Lantai kamar mandi ini kering, baunya juga wangi, dan pencahayaannya juga bisa diganti-ganti. Saat mereka berdua di sini sedetik yang lalu, Jevi langsung menyerang dengan mendudukkan wanita muda itu di atas meja wastafel dan segera melumat bibirnya terburu-buru. Tangan Gita berusaha menyelinap di baju kaos yang dikenakan Jevi agar jemarinya dapat meraih lekuk otot-otot perut Jevi yang dia sukai, mengusapnya di daerah situ, lalu merayap sampai menyentuh dada bidang kekasihnya dan menunggu hingga baju tersebut terlepas sempurna dari tubuh Jevi yang tegap.
Begitupun dengan Jevi, penyatuan bibir saja tidak cukup membuat hasratnya terpenuhi. Dia buka kancing seragam Gita dengan tergesa-gesa. Bahkan saking tak sabarnya, beberapa kancing berjatuhan ke lantai keramik sehingga membuat wanita itu bergidik dan mendorong Jevi sedikit demi sedikit.
"Om, Gita nggak ada baju ganti atau peniti loh, ntar besok harus pakai baju ini lagi!"
Jevi menggigit bibirnya sendiri yang masih basah lalu tersenyum miring. Ada-ada saja wanita yang di hadapannya ini. Masa momen-momen seperti ini masih kepikiran dengan apa yang akan dikenakannya besok pagi. Lagian Gita bisa pakai pakaian Jevi meski sedikit kebesaran di badan wanita itu.
"Git, kan gue udah bilang, pakaian ini musti dimodifikasi biar hak gue di tubuh lu itu tak terlihat laki-laki lain!"
Gita turun dari meja beton untuk mengemasi kancing kemejanya agar nanti tak hilang sehingga masih bisa dipasang lagi. Ah, Jevi sedikit sebal ketika serangannya harus dimulai dari awal kembali.
"Udah?"
Gita mengangguk-angguk setelah dia kemasi dua kancing yang lepas itu dan memasukkan ke saku celananya untuk memastikan tak akan ilang jika mereka check out besok pagi. Sekarang, dia tanggalkan pakaiannya sendiri untuk membantu Jevi sehingga menyisakan dua potong pakaian dalam saja di tubuhnya yang berisi. Jevi yang melihat penutup tubuh itu dilepaskan satu persatu mulai dikuasai birahi.
"Kok nggak lepasin semuanya?"
"Maunya Om yang lepasinnya!" ucap Gita manja dan erotis.
Ucapan itu terdengar polos sekaligus menggigit. Jevi sangat suka dengan wanita yang menantangnya seperti ini, lagian menanggalkan dua kain itu bukanlah perkara yang sulit. Dia raih tubuh Gita lagi, sekarang bibirnya beralih posisi ke ceruk leher nan jenjang itu. Membuat Gita menjerit-jerit dan tak terasa pakaian dalam itu telah terlepas hanya dalam hitungan detik karena tangan Jevi yang terlalu asik.
Jevi tak lama menghentikan aksinya. Dia tatap ke arah dua bola mata Gita dengan teramat lekat, setelah wanita itu dia dudukkan kembali di meja dekat wastafel yang membelakangi cermin besar tersebut.
"Gita, terima kasih sudah mencintai gue sampai saat ini. Gue harap lu —"
Gita tak mengizinkan Jevi untuk berkata-kata lebih banyak. Pembicaraan laki-laki itu terbungkam oleh lumatan bibir Gita yang bergerak cepat. Gita kalungkan tangannya melingkari leher Jevi dan mereka kembali melumat dalam waktu yang seperti bergerak cepat, dan penyatuan inti tubuh keduanya kembali terjadi dengan posisi Gita mengangkangi Jevi yang sedang berdiri sekaligus memaju mundurkan tubuhnya dan mendesah hebat.
"Ah ..."
Jevi melenguh panjang. Badannya seketika berat. Dia peluk tubuh Gita dengan erat. Energinya terkuras, tapi belum sepenuhnya habis untuk membuat keadaan semakin panas.
Gita merapatkan kakinya kembali, lalu turun dari dudukkannya di meja beton dekat wastafel itu dengan segera. Dia elus perut Jevi dengan menyusupkan tangannya ke pakaian terakhir di tubuh pria tersebut. Dan dia naikkan baju itu agar dapat tanggal dari tubuh Jevi yang tegap.
"Nakal ya lu? Tapi jangan lu coba ini ke pria lain ya!"
Jevi berbisik ketika pakaian itu lepas seutuhnya dari tubuhnya yang seksi. Mata Gita tertuju pada bagian di dada beserta perut Jevi yang menunjukkan memar-memar kemerahan di beberapa titik, di sana juga ada sedikit bekas cakaran yang sepertinya berasal dari besetan kuku panjang seseorang.
"Om, coba berbalik dong!"
Jevi yang belum menyadari apa maksud Gita sesungguhnya segera memutar badannya. Tangan wanita itu menyusuri setiap jejak penghianatan yang pernah dilakukan kekasihnya tersebut.
"Kenapa sih Git, lu suka punggung gue?" ucap Jevi santai karena masih tidak peka dengan apa yang terjadi.
"Siapa yang bikin cakaran ini Om, Om habis tidur dengan siapa?"
Darah Jevi terasa berhenti mengalir, bagaimana bisa dia seceroboh ini sehingga Gita harus mencurigai setiap dosa-dosanya yang kemaren dia perbuat dengan wanita lain.
"Om jawab, ini siapa yang bikin!"
Gita mengeras, Jevi berbalik untuk menenangkan kekasihnya itu dengan segera. Muka Gita sudah berubah pias, menatap laki-laki itu dengan kecewa yang teramat sangat, segala ekspektasinya tentang Jevi yang benar-benar berubah sudah hampir habis sampai ke akar-akarnya.
"Git, kan lu biasa liat gue dicakar sama Dahlia. Ya ini karena dia Git!" ujar Jevi berdusta.
"Nggak mungkin Om, nggak mungkin, di dada Om ada bekas cupangan di perut Om juga ada. Ini pasti bukan hanya sekadar cakaran, kalian pasti melakukan hal lebih dibanding itu. Jangan boong Om, Gita tau ini bekas apa."
"Git, ini memar biasa, serius!"
Gita sesak napas karena pria ini terus mengelak atas tuduhannya itu. Di sisi lain, Jevi sekarang sangat menyesali kenapa kemaren pagi dia sampai sebodoh itu melakukan zina dengan Andira.
"Git, gue minta maaf. Tapi ini semua nggak seperti yang lu pikirin Git! Gue—"
Gita sudah mengemasi pakaiannya satu-satu yang jatuh di lantai. Dia pasangkan kembali benda itu ke tubuhnya yang sintal. Jevi hanya bisa mengamati jika wanita yang dicintainya itu sedang kecewa berat terhadapnya. Bahkan yang membuat hati Jevi teriris lagi adalah Gita sempat menangis dengan muka yang sudah kelihatan tragis.
"Om, Gita kira Om sudah berubah, tapi ternyata Om tetaplah seorang penipu. Ternyata Gita salah mempercayai Om. Gita pulang dulu!"
Gita membuka pintu kamar mandi tersebut setelah berpakaian meski kemejanya itu tak tertutup dengan sempurna akibat kancingnya lepas dua. Jevi berusaha menyusul Gita ke dalam kamar setelah memakai pakaiannya kembali dengan tergesa-gesa. Laki-laki itu kalut sekalut-kalutnya ketika mendapati Gita sudah membangunkan Alvaro agar mereka berdua dapat segera pulang ke rumah. Anak kecil itu susah terjaga, tapi Gita berusaha pergi dari kamar ini dengan menggendongnya agar dapat minggat secepatnya.
"Gita, dengerin gue dulu. Iya gue akui gue salah, gue khilaf tapi gue mohon maafin gue, Gita!"
Jevi menahan Gita yang hendak membuka pintu dengan seseorang bocah laki-laki di gendongannya. Tapi Gita bersikeras untuk pergi dari sini segera.
"Om, Gita nggak bisa diginiin. Gita nggak bisa Om tipu kayak gini. Gita sudah ngasih semua hal ke Om, dan ngelakuin hampir semua hal yang Om suruh. Om merantai Gita agar tak menghianati Om, tapi Om sendiri malah bermain di belakang Gita dengan wanita lain. Om kalau memang suka Kak Dahlia silahkan, Gita nggak larang. Tapi jangan bilang juga Om tak akan pernah menyentuh dia. Itu munafik Om! Jangan boongin Gita dengan cara ini!"
Gita masih menganggap Dahlia lah yang menjadi biang keladi dari semuanya. Seandainya Gita tau siapa itu Andira sampai ke akar-akarnya maka bersiaplah untuk Jevi disingkirkan selama-lamanya. Siapapun yang mendengar kejahatan Jevi ke wanita yang bernama Andira kemungkinan besar akan putar badan, apalagi efek yang ditimbulkan akibat Andira yang terlewat baperan itu benar-benar bisa membuat kehidupan wanita itu porak poranda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)
Romance"OM-OM BEJAT TAPI NIKMAT" itu adalah kalimat paling tepat dalam menggambarkan sosok Jevi bagi seorang Basagita Dewani. Alih-alih membantu kehidupan seorang gadis yatim piatu yang berprofesi sebagai pembantunya itu, Jevi malah menjadi laki-laki yang...