Gita terjaga lebih pagi, sebelum azan subuh berkumandang di desa ini. Dia mandikan tubuhnya dengan air dingin, dia cari pakaian di lemari yang paling pantas dikenakan untuk bertemu Jevi, lalu dia sisihkan segera sebelum Amri menyuruhnya subuh berjamaah. Sebenarnya dalam perasaan Gita tak ada alasan yang pasti mengapa dia tergerak bertemu laki-laki itu, mungkin antara penasaran atau menebus rasa bersalah karena adiknya kemaren menghardik mantan majikannya tersebut.
Dia keluar rumah lebih awal, sebelum matahari belum terbit utuh. Gelap hanya sedikit terpecah dari matahari yang baru muncul di ufuk. Pukul setengah 6 kurang sepuluh Gita sudah berjalan ke arah yang berlawanan dari tempat kerjaannya di pasar tradisional. Tadi ke Amri dan Cika alasan pagi-pagi kepergiannnya adalah untuk datang bekerja lebih cepat. Tapi alasan sebenarnya adalah ingin menemui Jevi di penginapan mewah itu.
Hotel itu tak berpindah, benar ini alamatnya, hotel Mulia yang dekat pantai wisata. Dua patung barong menyambutnya saat berada di depan bangunan dengan empat lantai tersebut. Gita yang tak bisa menghubungi Jevi untuk membuat janji terlebih dahulu, dia nekat menanyakan kamar mantan majikannya itu ke meja resepsionis. Berbekal keterangan hubungan antara pembantu dan majikan beserta hpnya yang mati, akhirnya dengan mudah dia dapat melenggang ke kamar 202 tempat Jevi berada. Benar, harusnya Jevi Nugraha masih ada di sana. Mungkin mantan majikannya itu di hari libur ini masih terlelap dan bermimpi-mimpi indah.
Pintu dia ketuk, Gita sudah tak sabar bertemu majikannya tersebut. Meskipun harus menunggu tiga menit untuk menanti pintu itu terbuka, tapi tak menampikkan jika bertemu Jevi lagi bisa membuat rindunya melabuh seketika.
Laki-laki itu masih mengusap mata, kembali meyakinkan diri jika itu benar-benar wanita yang dia cinta. Gita tersenyum menatap pria yang kelihatan masih tak percaya, bagaimanapun waktu pertemuan terakhir mereka lebih dari dua bulan yang lalu —tentunya sebelum penggrebekan— mereka tetap punya kenangan indah, bermesraan di atas sebuah ranjang mewah di apartemen itu.
"Git? Ini elu kan?"
Gita mengangguk, lalu kembali tersenyum sambil menatap Jevi dengan mata indahnya itu.
"Kok bisa di sini?"
"Cika yang kasih tau Gita Om, Om apa kabar?"
"Gue kagak baik-baik aja kalau nggak ada lu. Pusing gue! Buruan masuk!"
Gita seperti ragu memasuki kamar hotel tersebut, takut hal-hal yang mereka inginkan kembali kejadian. Apalagi melihat Jevi hanya memakai piyama kimono untuk menutupi tubuh atletisnya itu.
"Om, kita ngobrol di luar aja gimana atau tempat sarapan?" Gita memberikan opsi.
Jevi menarik tubuh Gita untuk memasuki kamar ini segera, lalu menutup pintu dengan rapat. Dan Gita masih takut-takut berada di ruangan sama dengan pria itu apalagi pintunya tidak ditutup.
"Duduk, lu kenapa sih, keliatan bingung aja? Takut?"
Gita melakukan perintah Jevi dengan menarik satu kursi dan mendudukinya walaupun hatinya belum tenang sepenuhnya.
"Kenapa nih sugar baby gue keliatan jadi nggak keurus gini. Emang kerjaan lu jadi tukang cuci piring berat banget ya Git? Makanya, waktu itu gue tawarin kerjaan yang paling enak malah nggak lu ambil. Lah ujung-ujungnya sama juga, lu difitnah jadi simpanan gue tapi lu nggak dapetin apapun, hahaha!"
Jevi tertawa, Gita manyun. Baru juga bertemu beberapa menit saja, Gita sudah dibikin kesal. Tapi begitulah Jevi dari sudut pandang mantan pembantunya itu, kalau dekat sering dibenci tapi kalau jauh pasti dirindu.
"Om jangan gitu! Nyebelin deh ah! Sebal!"
Gita mendengus lalu melipat tangannya di bawah dada. Jevi yang melihat ekspresi Gita yang demikian, menganggapnya sangat lucu. Dia dekati tubuh gadis yang duduk itu, lalu dia koreksi satu persatu apa yang harus dibenahi dari penampilan Gita tersebut.
"Lu ntar jam 8 dirawat ya Git, di bawah ada spa terus siangnya kita ke salon. Aduh, gini banget baby kesayangan gue. Kenapa tangan lu pecah-pecah gini Git, bekas luka di kening lu setelah dihantamkan Dahlia juga masih ada, kenapa juga lu ceking gini. Kemana nih Gita gue yang mempesona tiada tara, kenapa malah jadi kayak babu yang kena siksa majikan banget muka lu sekarang?"
Gadis itu memang kelihatan menyedihkan, dia tak lagi secantik dulu, dan di guratan mukanya terlihat ada ukiran penderitaan yang teramat dalam.
"Om, Gita ke sini mau tau kabar Om aja, jangan komentari Gita!" ucap Gita menghindari tatapan Jevi.
"Kabar gue buruk, karena nggak ada lu yang suka berisik di rumah gue. Mending lu sama adik-adik lu itu balik lagi sama gue ke kota, semuanya tersedia, kecantikan paripurna lu terjaga, hidup lu bahagia. Lagian sok-sok idealis amat dah itu Si Amri yang ngejudge lu jadi simpanan gue. Ah, gue jadi nyesal, mending gue hamili aja lu dulu kemaren-kemaren dibanding cuma melekatkan citra simpanan Om-om pada diri lu itu. Kalau lu hamil kan mau tak mau Amri akan bertahan di kota demi minta pertanggungjawaban gue. Kelamaan mikir gue sebelumnya. Sok-sokan juga gue mau jaga lu padahal di banyak kesempatan lu yang udah gila buat meminta."
Gita melipat keningnya dengan perasaan malu akibat kejujuran mantan majikannya tersebut. Tapi tak semudah itu juga masalah ini bisa diselesaikan dengan status kehamilan di luar nikah, sedangkan dicurigai simpanan saja, Gita berkali-kali juga dia harus bergelut dengan kesabaran. Apalagi nanti Gita dihamili Jevi, bisa-bisa Amri akan mencoba merajamnya karena perilaku zinanya sudah keterlaluan.
"Salah Gita juga Om, karena Gita yang bikin Kak Dahlia percaya jika Om adalah sugar daddy Gita. Maafin Gita juga ya Om!"
Napas Jevi seperti akan berhenti sewaktu Gita menyebutkan nama tersebut. Dahlia sekarang masih menjadi calon istri Jevi tapi dengan tingkah yang semakin menggila. Semakin lama berhadapan dengan wanita norak itu bisa-bisa membuat Jevi pecah kepala
"Sakit kepala gue ngadapin dia Git, pengen gue bakar aja tuh orang. Habis itu gue hilangin deh bukti video call mantap-mantap itu. Terus gue nikahin lu, gue bikin anak banyak-banyak, terus kita hidup bahagia selamanya!"
Gita tertawa mendengarkan rencana mantan majikannya itu. Jevi terlalu bahagia melihat Gita bereskpresi demikian. Sepertinya semua beban di kepalanya jadi lepas dan bebas.
"Lu kembali kelihatan sangat cantik kalau lu ketawa Git, aura lu berubah. Gue tau kok lu nggak baik-baik saja saat menanggung semuanya. Gue kemaren nanya ke Cika, katanya lu kesulitan untuk bayar sekolah Amri, beli buku, sama sering nunggak beli token listrik. Gue juga heran tuh uang beli HP 28 juta benar-benar dikembalikan sepenuhnya ke gue padahal gue yakin kalau dijual pun itu HP harganya tak mungkin segitu. Udah gila keluarga lu emang. Sampai segitunya ngitung hutang."
Gita kembali sendu, memang benar, uang tabungan Gita dipaksa Amri untuk dikembalikan lagi ke Jevi demi menghalangi uang haram beredar pada keluarga kecil itu. Jadinya kehidupan mereka benar-benar dimulai lagi dari awal, tanpa adanya simpanan tabungan.
"Gadis kesayangan gue jadi menderita dan harus nanggung semuanya. Nggak kebayang gue Git, ntar kalau lu jadi pejabat bakal miskin sepertinya, lu terlalu jujur dalam ngelola duit. Tapi itu yang bikin gue semakin yakin buat ngebawa lu ke hubungan lebih lanjut sih. Sabar ya, gue pasti nikahin lu. Tapi ngomong-ngomong cincin lu mana?"
Gita mengeluarkan satu cincin berlian yang disimpan di dalam kain dari tas sandangnya. Lalu memasangkan kembali ke jari manisnya dengan seketika itu juga.
"Tuh, tapi Gita harus sembunyiin ini dari Amri Om! Takut malah disuruh kembaliin ke Om. Ya walaupun, tunangan kontrak satu bulannya sudah selesai, tapi Gita belum sepenuhnya menang karena hari sisanya kita malah tak berjumpa dan saling berjauhan," kenang Gita dengan mata berkaca-kaca.
"Lu sekarang udah cinta gue belum Git?"
"Gita kangen Om aja. Kalau masalah cinta, Gita nggak tau. Tapi Azhar akhirnya sekarang sudah benar-benar terlupa. Itu aja yang Gita rasa!"
Jevi menjauhi Gita, lalu menghempas tubuhnya ke ranjang king size di kamar ini. Dia siapkan kalimat berikutnya dengan pertimbangan yang matang.
"Lu tidur bareng di sini malam ini bisa nggak Git? Kita bercinta, gue jamin lu bakal jatuh cinta dan tergila-gila sama gue setelah itu. Deal?"
Gita melongo, sepertinya mantan majikannya itu benar-benar sudah gila karena banyak stress yang mendera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)
Romance"OM-OM BEJAT TAPI NIKMAT" itu adalah kalimat paling tepat dalam menggambarkan sosok Jevi bagi seorang Basagita Dewani. Alih-alih membantu kehidupan seorang gadis yatim piatu yang berprofesi sebagai pembantunya itu, Jevi malah menjadi laki-laki yang...