalem itu adalah pria yang berkomitmen dan kuat juga secara agama. Ilmu yang dulu pernah ditimbanya di pesantren meski harus berpindah-pindah mengikuti tempat tugas ayahnya,benar-benar diaplikasikan kehidupan nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)
Romance"OM-OM BEJAT TAPI NIKMAT" itu adalah kalimat paling tepat dalam menggambarkan sosok Jevi bagi seorang Basagita Dewani. Alih-alih membantu kehidupan seorang gadis yatim piatu yang berprofesi sebagai pembantunya itu, Jevi malah menjadi laki-laki yang...