Om, gita boleh masuk?"
Gita meminta izin pada Jevi di depan pintu kamar yang sudah terbuka setengahnya. Gadis itu juga membawakan air putih hangat di nampan untuk bisa diminum majikannya.
"Ya masuk," teriak Jevi dari dalam kamarnya. Laki-laki berkaos polos itu sekarang sedang di depan laptopnya, dan sepertinya sedang sibuk karena ada yang dikerjakannya.
"Om sibuk?"
Jevi menoleh ke arah Gita yang sudah berganti pakaian dengan daster legendaris yang pernah longgar atasannya akibat karetnya putus karena drama kejar-kejaran yang berakhir tarik-tarikan. Sekarang daster itu keliahatan lebih buruk, karena Gita menjahitnya asal-asalan sehingga bagian atasnya menjadi berkerut-kerut dan tak tau bentuk.
"Gue lagi nyari sekolah buat adik-adik lu itu. Kalau gue masukin islamic boarding school gimana? Biar adik lu itu bisa sekaligus belajar agama di sana, tapi ya mereka cuman bisa pulang sekali seminggu ke rumah, soalnya ada asrama."
Gita sedikit kecewa, dia tak rela tinggal terpisah dari keluarganya yang masih tersisa.
"Om nggak bisa sekolah negeri aja? Kan di sana mahal Om!" tanya Gita meminta pendapat.
"Soalnya sekarang di sini berapa sekolah negeri sudah ujian semester Git, lu mau adik lu nggak punya nilai lapor akhir semester ntar? Kalau di kampung lu ya ujiannya masih dua minggu lagi. Kalau sekolah yang ini ujiannya masih seminggu lagi. Lagian kalau masalah biaya, gue nggak masalah ngeluarin berapa saja. Lagian di sini juga ada potongan spp untuk anak yatim bahkan ada beasiswa lagi kalau ntar adik lu berprestasi. Aman lah!"
Gita mulai menimbang-nimbang. Rasanya benar juga yang diucapkan majikannya tersebut. Lagian cita-cita mereka untuk keliling kota bisa diwujudkan di sabtu dan minggu. Apalagi sebentar lagi Gita akan disibukkan dengan kuliahnya, itupun kalau sudah udah pengumuman lulus dari pihak universitas.
"Ya udah Om, ntar Gita coba bilangin ke adik Gita. Sekarang diminum dulu air panasnya, serius nggak rasa air kobokan kok Om!"
Gita menyodorkan air itu ke depan majikannya. Jevi tanpa berpikir panjang langsung meneguknya sampai habis lalu meletakkan gelas itu ke meja.
"Git, gue bentar lagi tunangan!"
Gita terdiam sebentar sebelum kembali berbicara. Terasa ada yang aneh di perasaannya, tapi dia tak tau itu apa.
"Emang Om mau tunangan sama siapa?"
"Sama Nabila, yang waktu itu datang ke sini!"
Gita menganga. Om-om ini bagus juga ternyata seleranya.
"Yang berkerudung dan cantik itu ya Om? Baguslah, akhirnya Om bentar lagi menikah dengan dia!"
Jevi sekarang menghempaskan punggungnya ke kursi yang didudukinya. Tak sesederhana itu masalahnya.
"Dia janda Git, punya anak dua. Dan lu musti tau satu anaknya seumuran Cika kelakuannya macam pasien stress di rumah sakit jiwa. Suka banget nyerang orang yang nggak disukainya, masa gue pertama ketemu dia ditampar dong gue."
Gita tertawa saat melihat ekspresi tertekan dari Jevi yang seperti demikian rupa. Lucu juga ternyata. Apalagi hal yang ditakuti majikannya itu hanyalah anak kecil yang belum remaja.
"Ya elah Om, masa sama anak kecil aja mundur, harusnya Om dekati dia sampai dia sayang sama Om. Tuh sama Cika aja Om bisa!" ucap Gita meremehkan kecemenan Jevi barusan.
"Adek lu itu gue udah anggap kayak keluarga gue sendiri Git, pokoknya yang berhubungan sama Mbak Sumi gue anggap keluarga gue."
"Ya udah kapan-kapan ajak dia main ke sini sama ibunya. Kadang anak kayak gitu kesepian di rumahnya mana tau setelah ke sini dia bisa jadi sopan ke calon ayahnya. Cie jadi ayah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)
Romance"OM-OM BEJAT TAPI NIKMAT" itu adalah kalimat paling tepat dalam menggambarkan sosok Jevi bagi seorang Basagita Dewani. Alih-alih membantu kehidupan seorang gadis yatim piatu yang berprofesi sebagai pembantunya itu, Jevi malah menjadi laki-laki yang...