Tempat ini terlalu bagus untuk seorang pembantu seperti Gita. Kata majikannya tadi, kamarnya di sini. Di lantai satu yang berlantai kayu, dengan satu ranjang king size berseprai putih bersih, dan tentunya dengan pemandangan laut di salah satu sisi bangunannya yang dibatasi oleh kaca yang luas. Kamar ini juga dilengkapi dengan kamar mandi di dalamnya, dengan bathup di atas lantainya yang dipenuhi batu-batu, sepasang wastafel, shower, dan tentunya sinar matahari yang cukup karena atapnya yang terbuat dari kaca tebal tempat masuknya cahaya.
Bukan berbaring di ranjang yang Gita pilih untuk melepas lelah setelah perjalanan jauh, tetapi kamar mandi ini dipilihnya sebagai tempatnya sementara berdiam. Menikmati musik klasik yang mengalun, bau lilin aroma terapi yang masuk ke hidung, kelopak mawar yang mengapung di bath up nya, dan tentunya tubuh yang rileks karena berada dalam air yang sedikit hangat. Menenangkan sekali, dia merasa dimanjakan pertama kali oleh fasilitas-fasilitas yang hanya bisa dirasakan oleh konglomerat, dan tentu saja tanpa majikannya itu, Gita tak mungkin dapat merasakan suasana seperti ini.
Sepertinya 30 menit cukup membuat telapak kaki dan tangannya berkerut karena intensif bersentuhan dengan air. Dia bangkit, memasangkan bathrobenya lalu membongkar beberapa perlengkapan yang sudah dibeli majikannya tadi untuknya. Dia amati dirinya di kaca berlama-lama sembari memasang benda itu satu persatu ke tubuhnya.
Matahari sudah semakin merapat ke ujung lautan, senja semakin dekat dengan gelap. Gita percepat berdandan, lalu dia langkahkan kakinya ke luar bangunan ini setelah mengunci pintu kamarnya tadi. Hanya beberapa meter saja jaraknya sekarang dengan bibir pantai yang menantinya untuk disinggahi.
Laut sepertinya sedang surut, sehingga pria itu duduk tak jauh dari deburan ombak yang bergerak tak henti-henti. Dia menopang badannya yang kekar dengan ke dua tangannya ke belakang. Tanpa alas duduk tentunya, hanya beralasan pasir putih yang menghampar, matanya yang berkacamata hitam itu menadah ke langit, dan kini dia menggerak-gerakkan badannya sedikit.
"Om, senjanya cantik ya?"
Gita menghampiri majikannya itu dan duduk di sampingnya dengan segera. Jevi langsung menatap gadis itu dengan tampang terpesona sampai melepaskan kacamata hitamnya saking tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Lebih cantikan lu Git, sumpah lu cantik banget!"
Gita memakai terusan selutut berwarna peach tanpa lengan, mengikat rambutnya asal ke belakang dengan pita merah muda yang dibelikan Jevi untuknya, dan tentunya memoles mukanya dengan baby cushion yang sangat tipis dan juga sedikit liptint terakota di bibirnya yang keriting, kalau pipi bersemu merah jambu itu alami karena reaksi kulit pucatnya yang terpapar sinar matahari sore ini.
"Om enak ya jadi orang kaya, kayaknya bisa beli semuanya. Gita selama ke pantai dulu hanya ingat soal nganterin Ayah berlayar tiap sore, nggak pernah kepikiran liburan. Waktu Gita dewasa, Gita hanya ingat jualan saat musim libur sekolah, dan tak pernah sesantai ini waktu ke pantai."
"Lu bisa kaya lewat gue, jadi istri gue dan gue jamin lu bakal bisa menikmati semuanya."
Jevi ntah dari mana dapat kalimat demikian langsung membuat gadis yang di sampingnya itu bergidik.
"Om lagi kepengen mantap-mantap ya sekarang, sampai ngawur sebegitunya? Ini Gita woy, anak wali Om sekaligus pembantu Om juga. Kuliah aja Gita baru mau mulai tapi udah nikah-nikah aja."
Jevi mengucek matanya, kehaluannya ini berbahaya, bisa-bisanya dia tak dapat lagi mengendalikan mulutnya dalam berkata-kata.
"Iya sorry Git. Ah, kurang konsen gue karena liat muka lu mirip amat sama Mbak Sumi, cuman lu yang versi lebih terawatnya dan lebih seksinya.
Gita mengerucutkan bibirnya, ntah mengapa Om-Om ini senang sekali me-mention nama ibunya itu berkali-kali hari ini.
"Om, kalau Ibu Gita hidup lagi, emang Om mau ngapain dengan dia?"
"Berterima kasih karena dia benar-benar nyelamatin masa kecil dan remaja gue Git, menjaga gue sepenuh hati, mengantarkan gue kesana kemari, benar-benar seperti sosok ibu yang baik, tapi karena dia bukan ibu gue, ya gue juga punya keinginan liar buat dia, ya namanya remaja di usia pubertas lu tau sendirilah ya. Kayaknya bukan berterima kasih doang sih, menikahinya kali ya, biar lu jadi anak tiri gue."
Jevi melirik Gita dengan tatapan yang licik, gadis itu langsung tak sudi menerima perencanaan majikannya tersebut.
"Ogah kalau Om jadi Ayah tiri Gita, Om ceweknya banyak. Om kan tukang tipu banyak wanita."
Gita melipat tangannya ke bawah dada. Lalu menghindari tatapan dari Jevi ke matanya.
"Lah biarin, kalau Mbak Suminya mau sama gue, lu bisa apa. Ya lu terpaksa menerima lah jadi anak tiri gue."
"Om mesumnya ke segala usia ya ternyata?"
Jevi tertawa melihat Gita yang terlalu sinis menanggapi becandaannya tersebut. Kalau dilanjutkan bisa perang badar yang Jevi takutkan, karena setaunya, Gita sangat benci jika posisi ayahnya digantikan. Ibunya itu hanya untuk ayahnya seorang. Titik tak pakai koma.
"Git, Mbak Sumi benar-benar sukses mendidik lu menjadi anak yang baik, tapi sayangnya lu masih terlalu lugu dalam menjalani hidup yang kejam ini. Sama kayak gue dulu, dididik Mbak Sumi rasanya hidup gue terarah, masa anak-anak sampai remaja gue masih di jalan yang benar, ah jadi kangen sama dia."
Gita jadi iri dengan laki-laki di sampingnya ini. Karena selama dia dirawat ibunya, Gita hanya bisa nikmatnya dimanja hanya selama 8 tahun sebelum ibunya berangsur-angsur jatuh sakit.
"Om beruntung dirawat ibu Gita 14 tahun, Gita cuman ngerasain 8 tahun habis itu Ibu sakit, dan giliran Gita yang ngerawat Ibu."
Mata Jevi tak berkedip menatap tatapan sendu gadis itu. Rasanya benar-benar berhutang budi dengan keluarga Gita.
"Gue akan rawat lu sebisa mungkin. Gue akan bahagiain lu, dan suatu saat gue juga lakuin hal yang sama ke adek-adek lu itu kalau mereka pindah ke kota. Untuk sementara, hanya dukungan finansial yang bisa gue kasih ke mereka."
Gita reflek memeluk Om-om yang berbaju kaus oblong itu dengan sekuat tenaga. Rasanya pria yang berada di sampingnya itu adalah pria yang sangat berjasa dalam menyelamatkan hidup keluarganya yang masih tersisa. Pelukannya itu membuat Jevi sampai salah tingkah dibuatnya.
"Om Makasih, tanpa Om pasti Gita nggak akan pernah bisa ke sini dan ngerasain ini semua. Gita sayang Om dan akan terus patuh ke Om!"
Jantung Jevi sudah berdetak tak karu-karuan. ini bukan suatu bentuk respon biologis yang menyangkut seksualitas saja yang menyusup, tapi ada perasaan aneh yang mencoba melingkup.
"Git, lain kali jangan peluk gue tiba-tiba kayak gini atau lu bakal gue cium sampai sesak napas!"
Gita melepaskan pelukannya dari tubuh tegap Jevi dengan secepat kilat. Ada perasaan takut jika bibirnya dijamah kembali. Padahal dia masih ingin sekali berada dipelukan Jevi lebih lama, karena rasanya dada bidang Om brewokan itu adalah tempat teraman dan ternyamannya di dunia. Sama persis dengan rasa pelukan ayahnya yang sudah tak pernah hadir di depan mereka.
"Om, punya banyak pacar seru nggak?" Gita mengalihkan topik pembicaraan dengan segera.
"Bingung!"
"Kenapa?"
"Ngerasa nggak ada pijakan, walaupun ada tapi ngerasa ditarik sana sini, dan akhirnya gagal lagi dan gagal lagi. Tapi dari sana gue belajar jika gue harus mengerti bahwa nggak ada wanita yang sempurna. Semuanya ada kecacatan hidup yang musti gue terima agar bisa melangkah maju untuk ke depannya."
"Emang Om aslinya pengen cewek kayak gimana?" tanya Gita penasaran.
"Tingkahnya Aluna, tapi bodinya macam Basagita dewani."
Gita langsung berinsut menjauh, buat jaga-jaga takut malah ikutan disikut buat jadi pelepasan nafsu om-om tersebut.
"Udah nggak usah jauh-jauh, takut amat lu sama gue. Gue nggak makan orang kali ah!"
Bahu gita sekarang dipagut oleh cengkaman majikannya itu. Tubuh mereka berdekatan, keduanya sama-sama menjadi salah tingkah dan terdjam dalam jangka waktu yang lama. Berkecamuk dengan pemikiran mereka masing-masing sampai matahari benar-benar ditelan ujung lautan.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)
Roman d'amour"OM-OM BEJAT TAPI NIKMAT" itu adalah kalimat paling tepat dalam menggambarkan sosok Jevi bagi seorang Basagita Dewani. Alih-alih membantu kehidupan seorang gadis yatim piatu yang berprofesi sebagai pembantunya itu, Jevi malah menjadi laki-laki yang...