5 hari kemudian
Gita memejamkan mata setelah testpack itu tercelup dalam air seninya. Dia masih duduk di kloset duduk sambil menunggu benda itu bereaksi. Jantungnya dag dig dug, dia takut hal yang buruk benar-benar terjadi dalam hidup, rasanya dia tak akan sanggup jika testpack ini bergaris dua jika keberadaan Jevi belum jelas menjadi miliknya secara utuh.
Dulu padahal saat di masa cinta-cintanya, ada rencana untuk hamil duluan agar mereka berdua bisa hidup di ibukota. Namun sejak masalah demi masalah satu-satu mulai muncul ke permukaan, maka saat itulah mulai terasa jika kehamilan bukanlah jalan keluar, bisa saja keberadaan manusia baru yang tak sah di hukum negara dan agama malah menjadi biang keributan yang berbuah kehancuran.
Lima detik berlalu, Gita masih mengatur napasnya dan mengumpulkan nyali untuk menerima semuanya. Lalu dia angkat kelopak matanya perlahan, dia tatap hasilnya dengan seksama, dan dengan seketika itu juga satu cawan kecil beserta testpack yang tadi ditangannya menjadi jatuh ke lantai dan isinya berhamburan. Dua garis berwarna merah muda, itu artinya dia benar-benar hamil anak pertama. Dan sialnya Ayahnya sekarang entah kemana.
Di mata Gita sekarang turun hujan, berjuta-juta penyesalan datang menghajar, ntah kenapa waktu dulu dia serahkan begitu saja keperawanannya dan malah ketagihan melakukan itu tanpa berpikir lebih panjang ke depan.
Rasanya hidupnya sudah selesai. Dia ternoda, dihamili, ditinggal menikah, dan sekarang hanya ada segopok penderitaan yang akan menghancurkan hidupnya perlahan-lahan.
***
"Gita, makanlah yang banyak, ntar kamu sakit kalau tak makan!"
Alvaro menggeser sepiring capcay ke hadapan Gita yang sedari tadi duduk melamun dengan gelagat tak tenang. Gita sudah berada di ruang makan dari lima menit yang lalu, tapi satupun makanan tak masuk ke perutnya itu. Tadi, setelah mengisi makanan Alvaro ke piring, dia malah berhenti beraktivitas, hanya duduk dengan raut muka yang banyak pikiran.
"Gita, kamu sakit? Apa kamu mau muntah lagi?" tegur Alvaro sekali lagi.
Pikiran Gita yang sedang mengelana segera tersadarkan. Segaris bulan sabit terbit di bibirnya meski terlihat sangat tipis. Dia masukkan nasi ke piring yang terletak di hadapannya, lalu mengambil capcay itu sebagai pelengkap.
"Gita baik-baik saja Varo. Gita udah enakan badannya sejak dikasih air jahe sama Bi Minah siang tadi. Tenang saja. Kamu yakin mau makan sendiri? Nggak mau disuapin?" tanya Gita sekali lagi.
Alvaro sejak bertemu dengan Jevi memang menjadi lebih mandiri. Anak laki-laki itu walaupun masih kecil, tapi jiwa kompetisi dan harga dirinya sudah dia pasang tinggi-tinggi. Pantang buatnya dikalahkan oleh seseorang yang tidak dia sukai.
"Aku bisa sendiri Gita, tenang saja. Kata Ayah tadi pagi, nanti aku akan ke kota buat beli pakaian baru. Kamu ikut ya?"
Gita berpikir panjang, dia sebenarnya ingin pulang. Rencananya dia akan ke pesisir malam-malam lalu berteriak penyesalan di sana sehabis-habisnya sampai dia benar-benar tenang. Dan besok akan diberitahukannya Jevi mengenai kehamilannya lewat facebook yang akan diaksesnya di komputer warung internet. Karena kalau menghubungi Jevi lewat telepon atau Wa tak akan bisa, HP lama Gita dua-duanya disita Andira.
"Varo, Gita musti pulang cepat hari ini. Gita ingin istirahat," tolak Gita pelan dan sopan.
Varo menggeleng, dia melompat dari kursinya, dia ingin sekali Gita ikut serta pergi bersamanya.
"Ntar kusuruh Ayah buat beliin kamu baju baru juga Gita. Kamu mau kan? Makanya kamu harus pergi bareng kita bersama-sama," rayu Alvaro dengan wajah yang lucu.
"Gita harus pulang cepat Varo, iya ya?"
Ehem, seseorang laki-laki berseragam batik kolpri tiba-tiba menghampiri mereka berdua yang sedang duduk di ruang makan. Ntah sejak kapan Keenan pulang karena suara mobilnya tak kedengaran dari halaman. Apa mungkin kendaraannya itu diletakkan agak jauh dari rumah karena sedang ada yang parkir sembarangan di depan gerbang?
"Gita, ayo berangkat dengan kami. Ntar siapa yang mau bawain barang belanjaan kalau bukan kamu. Ntar saya tambahin bonus buat gaji kamu bulan ini!"
Oh cuan, itu yang benar-benar Gita butuhkan sekarang. Bagaimanapun saat kehamilannya ini, dia butuh cukup asupan nutrisi untuk si jabang bayi.
"Baik Pak, akan saya laksanakan!" ucap Gita lebih bersemangat.
"Habiskan makanan kalian berdua, sebentar lagi kita berangkat!"
Keenan lalu berbalik arah, Gita makan cepat-cepat, begitupun dengan Alvaro merasa senang karena dapat berjalan-jalan dengan Nanny-nya itu malam ini.
***
Rasanya Jevi ingin melarikan diri ke luar angkasa saat tau ada beberapa TKI di Singapura yang menyadari apa kasusnya di Indonesia. Barusan Jevi dan Maminya keluar mencari kebutuhan sehari-hari. Di minimarket tersebut kebetulan ada orang indonesia yang bekerja sebagai kasir dan tiba-tiba mengucapkan namanya sambil senyum-senyum misterius setelah itu. Jevi tak begitu tau bagaimana terkenalnya dirinya sekarang dengan kasus skandal, apalagi dia sudah membatasi apapun informasi yang diterimanya itu. Dia tak pernah lagi menyalakan laptopnya, dia hindari Tv, dan Hpnya juga sudah ditenggelamkan di teluk marina. Jevi seperti kembali menjadi manusia purba yang tak tersentuh media informasi elektronik, tapi bedanya dia memang sengaja menutup mata dan telinga agar kasus skandalnya tak membuatnya semakin tersiksa.
"Udah ya Jev, mami ada rencana. Kamu kalau misalnya nanti harus diintrogasi polisi, kamu jalani aja ya. Tapi setelah itu Mami ingin kamu buka lembaran baru lagi. Kita keluarga besar sudah berunding jika kamu lebih baik memisahkan diri untuk beberapa tahun ke depan. Gantiin posisi Azam sebagai pemilik restaurannya di Belanda, sedangkan Azam dibantu oleh sepupumu yang lain akan ngurusin bisnis yang kamu atau papimu tinggalkan. Bagaimana menurutmu, Nak?"
Jevi terus berjalan dengan muka yang masih tertekuk. Hatinya masih porak poranda sehingga belum bisa menerima masukan dari Maminya itu. Tangan Tresna tiba-tiba menggenggam telapak jevi dengan hangat, sehingga Jevi terperanjat dan membuyarkan lamunannya secepat kilat.
"Apa Mi?" tanya Jevi sambil menoleh ke arah Tresna.
"Kita ke Belanda untuk menenangkan diri sampai kasusmu ini dilupakan masyarakat Nak, kamu gantiin posisi Azam di sana sebagai pemilik restauran Indonesia, dan Azam beserta sepupumu gantiin posisi mu di sini! Untuk setahun sampai dua tahun aja. Lalu kita balik lagi ke Indonesia."
Mata Jevi membulat, sebenarnya itu adalah ide yang cukup cemerlang. Pandangan Jevi lalu menawang ke arah bintang-bintang yang bersinar di langit yang cukup terang. Iya, dia akan terima masukan itu, akan dia asingkan dirinya untuk sementara waktu di tempat yang jauh. Sampai saatnya nanti waktu dia pulang kembali, dia akan menjadi seorang manusia baru yang lebih baik dibanding masa lalunya yang kelabu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)
Romance"OM-OM BEJAT TAPI NIKMAT" itu adalah kalimat paling tepat dalam menggambarkan sosok Jevi bagi seorang Basagita Dewani. Alih-alih membantu kehidupan seorang gadis yatim piatu yang berprofesi sebagai pembantunya itu, Jevi malah menjadi laki-laki yang...